• Berita
  • Warga Sakit dan Histeris di Tengah Pengosongan Paksa Rumah di Jalan Laswi oleh PT KAI

Warga Sakit dan Histeris di Tengah Pengosongan Paksa Rumah di Jalan Laswi oleh PT KAI

Adik seorang warga sempat pingsan dan histeris. Seorang warga yang sakit juga dipaksa keluar. PT. KAI mengklaim pengosongan rumah telah sesuai prosedur.

Warga menyaksikan petugas dari PT KAI yang mengeluarkan barang-barang dari rumah di Jalan Laswi, Bandung, Rabu (20/7/2022). PT KAI mengosongkan secara paksa 7 unit rumah yang diklaim merupakan aset PT KAI. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul20 Juli 2022


BandungBergerak.id - PT. Kereta Api Indonesia (KAI) melakukan pengosongan paksa terhadap 7 rumah warga di Jalan Laswi No. 24, 28, 30, 32, 34, 36, dan 38, Kelurahan Kacapiring, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Rabu (20/7/2022). Sebanyak 400 petugas yang terdiri dari petugas PT. KAI dan Polsuska mengeluarkan barang-barang warga dari rumah dan mengangkutnya ke dalam truk.

Sejak pagi, sebelum upaya paksa pengosongan rumah oleh PT. KAI, warga sempat mempertahankan tempat tinggalnya sampai membakar dan memecahkan botol-botol kaca. Namun karena kalah jumlah massa, warga akhirnya terpaksa mengosongkan rumah.

Aland dari Aliansi Penghuni Rumah dan Tanah Negara (APRTN) menyebutkan, pihaknya dan warga sudah menghadang tim kuasa hukum PT. KAI dengan meminta bukti kepemilikan, meminta surat izin dari kepolisian dan surat keputusan pengadilan. Namun tim kuasa hukum tidak bisa memberikannya.

Pantauan BandungBergerak di lokasi, barang-barang dari dalam rumah warga dipindahkan ke dalam mobil truk oleh petugas PT. KAI dan Polsuska. Mobil truk hilir mudik mengangkut barang-barang dari rumah yang dikosongkan.

Salah seorang warga, Sri Wahyuni Ismoelyani (52), menanyakan perihal ke mana barang-barang milik mereka akan dibawa kepada tim kuasa hukum PT. KAI. Namun, mereka malah meminta nomor kontak Sri agar dihubungi lebih lanjut belakangan.

Sri menolak dan balik meminta nomor kontak tim kuasa hukum agar nantinya ketika dihubungi tidak akan berdalih bahwa yang dihubungi bukan orang yang bersangkutan. Namun tim kuasa hukum itu berlasan ponselnya habis baterai. Tim kuasa hukum lainnya beralasan tidak memiliki kuota.

“Awas, jangan sampai ada satu gelas atau piring saya yang pecah,” teriak Sri kepada petugas PT. KAI ketika barang-barangnya akan diangkut ke dalam truk. Warga lainnya pun tidak ada yang tahu ke mana barang-barang mereka akan dibawa.

Di saat penggusuran tengah berlangsung, sebagian warga bersama APRTN berusaha melakukan audiensi dengan DPRD Kota Bandung. Audiensi diterima Uung Darnawijaya, Ketua Fraksi Demokrat, dan Dudy Himawan, anggota dewan kehormatan. Mereka menyatkan DPR mendengar asprasi dari masyarakat dan akan membuka jalan untuk membicarakannya secara lebih lanjut dengan Komisi A DPRD Kota Bandung.

Rumah Milik Negara, Bukan PT. KAI

Dilaksono Wahyu Wibowo (57), salah seorang warga korban gusuran, lahir dan besar di Jalan Laswi no. 32. Semua adik-adiknya pun lahir di rumah itu. Rumah tersebut awalnya milik orangtuanya yang dulu pekerja di Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Kini rumah tersebut ditinggali oleh adik perempuannya.

Menurut Wahyu, di jalan tersebut ada salah satu rumah yang sudah bisa mengurus sertifikat kepemilikan. Namun penghuni rumah tersebut sudah meninggal, lalu PT. KAI mengklaim bahwa tanah dan rumah tersebut aset mereka. Ketika dicek ke BPN, tanah tersebut bukan milik PJKA atau sekarang milik PT. KAI, melainkan tanah negara.

“Makanya kita tanya ke mereka, mana legalnya, kalau ini milik mereka sok tunjukkan bukti-buktinya. Silakan bongkar, silakan hancurkan kalau itu milik Anda, tujukkan bukti-buktinya. Kalau bisa jangan premanisme begini, ikutilah proses pengadilan,” ungkap Wahyu.

