• Opini
  • Tantangan Profesi Akuntan di Era Teknologi Digital

Tantangan Profesi Akuntan di Era Teknologi Digital

Konon profesi akuntan akan tergantikan oleh robot dan komputer yang semakin canggih. Masihkah ada peluang?     

Jane Metta Belinda

Mahasiswi Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).

Universitas Padjadjaran (Unpad), Jalan Dipatiukur, Bandung, Juli 2022. Unpad merupakan salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung. (Foto: Choirul Nurahman/BandungBergerak.id)

16 Juli 2022


BandungBergerak.idPesatnya perkembangan zaman saat ini, terdapat berbagai jenis pola hidup yang berubah dari cara berpikir masyarakat, ekonomi, hingga taraf hidup, dan hal ini tentunya berlaku bagi seorang akuntan. Namun saat ini mencari pekerjaan bukanlah hal yang mudah, apalagi di tengah pandemi Covid-19 yang tentunya berdampak pada perekonomian.

Akuntan sering dianggap sebagai pekerjaan yang menjanjikan, dibayar dengan baik dengan peluang kerja yang baik pula. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa banyak orang yang mengambil pendidikan akuntansi di tingkat sekolah menengah kejuruan dan universitas. Bahkan, Akuntansi menduduki peringkat ke-23 pada jurusan terbaik di masa depan menurut survei My Degree Guide. Prospeknya yang dipandang cerah oleh banyak orang menjadikannya pekerjaan impian.

Tetapi menanggapi perkembangan zaman yang terjadi, berbagai aspek berubah dalam kehidupan seorang akuntan. Tuntutan dan tantangan menjadi akuntan yang handal, gesit, disiplin, dan teliti serta tantangan bersaing dengan dunia digital. Selain itu, profesi yang tampak menjanjikan ini, nyatanya tidak selalu menjunjung integritas tetapi juga hal lainnya yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Saat ini, akuntansi dituntut untuk dapat relevan dengan kebutuhan masyarakat seiring dengan perkembangan globalisasi dan era industri yang selalu baru setiap harinya. Tidak mengherankan jika mendengar bahwa dunia akan berubah dalam 10 tahun ke depan. Komputer dan sistemnya akan menjadi komoditas penting bagi perusahaan. Tak jarang muncul wacana bahwa robot dan komputer akan menggantikan manusia dalam melakukan berbagai pekerjaan.

Terlebih lagi, komputer memiliki keunggulan adanya kesalahan yang minimal sementara manusia terkadang masih memiliki masalah human error. Manusia tidak hanya akan bersaing dengan manusia lain tetapi bersaing dengan kecanggihan teknologi yang ada. Hal ini menuntut akuntan untuk menjadi lebih ahli di bidangnya.

Industri 4.0 yang mulai memasuki Indonesia mulai membuat akuntan cenderung bersaing dengan teknologi yang ada hingga tidak jarang muncul ungkapan, “di masa depan, akuntan akan digantikan secara total dengan teknologi”. Hal ini cukup memicu kontroversi dari berbagai pihak. Akibat lainnya, hal ini mendemotivasi para akuntan untuk bekerja lebih giat serta mendemotivasi para calon akuntan atau pelajar yang awalnya memiliki ketertarikan pada bidang akuntansi.

Perlu diketahui, kegiatan akuntan tidak terlepas dari interaksi dengan masyarakat sebab akuntan bekerja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bermacam-macam. Akuntan sebagai controller diharapkan bisa bekerja sama dengan departemen lain dalam perusahaan serta pihak eksternal perusahaan yang akan bekerja dengan akuntan.  Tentunya ini menjadi tekanan tersendiri bagi akuntan untuk melangsungkan pekerjaannya dan menghidupi kehidupan pribadinya.

Tidak jarang akuntan akan kewalahan bersamaan dengan jadwal padat dan lembur yang menanti. Padahal apabila ditelusuri, kebutuhan saat ini sangat banyak dan dengan inflasi yang ada tentunya membuat harga barang kebutuhan meningkat pesat.

Di Indonesia, menurut data Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), jumlah akuntan yang terdaftar di pada tahun 2021 sebanyak 40.000 orang sedangkan jumlah akuntan publik hanya sekitar 1.000 orang. Jika menurut data Administrasi Kependudukan per 21 Juni 2021, jumlah penduduk Indonesia sekitar 272.229.372 jiwa, perbandingan jumlah akuntan yang terdaftar di IAI adalah sekitar 1 banding 68 ribu penduduk. Apalagi jika melihat perbandingan dengan jumlah akuntan publik yang hanya 1.000 orang.

