• Berita
  • Rapor Kuning Pendidikan Jawa Barat Perlu Berkaca pada Finlandia dan Ki Hajar Dewantara

Rapor Kuning Pendidikan Jawa Barat Perlu Berkaca pada Finlandia dan Ki Hajar Dewantara

Sistem pendidikan di Finlandia dibedah dalam buku Teach Like Finland. Sistem ini sudah diterapkan di Taman Siswa oleh Ki Hajar Dewantara.

Buku Teach Like Finland kemudian dibedah oleh Forum Taman Baca Masyarakat (FTBM) Jawa Barat di Perpustakaan Ajip Rosidi, Jalan Garut No. 2, Kota Bandung, Rabu (8/10/2022), sembari meluncurkan sekretariat baru FTBM di Perpustakaan Ajip Rosidi. (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)

Penulis Reza Khoerul Iman11 Agustus 2022


BandungBergerak.id – Kualitas suatu masyarakat sangat ditentukan oleh sistem pendidikan. Dalam kasus ini, Finlandia telah membuktikan sebagai negara nomor satu di bidang pendidikan. Padahal sebelum tahun 2000, Finlandia bukanlah satu negara yang mendapat sorotan dunia dalam hal pendidikan.

Kualitas pendidikan negeri Skandinavia itu mengemuka setelah penulis Amerika, Timothy D. Walker menulis buku Teach Like Finland. Hal ini kemudian diperkuat oleh hasil riset OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) pada 2001 yang menyatakan bahwa percepatan Finlandia dalam hal pendidikan melebihi Amerika.

Buku Teach Like Finland kemudian dibedah oleh Forum Taman Baca Masyarakat (FTBM) Jawa Barat di Perpustakaan Ajip Rosidi, Jalan Garut No. 2, Kota Bandung, Rabu (8/10/2022), sembari meluncurkan sekretariat baru FTBM di Perpustakaan Ajip Rosidi.

Bedah buku tersebut mengundang Maman Suherman, Ahmad Nugraha, dan Cahyana Ahmadjayani sebagai pemantik yang memberikan perspektif bagaimana perbandingan kondisi pendidikan di Finlandia dan Indonesia.

Maman Suherman yang bergelut di dalam dunia tulis-menulis mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia saat ini masih belum terbilang luar biasa, bahkan ia menuturkan hasil riset terkait tingkat kecakapan literasi setingkat Jawa Barat masih berwarna kuning. Keberadaan kampus ternama setingkat Institut Teknologi Bandung belum mampu meningkatkan aktivitas literasi di lingkungan masyarakat.

“Kalau lihat aktivitas literasi dari barat sampai timur itu masih kurang, bahkan Jawa Barat masih warna kuning soal kecapakan aktivitas literasinya. Bisa baca tapi tidak paham apa yang ia baca, bisa baca tapi tidak menamatkan buku yang ia baca, atau apa yang telah dibaca sudah menjadi barang atau jasa? Ini pertanyaan-pertanyaan yang kalau kita temukan tentang aktivitas literasi di Indonesia. Bahkan Bandung yang mempunyai ITB dan Telkom belum mampu meningkatkan aktivitas literasi, kita malah kalah dengan kota besar lainnya,” tutur Maman.

Maman cukup merasa miris ketika melihat fakta bahwa pendidikan di Indonesia masih belum banyak menghasilkan insan yang benar-benar terdidik. Oleh karenanya buku Teach Like Finland cukup memberikan masukan yang bagus perihal proses belajar dan mengajar.

Orientasi menghafal pada pendidikan di Indonesia dinilainya sudah tidak relevan lagi. Peserta didik yang sudah hafal satu peristiwa sejarah, misalnya, belum tentu ia cerdas. Sementara hikmah dan makna di balik dari peristiwa tersebut tidak tercapai karena orientasi hafalan tadi. Sedangkan peristiwa sejarah dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk generasi selanjutnya, namun itu luput untuk dipikirkan dan menjadi persoalan di pendidikan kita.

Sementara, Ahmad Nugraha menambahkan persoalan lain dalam aktivitas literasi di Indonesia, yaitu pada program Penilaian Pelajar Internasional Indonesia hanya menempati posisi 62 dari 75 negara.