Selain Wahyu, ada Erry Pudjiastuti (72) yang sudah tinggal di rumah no. 24 sejak 1959. Orangtuanya dipindahkan dari Jakarta ke Balai Besar di Bandung. Ia dan keluarganya semua pun ikut pindah dan tinggal di rumah tersebut. Waktu itu PJKA memohon kepada Dinas Perumahan untuk menempatkan pegawainya. Erry juga mengatakan, rumah tersebut bukan milik PT. KAI tetapi milik negara.

Selama ini pun, pajak, PBB maupun perbaikan rumah dibayar dan ditanggung sendiri oleh warga. Jika dimiliki oleh KAI, seharusnya KAI yang membayar tagihan tersebut. Erry sedih, sebab sebelum ayahnya meninggal, ayahnya berwasiat agar rumah tersebut dijaga.

“Alhamarhum ayah saya bilang, surat ini jangan sampai keluar. Mana suami kamu, Heri, bapak titip rumah ini beserta keluarga bapak dan keluargamu, tolong jaga ya,” teringat Erry saat ditemui di Gedung DPRD Kota Bandung selepas melalukan audiensi.

Erry sangat menyayangkan sikap PT. KAI yang tidak mau menempuh jalur pengadilan. Beberapa waktu lalu warga sudah melalukan mediasi dengan pihak kecamatan dan Kesbangpol, diikuti pula oleh kuasa hukum PT. KAI. Di mediasi tersebut, Kesbangpol menyebutkan bahwa persoalan ini harus melalui proses peradilan.

“Yang sudah lama yang lebih berhak untuk mendapatkan sertifikat. Itu kok kenapa tiba-tiba direbut sama mereka dengan tidak berperikemanusiaan kalau kata ibu, brutal gitu. Seolah-olah dia inilah punya gue, padahal bukan. Harusnya dia buktikan dulu. Berdasarkan SHP, itu surat hak pakai, tapi itu punya siapa, punya Depertemen Perhubungan sq PJKA, bukan PT. KAI, enggak bisa mereka. Mereka bilang cuma ganti baju, gak bisa. Mereka sudah BUMN, dia harus dilikuidasi dulu dan membuat neraca baru dan itu oleh negara adalah aset yang dipisahkan sama modal dia tidak termasuk rumah dan tanah, gak ada di undang-undangnya,” ujar Erry.

Kuasa Hukum Warga, Arif Firmansyah pun menekankan, dari hasil pertemuan sebelumnya dengan Camat, Polres, dan Kesbangpol bahwa proses permasalahan warga Jalan Laswi dengan PT. KAI harus melalui putusan peradilan. Ia menyayangkan pihak KAI yang menggeruduk dan mengeluarkan barang-barang warga tanpa putusan pengadilan dan tanpa alasan apa pun.

“Walaupun dia ada hak pakai tapi dia tidak punya kekuatan eksekutorial. Jadi harus dikatakan bahwa kepemilikan hak itu bukan serta-merta kita bisa mengosongkan sesuatu tanpa putusan pengadilan. Itu harus putusan pengadilan karena itu yang mempunyai kekuasaan eksekutorial,” ungkap Arif, selepas audiensi.

Selain itu, ia juga menggarisbawahi, ketika ada putusan pengadilan yang melakukan eksekusi bukanlah pihak PT. KAI, melainkan instrumen negara yang diperintahkan oleh pengadilan. Arif melanjutkan bahwa dulunya warga diberikan surat izin menghuni oleh negara melalui keputusan Tata Usaha Negara yang levelnya sama dengan hak pakai yang dijadikan dalih kepemilikan oleh PT. KAI.

Namun, hak pakai tersebut memberikan hak bukan kepada PT. KAI, melainkan Kementerian Perhubungan cq PJKA. Ketika PJKA yang merupakan lembaga publik kemudian menjadi perusahaan KAI, terdapat konsekuensi yang membuat pemisahan antara lembaga publik maupun perusahaan. Hak pakai pun memiliki jangka waktu terbatas maupun tak terbatas. Jika hak pakainya terbatas, maka kepemilikannya kembali lagi menjadi milik negara.

Baca Juga: Bandung, dari Penggusuran ke Penggusuran
Korban Penggusuran Anyer Dalam Berdemonstrasi ke Kantor Kelurahan
Kalah di Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung, Warga Dago Elos Kembali Melawan

Seorang warga yang sakit dipaksa meninggalkan rumah di Jalan Laswi oleh petugas PT KAI, Rabu (20/7/2022). PT. KAI melakukan pengosongan paksa terhadap 7 rumah yang diklaim sebagai aset mereka. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Seorang warga yang sakit dipaksa meninggalkan rumah di Jalan Laswi oleh petugas PT KAI, Rabu (20/7/2022). PT. KAI melakukan pengosongan paksa terhadap 7 rumah yang diklaim sebagai aset mereka. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Represi Petugas PT. KAI

Saat proses penggusuran berlangsung, situasi sempat memanas yang melibatkan warga rumah No. 24 dengan petugas PT. KAI. Di rumah yang ditinggali oleh Erry, terdapat adiknya yang memiliki riwayat jantung. Sang adik sempat pingsan dan histeris. Erry kemudian meminta didatangkan ambulans. PT. KAI kemudian mendatangkan ambulans kesehatan miliknya.

