• Nusantara
  • Malam Resepesi AJI, dari Penghargaan Jurnalis Warga hingga Udin Award 2022

Malam Resepesi AJI, dari Penghargaan Jurnalis Warga hingga Udin Award 2022

Aliansi Jurnalis Independen saat ini dipimpin Sasmito dan Ika Ningtyas. AJI lahir sebagai perlawanan komunitas pers terhadap rezim otoriter Orde Baru.

Kekerasan terhadap jurnalis yang menghambat kebebasan pers cenderung meningkat setiap tahunnya. Aliansi Jurnalis Independen sebagai salah satu organisasi jurnalis yang aktif menyuarakan kebebasan pers. (Foto Ilustrasi: AJI, diakses Selasa, 9 Agustus 2022)*

Penulis Iman Herdiana9 Agustus 2022


BandungBergerak.idAliansi Jurnalis Independen (AJI) genap berusia 28 tahun, Minggu malam, 7 Agustus 2022, kemarin. Seperti tahun sebelumnya, peringatan hari lahir AJI diperingati dengan Malam Resepsi Hari Ulang Tahun AJI yang tahun ini mengusung tema “Memperkuat Solidaritas di Tengah Represi Digital dan Oligarki”.

Ada yang baru dalam pada Malam Resepsi AJI 2022 di bidang pemberian penghargaan kepada jurnalis atau media, yaitu adanya Penghargaan Jurnalisme Warga (PJW) dan pers kampus. PJW 2022 diberikan kepada media komunitas nggalek.co serta seorang pewarta warga dari wartadesa.net, Buono. Sementara Penghargaan AJI untuk Pers Mahasiswa diberikan kepada LPM Lintas IAIN Ambon.

Perwakilan dewan juri, Syofiardi Bachyul, menjelaskan penghargaan Penghargaan Jurnalisme Warga baru pertama kali digelar oleh AJI sebagai bentuk dukungan dan pengakuan terhadap peran jurnalisme warga.

“AJI menilai, jurnalisme warga berkontribusi dalam menyediakan informasi bagi publik di tingkat komunitas. Peran ini tak bisa dijalankan sepenuhnya oleh media arus utama,” kata Syofiardi Bachyul, dikutip dari laman AJI, Selasa (9/8/2022).

Sejak pendaftaran usulan kandidat dibuka pada 27 Juni hingga 20 Juli 2022, panitia Penghargaan Jurnalisme Warga menerima 56 usulan kandidat. Sebanyak 32 usulan untuk kategori individu dan 24 usulan untuk kategori komunitas. Usulan kemudian diseleksi oleh Dewan Juri Penghargaan yang terdiri dari tiga anggota AJI yang bergerak di isu jurnalisme warga yakni Syofiardi sendiri, serta Harry Surjadi dan Luhde Suriani.

Syofiardi Bachyul menjelaskan, ada beberapa aspek yang dinilai dari para kandidat, yaitu kualitas karya jurnalistik, isu yang diangkat, kelengkapan data dan keberlanjutan dalam berkarya.

“Pada akhirnya dalam penilaian kualitas, hasilnya beda tipis. Kami dari dewan juri melakukan penilaian dari segi kuantitatif dengan mengadakan diskusi dan membedah karya para kandidat. Ini adalah hasil dari pemilihan yang ketat. Kami sangat bangga dengan para kandidat yang tidak kenal lelah menyuarakan karya jurnalistik sebagai warga,” kata Syofiardi.

Atas penghargaan yang mereka terima, perwakilan nggalek.co, Trigus D Susilo mengatakan, penghargaan tersebut sebagai legitimasi atas apa yang mereka suarakan selama ini, terutama tentang penolakan tambang emas di Trenggalek.

“Kami di Trenggalek saat ini sedang berjuang melawan oligarki yang mencoba menganggu dengan alasan kesejahteraan. Kami di nggalek.co ingin menjadi pembanding bagi suara-suara oligarki yang banyak membeli media untuk kepentingan mereka,” ujarnya, saat menerima penghargaan.

Senada dengan nggalek.co, Buono penerima penghargaan kategori individu menyebut, apa yang diterimanya sebagai pemicu untuk terus berkarya.

“Ini menjadi pemicu untuk menyuarakan akar rumput.Tidak semua warga saat ini berani bersuara terhadap pelayanan publik dan hak-hak warga. Jika ada, tidak banyak yang bicara solusi dari suara-suara akar rumpat” ungkapnya.