Itu adalah jumlah yang sangat sedikit untuk memenuhi kebutuhan akuntan bagi masyarakat. Persoalannya, meski peluang kerja masih terbuka lebar, kualifikasi untuk diterima sebagai akuntan publik sangat tinggi. Ditambah dengan ketatnya persaingan dan perkembangan teknologi, hal ini tentunya menggeser peluang seorang akuntan untuk bekerja secara kompeten sesuai harapan masyarakat.

Baca Juga: ITB Membedah Perubahan Teknologi Industri Otomotif
Mencermati Teknologi Robot yang Semakin Dekat dengan Manusia
Mendorong Evaluasi Layanan DJP Online

Akuntan, Etika, dan Integritasnya

Di balik tantangan untuk dapat mencari pekerjaan dan diterima sesuai kebutuhan masyarakat, ada satu hal yang harus disadari oleh seorang akuntan, hal ini mungkin dapat menjadi nilai yang sangat positif bagi seorang akuntan ditengah tuntutan yang ada.

Meski begitu, akuntan tetap mengikuti pedoman etika profesi yang mengatur berbagai hal mengenai pekerjaan dan tingkah laku profesional. Pedoman berperilaku akuntan sangat penting untuk dilaksanakan karena hal ini berhubungan langsung dengan bagaimana akuntansi berkomunikasi dan menjalankan pekerjaannya.

Sesuai dengan Prinsip Dasar Etika untuk Akuntan yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia yang berlaku efektif pada 1 Juli 2020, terdapat 5 prinsip yang harus dipatuhi yaitu integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian, kerahasiaan, serta perilaku profesional. Akan tetapi dengan adanya tekanan dan tuntutan kehidupan, kelima hal ini menjadi hal yang sulit untuk dilaksanakan.

Bukan hal yang asing mendengar uang dapat membeli segala sesuatu. Akan tetapi, dengan adanya uang yang bekerja, tindakan jujur, lugas, berprinsip saja menjadi hal yang mampu diperjualbelikan khususnya di saat kondisi terendah seorang manusia. Dengan begitu, kelima prinsip menjadi tidak ada nilainya meskipun memang terdapat hukuman dan sanksi yang diterapkan apabila akuntan melanggar hukum dan etika profesi yang ada.

Tuntutan pekerjaan, integritas, dan kebutuhan hidup akuntan sering kali bertentangan satu sama lain. Tujuan tertentu yang diharapkan menjadi suatu pencapaian menjadi sebuah rangsangan rasa ingin dan menggerakkan kemampuan seseorang untuk bekerja merupakan istilah dari motivasi (Sutrisno, 2017). Tentunya seorang akuntan memiliki keinginan atau motivasi terhadap lingkup pekerjaannya dan tentunya hal ini tidak terlepas dari bagaimana akuntan tersebut menjalani kehidupannya. Sehingga, apakah akuntan mengerjakan tanggung jawabnya atas dasar mencintai pekerjaan atau sekedar mencari uang dan jabatan? Oleh karenanya, perlu adanya work life balance untuk menyeimbangkan motivasi akuntan, sehingga segala sesuatu yang diperbuat dapat berlandaskan pedoman etika profesi dan kecintaan terhadap pekerjaan.

Berdasarkan hal tersebut, akuntan memang pribadi yang juga memiliki kehidupan pribadi dan menjalankan kehidupannya dengan bersandar kepada kebutuhan dan keinginan hidupnya. Akan tetapi, akuntan merupakan pemegang kontrol pada keuangan suatu perusahaan karena atas hasil kinerjanya akan digunakan untuk pengambilan keputusan baik jangka panjang maupun jangka pendek serta digunakan oleh pihak pemangku kepentingan perusahaan.

Mengingat hal tersebut, sangat penting bagi akuntan untuk dapat menjaga etika profesi dan integritasnya karena sangat mudah bagi akuntan untuk kehilangan kepercayaan dari penerima  informasi, rekan kerja, maupun masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan kecintaan terhadap profesi serta work-life balance yang tentunya dibutuhkan sebagai  pekerja. Akuntan diharapkan dapat menjaga prefesionalitas dan integritas sesuai dengan etika profesi terlepas dari tuntutan dan tekanan pihak lain.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//