Tapi penghuni rumah menolak ambulans dari PT KAI sebab hal tersebut dirasa akan memancing trauma. Salah satu cucu perempuan Erry pun menangis melihat ibunya yang pingsan.

Ketika menantu Erry sedang menenangkan, petugas PT. KAI masuk lewat pintu depan dan masuk ke rumah hendak menyuruh keluar suami Erry, Heri, yang sedang sakit. Reporter dan mahasiswa ITB yang berada di dalam rumah menyaksikan kejadian tersebut, disuruh keluar.

Sempat terjadi pemaksaan dari pertugas PT. KAI kepada Heri saat disuruh meninggalkan rumahnya. Heri menolak meninggalkan rumah, tongkatnya sempat ditarik oleh petugas.

“Jangan tarik tongkat saya, jangan ambil tongkat saya,” teriak Heri.

Saat suasana mulai reda, Heri masih keukeuh di sana, berdiri dekat ambulans PT. KAI dikelilingi oleh petugas PT. KAI. Ia menyebutkan bahwa ia tidak mau meninggalkan rumah.

“Hukum karma berlaku di dunia ini. Coba saja. Orang sakit, digotong sepuluh orang, tega. Kalian maunya apa, sudah dibilangin gak mau,” teriak Heri dalam kerumunan tersebut, berdiri dibantu dengan tongkatnya.

Saat di DPRD, selepas audiensi, Erry mengkonfirmasi kejadian tersebut. “Sampai adik saya pingsan. Saya malah gak tau kejadian itu. Terakhir itu yang saya cerita bapak (suaminya), karena bapak itu udah setahun ini sakit, dan jalannya masih belum normal, kemarin saja habis jatuh lagi. Itu yang ibu enggak manusiawi mereka itu kok didorong-dorong seenaknya gitu bapak. Sementara dia, ini pura-pura pakai tongkat. Eh yang tahu siapa, kata ibu. Yang tahu sayalah daripada kalian,” ungkap Erry sambil menirukan gaya berbicara petugas ketika tidak percaya suaminya menggunakan tongkat.

Keterangan PT. KAI

Di lapangan, BandungBergerak mencoba meminta keterangan dari pengacara PT. KAI, Geri.  Ia tidak bersedia memberikan keterangan. Ia malah menyodorkan kontaknya agar dihubungi lebih lanjut. Ia berdalih harus mengkonfirmasi kepada Humas PT. KAI, Kuswardojo, terlebih dahulu.

BandungBergerak juga bertemu dengan Humas Daop 2 PT. KAI, Kuswardojo. Namun ia tidak bersedia memberikan keterangan.

“Saya tidak bersedia memberikan keterangan saya ke BandungBergerak. Tapi kalau mau minta tanggapan ke pihak PT. KAI selain saya, silahkan saja,” ungkapnya.

Deputi Executive Vice President Daop 2 PT. KAI, Bambang Respationi, juga tidak memberikan keterangan.

“Nanti dulu ya, nanti dulu, belum siap,” ungkapnya, sambil berjalan ke arah suatu rumah yang sedang dipagari dengan seng.

Dalam siaran persnya, Kuswardojo menyebutkan penggusuran tersebut merupakan penertiban aset sebagai wujud keseriusan KAI dalam menjaga aset negara sekaligus optimalisasi aset. Tujuh rumah yang “ditertibkan” merupakan rumah yang berada di atas lahan yang merupakan aset perusahaan KAI.

“Sertifikat hak pakai No.2 tahun 1988 menjadi bukti kepemilikan atas aset dilokasi tersebut juga diperkuat dengan disahkan melalui surat keterangan Konfirmasi Bidang Tanah dari BPN yang menyatakan aset tersebut beserta batas-batasnya benar milik negara di bawah pengelolaan KAI. Hal tersebut pun sudah berulang kali disampaikan pada saat sosialisasi,” kata Kuswardojo.

Kuswardojo mengklaim penertiban dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan juga didampingi oleh aparat kewilayahan, TNI dan Polri. Menurutnya, KAI mematuhi aturan perundang-undangan yang berlaku dan mempersilakan bagi warga yang merasa memiliki hak atas rumah dan tanah tersebut untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.

"KAI akan terus melakukan upaya penataan aset yang dikelolanya, untuk menjaga keselamatan aset negara," tutup Kuswardojo.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//