LPM Lintas IAIN Ambon

Yang baru lainnya dari Malam Resepsi AJI, AJI memberikan penghargaan kepada pers mahasiswa. Penghargaan ini khusus diberikan kepada pers mahasiswa yang mengalami berbagai bentuk tekanan karena aktivitas jurnalistik.

Peraih penghargaan AJI 2022 adalah LPM Lintas IAIN Ambon. LPM Lintas menerima berbagai tekanan setelah mengungkap kekerasan seksual di lingkungan kampus. Sekretariat mereka dirusak, dan sejumlah pengurusnya dianiaya. Pihak kampus pun membekukan organisasi LPM Lintas, kemudian melaporkan sembilan awak redaksinya ke Polda Maluku. Mereka dituduh melakukan pencemaran nama baik.

Saat ini, LPM Lintas tengah berjuang. Mereka menggugat pemberedelan oleh otoritas kampus ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon.

Perwakilan dewan juri, Erick Tanjung, menjelaskan upaya LPM Lintas menyuarakan kebenaran melalui aktivitas jurnalistik layak diapresiasi. Melalui kerja-kerja jurnalistiknya, LPM Lintas telah menjalankan fungsi pers yaitu kontrol sosial. Kemudian, perlawanan mereka atas pembreidelan merupakan manifestasi dalam menjaga kebebasan pers yang sesuai dengan nilai-nilai perjuangan AJI.

“Bagi AJI, pers mahasiswa punya peran penting dalam memperjuangkan dan mempertahankan kebebasan pers serta kebebasan berekspresi. Keberadaan mereka dapat memperkuat demokrasi yang bisa mendorong pemenuhan kepentingan publik,” kata Erick saat menyampaikan pengumuman pemenang.

Untuk penghargaan tersebut, AJI menerima usulan 27 kandidat dari masyarakat. Pengusul terdiri dari individu dan organisasi. Setelah diseleksi dengan memerhatikan alasan pengusulan dan pemantauan rekam jejak, terdapat lima kandidat yang patut dipertimbangkan untuk menerima penghargaan. Kelima nomine tersebut, yaitu LPM Limas FISIP Universitas Sriwijaya, LPM Lintas IAIN Ambon, LPM Poros Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, BOPM Wacana, dan BPPM Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM).

Proses penilaian dilakukan oleh dewan juri yang terdiri dari Ika Ningtyas (Sekjen AJI Indonesia), Erick Tanjung (Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia), dan Hendry Sihaloho (mantan Ketua AJI Kota Bandar Lampung). Kriteria penilaian berdasarkan lima aspek yakni produktivitas, Kode Etik Jurnalistik, isu yang diangkat, tantangan yang dihadapi, serta keaktifan dalam isu kebebasan pers.

Pemimpin Redaksi LPM Lintas Yolanda Agne mengatakan penghargaan tersebut ia persembahkan untuk seluruh pers mahasiswa di Indonesia. Penghargaan itu, kata dia, menjadi bentuk dukungan komunitas jurnalisme dan masyarakat bahwa pers mahasiswa masih dibutuhkan untuk menyampaikan kebenaran yang disembunyikan dari masyarakat dan kampus.

“LPM LIntas telah menjadi tempat belajar agar kami bisa melawan ketidakadilan dan menyampikan kebenaran. Penghargaan ini bentuk dukungan dari komunitas jurnalistik dan masyarakat, bahwa persma masih dibutuhkan untuk menyampikkan fakta yang disembunyikan dari masyarakat dan kampus. Kami menghadapi tekanan berupa pemukulan, penarikan alat kerja, perusakan sekretariat, pembreidelan dan studi beberapa aktivis LPM dihentikan oleh pihak kampus setelah mengangkat 32 kasus kekerasan seksual di IAIN Ambon,” kata Yolanda di malam penghargaan.

S.K. Trimurti Award 2022

Setiap Malam Resepsi AJI, organisasi jurnalis ini rutin memberikan penghargaan berupa Penghargaan S.K. Trimurti, Penghargaan Tasrif, dan Udin Award 2022. S.K. Trimurti Award 2022 diberikan kepada Puji Astuti, 51 tahun, perempuan penulis isu difabel yang aktif mengadvokasi penyandang disabilitas.

