Independent Media Accelerator Memilih Lima Media untuk Membangun Inovasi Pemberitaan
Kelima media yang dipilih IMA adalah: Bale Bengong (Denpasar), BandungBergerak (Bandung), Jurnalis Komik (Bandung), Lekasura (Wakatobi), dan Trust TV (Makassar).
Penulis Iman Herdiana25 Agustus 2022
BandungBergerak.id - Setelah pelatihan selama dua pekan–baik secara daring maupun luring, Independent Media Accelerator (IMA) akhirnya memilih lima media untuk mengikuti program fellowship. Kelima media dinilai telah menawarkan berbagai inovasi dalam industri media massa.
Independent Media Accelerator adalah program pelatihan dan fellowship untuk peningkatan kapasitas media dalam tiga ranah: jurnalisme berkualitas, menemukan model bisnis baru dan optimal, serta pemanfaatan transformasi digital. Ada 164 pendaftar dan hanya 20 media yang berhak mengikuti pelatihan.
Upaya akselerasi mencari bentuk dan menemukan model bisnis media ini merupakan inisiasi Tempo Institute bersama sejumlah lembaga seperti Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Google News Inisiative, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Diharapkan media digital baru yang terpilih dapat melalui tantangan disrupsi teknologi dengan mulus.
“Independent Media Accelerator adalah upaya kita untuk mencari dan menemukan bersama bentuk baru dan cara baru bermedia,” kata Direktur Tempo Institute, Qaris Tajudin, dalam sambutanya membuka kegiatan, dikutip dari siaran pers, Kamis (25/8/2022).
Di akhir pelatihan pada 24 Agustus 2022, dipilih lima media dengan perencanaan terbaik untuk mendapatkan bantuan sebesar Rp 100 juta untuk dipakai dalam proyek akselerasi di medianya, berdasarkan proposal yang sudah disusunnya.
Kelima media itu adalah: Bale Bengong (Denpasar), Bandung Bergerak (Bandung), Jurnalis Komik (Bandung), Lekasura (Wakatobi), dan Trust TV (Makassar).
Untuk bisa lolos dalam pemilihan, proposal para peserta dinilai dan diwawancarai oleh para juri yang merupakan para petinggi di sejumlah media massa besar dan berpengalaman. Para juri adalah Uni Zulfiani Lubis (Pemimpin Redaksi IDN Times), Wahyu Dhyatmika (CEO Tempo Digital), Ade Wahyudi (Managing Director Kata Data), dan Suwarjono (Pemimpin Redaksi Suara.com).
Para juri mempertimbangkan beberapa hal, seperti kejelasan tujuan proposal, inovasi yang ditawarkan, efektivitas dan efisiensi budget, serta keberlanjutan kegiatan yang diusulkan pasca program IMA. Mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan tajam ke para peserta, terutama dari sisi keberlanjutan program.
Kelima media yang terpilih dianggap mampu memberikan usulan program menarik di media mereka masing-masing. Bahkan tak jarang ide mereka berseberangan dengan kebiasaan media lain.
Saat sebagian besar berita disampaikan lewat teks dan video, Jurnalis Komik menawarkan penyampaian berita melalui komik; ketika sebagian besar podcast mengundang tokoh terkenal, BandungBergerak malah mau buat podcast dengan mengundang orang pinggiran.
BandungBergerak juga menggarap kerja sama dengan beragam komunitas di Bandung yang salah satu bentuk kolaborasinya berupa pemuatan esai karya anggota komunitas.
Inovasi juga tidak hanya di dalam ruang berita (newsroom), tapi juga soal bisnis. Bale Bengong, misalnya merangkul para jurnalis warga untuk mengangkat pariwisata berbasis budaya di Bali.
Selama 2-3 bulan ke depan kelima media tersebut akan menjalankan program-program yang mereka usulkan. IMA tidak hanya memberikan dukungan dana, tapi juga mentor kepada setiap peserta yang terpilih.
IMA adalah program yang diinisiasi oleh Tempo Institute dengan dukungan dari Google News Initiative, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, dan Visi Integritas.
Sebelumnya, Independent Media Accelerator diawali dengan pelatihan atau bootcamp media digital yang diikuti 20 media. Mereka datang dari berbagai pelosok daerah dengan berbagai jenis dan bentuk media.
Mereka mengikuti pelatihan selama 7 hari, empat hari pertama pelatihan dilaksanakan secara online melalui zoom, sedang kelas offline (bootcamp) diadakan selama 3 hari di Jakarta. Peserta diboyong dari daerah masing masing untuk mengikuti bootcamp di hotel IBIS Tamarin Jakarta untuk mengikuti pendalaman materi tentang, kualitas jurnalis, transformasi digital, dan model bisnis.
Baca Juga: Cerita Jurnalis Bandung Saat Mengabadikan 731 Hari Pandemi Covid-19 di Jawa Barat
PROFIL AJI BANDUNG: Bukan Sekadar Kumpulan Wartawan Antiamplop
Saatnya Media Lokal Independen di Bandung Berjejaring
IMA, Upaya Mencari Cara Baru Bermedia
Direktur Tempo Institute, Qaris Tajudin, memaparkan bahwa dari negara maju, hingga negara berkembang dan negara yang lebih mundur sepakat belum menemukan bentuk bisnis baru bermedia maupun cara baru bermedia.
Berbeda dengan misalnya film dan bioskop yang telah menemukan model seperti Netflix atau di sektor lain yang telah menemukan model baru setelah mengalami disrupsi. Di sektor media saat ini orang masih mencari-mencari bentuk dan model bisnisnya.
Ada tiga hal yang disoroti di dunia media. Pertama, kualitas jurnalisme, di mana kualitas jurnalisme dinilai menurun. Kehadiran digital mendorong orang beradu cepat dan banyak-banyakan memproduksi berita, sebab jika tidak banyak berita maka google analitik akan jeblok.
Kedua, adalah bisnis model, akan seperti apa model bisnis media. Dulu orang rela merogoh uang untuk mendapat informasi, tapi sekarang sulit sekali orang menjual berita. Tempo misalnya, memproduksi konten yang ekslusif, tak lama akan muncul screenshot-nya di mana-mana. Penyebarnya bukan hanya orang umum, bahkan jurnalis sendiri. Mereka seolah tidak peduli apa dilakukannya itu mencederai usaha rekannya dalam mencari berita.
“Ketiga, adalah disrupsi teknologi, kondis ini yang sedang coba kita atasi. Bersyukur sebagian teman telah memiliki cara pandang baru dalam bermedia. Di mana mereka sudah mulai menggunakan multimedia, ada dengan TV dan, dalam komik. Berbeda dengan media konvensional yang sulit bergerak di tengah himpitan disrupsi teknologi,” paparnya.
Untuk itu, Qaris meminta dalam kegiatan ini dapat dicari dan dirumuskan bentuk baru bermedia, yang memungkinkan untuk dikembangkan agar media mampu mengatasi persoalan disrupsi teknologi.