“Hal ini relevan juga dengan fakta di Indonesia. Kalau dihitung, satu orang di Indonesia hanya mampu menamatkan tiga buah buku saja dalam satu tahun, sementara Finland dapat menamatkan 33 sampai 50 buku dalam satu tahun,” tutur Ahmad.

Baca Juga: Siswa Berprestasi di Bandung Terancam tak Bisa Masuk SMA Negeri karena Terganjal Jarak pada Sistem PPDB Jabar
SDN 5 Cikidang, Riwayatmu Kini
Guru Honorer Menuntut Kejelasan Nasib ke Gedung Sate dengan Satir Citayam Fashion Week

Sistem Pendidikan Finlandia Sudah Diterapkan Ki Hajar Dewantara Lewat Taman Siswa

Buku Teach Like Finland yang sudah cukup populer di kalangan para pendidik dan menjadi salah satu rujukannya, menyebutkan lima poin yang menjadi dasar keberhasilan pendidikan di Finlandia. Menariknya, Maman menyebut bahwa lima poin tersebut sebetulnya sudah diterapkan oleh Ki Hajar Dewantara melalui perkumpulan Taman Siswanya.

“Keberhasilan Finland itu cuma lima poin, kok. Nanti kita lihat lima poin ini ternyata dilakukan Ki Hajar Dewantara dengan ilmunya Patrap Triloka yaitu ngerti, ngerasa, dan melakoni. Bukan hanya sekadar ngerti,” kata Maman.

Poin pertama, sistem pendidikan di Finlandia inklusif dan tidak berorientasi pada kepintaran atau hafalan, tapi mengutamakan kebahagiaan siswanya. Oleh karenanya tidak heran indeks kebahagiaan di Finlandia cukup tinggi karena kebahagiaan fokus pada pendidikan mereka.

Ahmad Nugraha yang pernah menginjakkan kakinya di Finlandia dan melihat dengan kacamatanya sendiri bagaimana proses belajar mengajar di Finlandia mengakui hal tersebut. Menurutnya, di sana profesi seorang guru sama nilanya dengan seorang CEO perusahaan. Kemudian semua guru pasti sangat paham plus dan minusnya soerang peserta didik sehingga ia dapat mengarahkannya.

“Saya pernah masuk ke dalam kelasnya, gak kayak gini, tidak one way, tapi ada layout kelasnya seperti U atau berada di luar ruangan. Pembawaannya tidak membuat si siswanya bosan, pelajarannya gak terpaku di kelas, bisa di taman di dekat kolam. Menurut Finland edukasi itu bukan kompetisi, makanya tidak ada UN atau ujian lainnya, tapi mereka mengajarkan problem solving. Karenanya kenapa orang Finland lebih siap ketika masuk dunia pekerjaan, karena yang diajarkan problem solving bukan hafalan pelajaran,” ungkap Ahmad.

Pendidikan dan Lingkungan Finlandia

Pemaparan diskusi tersebut kemudian dilengkapi oleh Cahyana Ahamdjayadi bahwa kesuksesan Finlandia menurutnya tidak lepas dari seorang presidennya. Visi dan misi presiden yang dapat membawa dampak dan perubahan menjadikan Finlandia menjadi negara yang sukses.

“Pada saat berbicara tentang Finlandia yang ada di benak saya itu bukan mengenai sistim pengajaran, tapi bagaimana orang-orang Finlandia itu memilih seorang presiden. Pada saat itu presidennya memiliki visi yang sangat baik, visinya yaitu kalau ia diangkat jadi presiden maka saya akan jadikan setiap tetes air yang ada di sungai-sungai Finlandia itu dapat diminum,” tuturnya.

Artinya, terdapat ikhtiar yang luar biasa untuk membuat sungai-sungai di Finlandia dapat diminum, maka presidennya akan membuat area yang ramah lingkungan dan membuat pola hidup masyarakat menjadi lebih sehat dan baik.

Dalam hal ini, selain menjadi tugas para pengajar dalam memajukan pendidikan di Indonesia, diharapkan para pemimpin dan elite di Indonesia mesti mendukung penuh terhadap nasib dan kesejahteraan pendidikan di Indonesia.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//