Dewan juri SK Trimurti Award 2022 yang terdiri dari Board Konde.co dan Pendiri Aliansi Laki-laki Baru, Eko Bambang Subiantoro, Feminis dan Aktivis PurpleCode Collective, Dhyta Caturani, Pengurus AJI Indonesia Bidang Gender, Anak, dan Kelompok Marjinal Ana Djukana sepakat memilih Puji Astuti setelah melewati serangkaian diskusi. Dewan juri mempelajari usulan, memeriksa rekam jejak, karya, dan dampaknya terhadap publik.

Dewan Juri menilai, sepanjang perjalanan hidupnya, Astuti yang merupakan penulis dan aktivis perempuan gigih membawa isu difabel ke publik melalui tulisan-tulisannya. Dia juga mengadvokasi difabel dalam berbagai ragam.

Salah satu juri, Dhyta Caturani mengatakan tidak mudah bagi dewan juri memilih satu di antara tiga nomine tersebut. Aktivisme, kerja-kerja dan kontribusi ketiganya sama-sama mencerminkan semangat S.K. Trimurti. “Menginspirasi publik untuk melakoni dan memperjuangan kebebasan pers dan kemerdekaan berpendapat, serta membela kelompok-kelompok yang dimarjinalkan,” kata Dhtya, Ahad, 7 Agustus 2022.

Setelah melalui beberapa tahap penjurian, dewan juri dengan bulat setuju memutuskan Puji Astuti sebagai peraih S.K. Trimurti Award 2022. Astuti atau yang punya nama pena Astuti Parengkuh  produktif menulis di media advokasi difabel, Solider.or.id. Dia aktif menulis isu hak asasi manusia, khususnya perempuan. Dia juga secara konsisten mendampingi penyandang disabilitas. Ibu tunggal dua anak ini menjadi relawan untuk membantu anak dengan penyakit kelainan darah dan komunitas peduli skizofrenia.

Semua aktivisme dan kerja-kerja Astuti Parengkuh, terutama dalam mengadvokasi isu disabilitas yang merupakan salah satu isu minoritas yang paling kerap terlupakan inilah yang menjadi alasan terkuat mengapa dewan juri beranggapan Astuti Parengkuh layak meraih penghargaan S.K. Trimurti 2022.

Astuti pernah menjadi kontributor blog Jurnal Perempuan. Relawan Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM) Solo ini banyak menulis tentang isu Hak Asasi Manusia, khususnya perempuan.

Astuti produktif menulis, bukan hanya artikel, tapi cerpen, puisi, dan novel anak. Dia juga aktif dalam komunitas Cerita Nulis Diskusi Online (Cendol). Menulis bagi Astuti menjadi terapi setelah kehilangan anaknya, Asa Putri Utami, karena penyakit lupus. Catatan harian mendampingi anaknya itu kemudian dibukukan dalam buku berjudul Malaikat Mungilku.

Tidak hanya menulis, perempuan kelahiran Surakarta ini ikut mengadvokasi penyandang disabilitas. Sempat menjadi relawan Family Supporting Group, mendampingi pasien anak dengan penyakit kelainan darah. Ibu tunggal dua anak ini juga bergiat sebagai relawan di Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia simpul Solo Raya pada 2015 hingga sekarang.

AJI memberikan S.K. Trimurti Award sejak 2008. SK Trimurti Award bagian dari menghargai pahlawan nasional dan aktivis perempuan, Soerastri Karma Trimurti. SK Trimurti, lahir di Boyolali, 11 Mei 1912. Akibat aktivitas jurnalistik yang mengobarkan semangat anti penjajahan, ia bolak-balik dijebloskan ke penjara.

Dia seorang perempuan jurnalis pertama di Indonesia. Selain itu, Soerastri Karma Trimurti juga dipilih karena kegigihannya dalam memperjuangkan kebebasan pers, kebebasan berekspresi dan hak kaum tertindas terutama perempuan.

Perempuan memiliki peran krusial dalam memperjuangkan demokrasi, hak asasi manusia, dan kebebasan pers di Indonesia. Namun, peran perempuan sering kali dilupakan karena narasi sejarah yang cenderung patriarkis. Penghargaan tersebut berupaya mendorong kesetaraan gender, terutama di media massa.

AJI secara berkala memberikan penghargaan ini setiap tahun. Sebelum Puji Astuti, AJI menganugerahkan S.K. Trimurti Award 2021 kepada Era Purnama Sari dari YLBHI. Peraih SK Trimurti Award yang pertama adalah Masruchah, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (saat itu).

Tasrif Award 2022

Penghargaan dari AJI berikutnya, Tasrif Award 2022, diberkan kepada dosen jurusan Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Herlambang Perdana Wiratraman dan Project Multatuli.

Tasrif Award adalah penghargaan yang diperuntukkan perorangan maupun kelompok atau lembaga yang gigih memperjuangkan kemerdekaan pers dan kemerdekaan berpendapat.

Menurut perwakilan Dewan Juri Tasrif Award, Feri Amsari, kedua penerima penghargaan Tasrif Award adalah figur-figur yang meperjuangkan nilai-nilai demokrasi, Hak Asasi Manusia dan terlibat memperjuangkan korban-korban pelanggaran HAM.

“Mudah-mudahan penerimanya akan terus berjuang di barisan yang sama dengan AJI dan masyarakat sipil lainnya dalam memperjuangkan isu hak asasi manusia,” kata Feri.

Sebelumnya, AJI menerima sembilan usulan kandidat Tasrif Award dari masyarakat. Para kandidat tersebut kemudian dinilai oleh tiga juri terdiri atas Feri Amsari dari Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Nurlaela Lamasitudju sebagai Sekretaris Jenderal Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM) Sulawesi Tengah (Sulteng), dan Arfi Bambani selaku mantan Sekretaris Jenderal AJI Indonesia.

Herlambang adalah sosok yang aktif membela kelompok marjinal yang menjadi korban ketidakadilan struktural. Ia memberikan pendidikan hukum gratis ke warga-warga kampung yang menjadi korban konflik agraria, penggusuran, buruh, hingga ke komunitas petani dan masyarakat adat.

Ia terlibat memberikan pendapat hukum dalam pemidanaan terhadap petani korban konflik tambang Budi Pego, melawan penambangan di Pegunungan Karst Kendeng, kasus kekerasan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi. Herlambang juga turun mengadvokasi warga yang menjadi korban kongkalingkong pemerintah dan penambang batu andesit di Wadas Purworejo, yang ramai diberitakan di awal tahun 2022 ini.

Sedangkan Project Multatuli adalah organisasi jurnalisme yang berdiri pada Mei 2021 dengan karya-karyanya yang berfokus memberi suara pada mereka yang sudah banyak menderita, di antaranya kaum miskin kota dan desa, korban diskriminasi seks dan gender, dan masyarakat adat, serta membongkar ketidakadilan sistematis yang belum banyak berubah sejak zaman kolonial.

Dalam sesi sambutan oleh penerima penghargaan, Herlambang P Wiratraman mengatakan dia merasa terhormat menerima penghargaan tersebut. Dia tak pernah menbayangkan akan mendapat sesuatu dari kerja-kerja akademik, mendukung warga, jurnalis maupun mahasiswa.

“Sebagai dosen hukum biasa, saya cuma merasa gelisah atas apa yang terjadi di luar tembok kampus. Tidak bisa berdiam diri melihat realitas ketidakadilan di depan mata, ada kekerasan, intimidasi, dan segala bentuk represi,” kata dia.

Herlambang mengatakan, peran ilmuwan dan kaum akademisi begitu penting dan dibutuhkan di tengah maraknya propaganda, manipulasi informasi dan pemanfaatan teknologi sebagai alat kuasa baru. Saat ini makin banyak upaya pendangkalan informasi, sehingga bertolak belakang dengan upaya pencerdasan publik. Sementara negara hukum digerogoti sistem kekuasaan oligarki yang tak hanya merusak demokrasi tapi menyengsarakan rakyat banyak.

“Oleh karena itu sudah jadi kewajiban penting bahu-bahu mendukung suara kritis publik, berani menyuarakan kebenaran, melawan ketidakadilan sosial, korupsi, penghancuran ekologis dan dehumanisasi. Sehingga peran ilmuwan dan kaum akademisi begitu penting dan dibutuhkan. Sehingga disayangkan jika kampus tidak berdiri tegak membentengi kebebasan akademik dan perjuangan warga,” katanya.

Sementara bagi pendiri Project Multatuli, Evi Mariani, Tasrif Award tidak hanya sebagai bentuk apreasiasi, tapi juga wujud cinta dan solidaritas dari dan untuk mereka, untuk kita, yang memperjuangkan kebebasan berpendapat dan berekspresi, keadilan dan kesetaraan.

“Project M lahir dan tumbuh lalu diserang oleh mereka yang lebih berkuasa, tapi tetap bertahan karena solidaritas dan cinta dari kawan-kawan semua, termasuk AJI, dan banyak media lain,” kata Evi.

Udin Award 2022

Penghargaan rutin lainnya dari AJI adalah Udin Award, tahun ini diberikan kepada jurnalis dari Tanah Papua, Victor Mambor. Victor Mambor dinilai konsisten mengangkat pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat. Pengalaman jurnalistiknya telah membentang sejak 1996, dengan menulis di sejumlah media, baik di Indonesia dan luar negeri.

Victor Mambor menjadi salah satu pendiri Jubi, media yang berbasis di Ibukota Papua, Jayapura. Bersama Jubi, Victor membawa lebih banyak suara-suara dari Papua, di tengah dominasi informasi yang bias, sepihak dan mendiskriminasi Papua.

Salah satu anggota juri Udin Award 2022, Bambang Muryanto, mengatakan tidak mudah bagi seorang jurnalis mempertahankan profesionalitas dan independensinya di wilayah konflik bersenjat. Apalagi ketika situasi wilayah tersebut serupa dengan darurat militer tanpa pengakuan resmi pemerintah.

"Keselamatan diri dan keluarganya menjadi taruhan. Kondisi lokasi yang sangat sulit juga menjadi tantangan tersendiri untuk menyajikan berita yang komprehensif dan nir pelanggaran etika jurnalistik," kata Bambang.

Bambang menjelaskan, selama menjalani karirnya, Victor Mambor pernah hilang akun twitternya setelah menyebarkan perilaku kekerasan yang dilakukan militer kepada warga sipil. Beberapa waktu lalu, mobilnya juga dirusak oleh orang tidak dikenal yang hingga kini belum diketahui identitasnya.

"Ancaman tentu makanan sehari-hari baginya sebagaimana jurnalis lain di daerah konflik bersenjata," kata Bambang.

Juri lainnya, Dhia Al Uyun mengatakan, Victor Mambor memimpin sebuah media massa yang menjadi rujukan untuk mengetahui peritiwa konflik di Tanah Papua. Ia berharap Udin Award dapat memberinya semangat baru untuk menegakkan keadilan di Tanah Papua.

"Selamat untuk Victor Mambor, semoga penghargaan ini menjadi penyemangat untuk terus menegakkan keadilan di tanah Papua dan menggelorakan semangat tersebut. Terus berkarya dan jangan lupa utamakan keselamatan diri dan keluarga!" kata Dhia.

Udin Award adalah penghargaan tahunan AJI untuk mendorong kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Udin Award diambil dari nama panggilan jurnalis Harian Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin, yang meninggal pada 16 Agustus 1996 di Yogyakarta.

Udin dianiaya orang yang tidak dikenal, karena pemberitaan yang ditulisnya pada 13 Agustus 1996. Ia kemudian meninggal tiga hari kemudian. Sampai saat ini, kasusnya tidak tuntas diusut. Pembunuh Udin masih berkeliaran.

Melalui Udin Award, AJI ingin memberikan penghargaan kepada jurnalis maupun kelompok jurnalis profesional, dan memiliki dedikasi kepada dunia jurnalistik, serta menjadi korban kekerasan baik fisik atau psikis karena terkait langsung dengan aktivitas jurnalistiknya.

Pada 2022, AJI menerima tujuh usulan kandidat penerima Udin Award dari masyarakat. Usulan tersebut kemudian dinilai oleh Dewan Juri yang terdiri dari Asfinawati (pejuang hak asasi manusia), Dhia Al-Uyun (akademisi Universitas Brawijaya, Malang), dan Bambang Muryanto (AJI).

Dalam sesi sambutan, Victor Mambor mengucapkan terima kasih kepada AJI. Penghargaan tersebut akan mengingatkan publik atas intimidasi, kriminalisasi, kekerasan fisik, verbal dan digital terhadap jurnalis masih terjadi hingga saat ini, dan masih diperjuangkan oleh komunitas pers.

Meskipun secara umum Indonesia menghadapi represi oligarki dan penyempitan ruang demokrasi, Victor mengingatkan, kebebasan pers di Tanah Papua, masih berada di posisi paling rendah di Indonesia.

"Jika kita percaya bahwa pers adalah pilar demokrasi keempat, maka sudah seharusnya kita mendorong kebebasan pers yang lebih baik di Tanah Papua agar demokrasi di Tanah Papua semakin baik juga, sehingga benar-benar menjadi surga kecil yang jatuh ke bumi. Sekali lagi, terima kasih atas kepercayaan kita semua pada saya menerima penghargaan ini! Selamat ulang tahun AJI ke 28," kata Victor.

Baca Juga: Catatan Akhir Tahun AJI: Kebebasan Pers dalam Kabut Kekerasan dan Kriminalisasi
AJI: Selama Pandemi Covid-19, Kekerasan terhadap Jurnalis Meningkat
Hari Demokrasi Internasional 2021: Maraknya Parade Kekerasan dan Serangan terhadap Pembela HAM

LPM Lintas IAIN Ambon mendapat penghargaan pada malam resepsi AJI 2022. LPM Lintas IAIN Ambon mengungkap kasus kekerasan di kampusnya dan mendapatkan teror hingga upaya kriminalisasi. (Foto via AJI)
LPM Lintas IAIN Ambon mendapat penghargaan pada malam resepsi AJI 2022. LPM Lintas IAIN Ambon mengungkap kasus kekerasan di kampusnya dan mendapatkan teror hingga upaya kriminalisasi. (Foto via AJI)

Sejarah Aliansi Jurnalis Independen

Aliansi Jurnalis Independen saat ini dipimpin Sasmito, ketua, dan Ika Ningtyas, sekjen. Dikutip dari laman resmi, AJI lahir sebagai perlawanan komunitas pers Indonesia terhadap kesewenang-wenangan rezim Orde Baru. Mulanya adalah pembredelan Detik, Editor dan Tempo, 21 Juni 1994. Ketiganya dibredel karena pemberitaannya yang tergolong kritis kepada penguasa. Tindakan represif inilah yang memicu aksi solidaritas sekaligus perlawanan dari banyak kalangan secara merata di sejumlah kota.

Setelah itu, gerakan perlawanan terus mengkristal. Akhirnya, sekitar 100 orang yang terdiri dari jurnalis dan kolumnis berkumpul di Sirnagalih, Bogor, 7 Agustus 1994. Pada hari itulah mereka menandatangani Deklarasi Sirnagalih. Inti deklarasi ini adalah menuntut dipenuhinya hak publik atas informasi, menentang pengekangan pers, menolak wadah tunggal untuk jurnalis, serta mengumumkan berdirinya AJI.

Pada masa Orde Baru, AJI masuk dalam daftar organisasi terlarang. Karena itu, operasi organisasi ini di bawah tanah. Roda organisasi dijalankan oleh dua puluhan jurnalis-aktivis. Untuk menghindari tekanan aparat keamanan, sistem manajemen dan pengorganisasian diselenggarakan secara tertutup. Sistem kerja organisasi semacam itu memang sangat efektif untuk menjalankan misi organisasi, apalagi pada saat itu AJI hanya memiliki anggota kurang dari 200 jurnalis.

Selain demonstrasi dan mengecam tindakan represif terhadap media, organisasi yang dibidani oleh individu dan aktivis Forum Wartawan Independen (FOWI) Bandung, Forum Diskusi Wartawan Yogyakarta (FDWY), Surabaya Press Club (SPC) dan Solidaritas Jurnalis Independen (SJI) Jakarta ini juga menerbitkan majalah alternatif Independen, yang kemudian menjadi Suara Independen.

Gerakan bawah tanah ini menuntut biaya mahal. Tiga anggota AJI, yaitu Ahmad Taufik, Eko Maryadi dan Danang Kukuh Wardoyo dijebloskan ke penjara, Maret 1995. Taufik dan Eko masuk bui masing-masing selama 3 tahun, Danang 20 bulan. Menyusul kemudian Andi Syahputra, mitra penerbit AJI, yang masuk penjara selama 18 bulan sejak Oktober 1996.

Selain itu, para aktivis AJI yang bekerja di media dibatasi ruang geraknya. Pejabat Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) juga tidak segan-segan menekan para pemimpin redaksi agar tidak memperkerjakan mereka di medianya.

Konsistensi dalam memperjuangkan misi inilah yang menempatkan AJI berada dalam barisan kelompok yang mendorong demokratisasi dan menentang otoritarianisme. Inilah yang membuahkan pengakuan dari elemen gerakan pro demokrasi di Indonesia, sehingga AJI dikenal sebagai pembela kebebasan pers dan berekspresi.

Pengakuan terhadap AJI tak hanya datang dari dalam negeri, tetapi juga dari mancanegara. Di antaranya dari International Federation of Journalist (IFJ), Article XIX dan International Freedom Expression Exchange (IFEX). Ketiga organisasi internasional tersebut kemudian menjadi mitra kerja AJI. Selain itu banyak organisasi-organisasi asing, khususnya NGO internasional, yang mendukung aktivitas AJI. Termasuk badan-badan PBB yang berkantor di Indonesia.

AJI diterima secara resmi menjadi anggota IFJ, organisasi jurnalis terbesar dan paling berpengaruh di dunia, yang bermarkas di Brussels, Belgia, pada 18 Oktober 1995. Aktivis lembaga ini juga mendapat beberapa penghargaan dari dunia internasional. Di antaranya dari Committee to Protect Journalist (CPJ), The Freedom Forum (AS), International Press Institute (IPI-Wina) dan The Global Network of Editors and Media Executive (Zurich).

Setelah Suharto jatuh, pers mulai menikmati kebebasan. Jumlah penerbitan meningkat. Setelah reformasi, tercatat ada 1.398 penerbitan baru. Namun, hingga tahun 2000, hanya 487 penerbitan saja yang terbit. Penutupan media ini meninggalkan masalah perburuhan. AJI melakukan advokasi dan pembelaan atas beberapa pekerja pers yang banyak di-PHK saat itu.

Selain bergugurannya media, fenomena yang masih cukup menonjol adalah kasus kekerasan terhadap jurnalis. Berdasarkan catatan AJI, setelah reformasi, kekerasan memang cenderung meningkat. Tahun 1998, kekerasan terhadap jurnalis tercatat sebanyak 42 kasus. Setahun kemudian, 1999, menjadi 74 kasus dan 115 di tahun 2000. Setelah itu, kuantitasnya cenderung menurun: sebanyak 95 kasus (2001), 70 kasus (2002) dan 59 kasus (2003).

Kasus yang tergolong menonjol pada tahun 2003 adalah penyanderaan terhadap wartawan senior RCTI Ersa Siregar dan juru kamera RCTI, Ferry Santoro. AJI terlibat aktif dalam usaha pembebasan keduanya, sampai akhirnya Fery berhasil dibebaskan. Namun, Ersa Siregar meninggal dalam kontak senjata antara TNI dan penyanderanya, Gerakan Aceh Merdeka.

Pada saat yang sama, juga mulai marak fenomena gugatan terhadap media. Beberapa media yang digugat ke pengadilan -- pidana maupun perdata-- adalah Harian Rakyat Merdeka, Kompas, Koran Tempo, Majalah Tempo dan Majalah Trust. Atas kasus-kasus tersebut, AJI turut memberikan advokasi.

Selain itu, AJI juga membuat program Maluku Media Center. Selain sebagai safety office bagi jurnalis di daerah bergolak tersebut, program itu juga untuk kampanye penerapan jurnalisme damai. Sebab, berdasarkan sejumlah pengamat dan analis, peran media cukup menonjol dalam konflik bernuansa agama tersebut. Hingga kini, program tersebut masih berjalan.

Agenda AJI Mendatang

Setelah rezim Orde Baru tumbang oleh “Revolusi Mei 1998”, kini Indonesia mulai memasuki era keterbukaan. Rakyat Indonesia, termasuk jurnalis, juga mulai menikmati kebebasan berbicara, berkumpul dan berorganisasi. Departemen Penerangan, yang dulu dikenal sebagai lembaga pengontrol media, dibubarkan. Undang-Undang Pers pun diperbaiki sehingga menghapus ketentuan-ketentuan yang menghalangi kebebasan pers.

AJI, yang dulu menjadi organisasi terlarang, kini mendapat keleluasaan bergerak. Jurnalis yang tadinya enggan berhubungan dengan AJI, atau hanya bisa bersimpati, mulai berani bergabung. Jumlah anggotanya pun bertambah. Perkembangan jumlah anggota akibat perubahan sistem politik ini, tentu saja, juga mengubah pola kerja organisasi AJI.

Kini, AJI tak bisa lagi sekedar mengandalkan idealisme dan semangat para aktivisnya untuk menjalankan visi dan misi organisasi. Pada akhirnya, organisasi ini mulai digarap secara profesional. Bukan hanya karena jumlah anggotanya yang semakin banyak, namun tantangan dan masalah yang dihadapi semakin berat dan kompleks.

Sejak berdirinya, AJI mempunyai komitmen untuk memperjuangkan hak-hak publik atas informasi dan kebebasan pers. Untuk yang pertama, AJI memposisikan dirinya sebagai bagian dari publik yang berjuang mendapatkan segala macam informasi yang menyangkut kepentingan publik.

Mengenai fungsi sebagai organisasi pers dan jurnalis, AJI juga gigih memperjuangkan dan mempertahankan kebebasan pers. Muara dari dua komitmen ini adalah terpenuhinya kebutuhan publik akan informasi yang obyektif.

Untuk menjaga kebebasan pers, AJI berupaya menciptakan iklim pers yang sehat. Suatu keadaan yang ditandai dengan sikap jurnalis yang profesional, patuh kepada etika dan –jangan lupa-- mendapatkan kesejahteraan yang layak. Ketiga soal ini saling terkait. Profesionalisme –plus kepatuhan pada etika-- tidak mungkin bisa berkembang tanpa diimbangi oleh kesejahteraan yang memadai. Menurut AJI, kesejahteraan jurnalis yang memadai ikut mempengaruhi jurnalis untuk bekerja profesional, patuh pada etika dan bersikap independen.

Program kerja yang dijalankan AJI untuk membangun komitmen tersebut, antara lain dengan sosialisasi nilai-nilai ideal jurnalisme dan penyadaran atas hak-hak ekonomi pekerja pers. Sosialisasi dilakukan antara lain dengan pelatihan jurnalistik, diskusi, seminar serta penerbitan hasil-hasil pengkajian dan penelitian soal pers. Sedang program pembelaan terhadap hak-hak pekerja pers, antara lain dilakukan lewat advokasi, bantuan hukum dan bantuan kemanusiaan untuk mereka yang mengalami represi, baik oleh perusahaan pers, institusi negara, maupun oleh kelompok-kelompok masyarakat.

Berdasarkan keputusan Kongres AJI ke-V di Bogor, 17-20 Oktober 2003, ditetapkan bahwa bentuk organisasi AJI adalah perkumpulan. Namun, AJI Kota (seperti AJI Bandung, AJI Surabaya, AJI Makassar, dan lainnya) mempunyai otonomi untuk mengatur rumah tangganya sendiri, kecuali dalam hal (1) berhubungan dengan IFJ, organisasi international tempat AJI berafiliasi dan pihak-pihak internasional lainya; serta (2) mengangkat dan memberhentikan anggota.

Kekuasaan tertinggi AJI ada di tangan Kongres yang digelar setiap tiga tahun sekali. AJI dijalankan oleh pengurus harian dibantu Koordinator Wilayah dan Biro-biro khusus. Dalam menjalankan kepengurusan organisasi, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal AJI dibantu oleh beberapa koordinator divisi beserta anggotanya, yang didukung pula oleh manajer kantor serta staf pendukung.

Untuk mengontrol penggunaan dana organisasi dibentuklah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang anggotanya dipilih oleh Kongres. Majelis Kode Etik juga dipilih melalui Kongres. Tugas lembaga ini adalah memberi saran dan rekomendasi kepada pengurus harian atas masalah-masalah pelanggaran kode etik organisasi yang dilakukan oleh pengurus maupun anggota.

Kepengurusan sehari-hari AJI Kota dilakukan oleh Pengurus Harian AJI Kota, yang terdiri atas Ketua, Sekretaris, Bendahara dan beberapa koordinator divisi. Mereka dipilih lewat Konferensi AJI Kota yang dilangsungkan setiap dua tahun sekali.

AJI membuka diri bagi setiap jurnalis Indonesia yang secara sukarela berminat menjadi anggota. Syarat terpenting adalah menyatakan bersedia menaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, serta Kode Etik AJI. Bagi yang berminat, bisa menghubungi sekretariat AJI Indonsia, AJI kota atau AJI perwakilan luar negeri.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//