• Nusantara
  • Pesan dari Goyangan Gempa Sukabumi

Pesan dari Goyangan Gempa Sukabumi

Lewat gempa bumi yang merusak, alam menyampaikan pesan penting tentang mendesaknya infrastruktur atau bangunan tahan gempa.

Irwan Meilano (kanan), dalam “Podcast 1 - Diskusi mengenai Gempa dengan Dekan FITB-ITBdi kanal resmi Youtube ITB, (18/4/2021). (Dok ITB)

Penulis Iman Herdiana28 April 2021


BandungBergerak.idGempa bumi yang bersumber di laut selatan Jawa kembali menggeliat. Kali ini sumber gempa berasal dari perairan Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (27/4/2021). Getaran gempa bumi dengan kekuatan magnitudo 5,6 ini dirasakan sampai Bandung dan Tangerang Selatan dengan intensitas II sampai III Mercalli, yang berarti benda yang digantung terlihat bergoyang.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan, pusat gempa bumi terletak pada 103 kilometer Tenggara Sukabumi, Jawa Barat, pada kedalaman 14 kilometer. Dua pekan sebelumnya, tepatnya 10 April 2021, laut selatan Jawa kembali jadi sumber gempa, kali ini di perairan Jawa Timur di mana Kota Malang menjadi wilayah paling terdampak.

BMKG menyebut pusat gempa di 90 kilometer barat daya Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada kedalaman 25 kilometer, dengan magnitudo 6,1. Namun info kedalaman sumber gempa ini jauh berbeda dengan yang dilaporkan GeoForschungsZentrum (GFZ) Jerman dan The United States Geological Survey, Amerika Serikat, yang menyebut kedalaman pusat gempa bumi berada pada 82,3 kilometer.

Perbedaan kedalaman pusat gempa sangat penting bagi analis kegempaan, terutama dalam menentukan sumber gempa bumi. Tetapi beberapa menit setelah gempa, BMKG kemudian menyampaikan laporan terbarunya bahwa kedalaman gempa bumi di laut Jawa Timur itu sekitar 80 kilometer; angka ini cocok dengan laporan yang disampaikan GFZ Jerman dan The United States Geological Survey, Amerika Serikat.

Pakar gempa bumi ITB, Irwan Meilano, menjelaskan kedalaman pusat gempa bumi 25 kilometer termasuk dangkal. Gempa bumi ini biasanya disebabkan sesar atau patahan gempa bumi yang bersifat di permukaan. Sementara gempa bumi di wilayah Malang terjadi di laut selatan. Dan sejauh ini, daerah Malang maupun perairannya tidak memiliki potensi gempa dangkal.

“Begitu kedalamannya 80 kilometer, itu lebih kami pahami. Itu kedalaman bagian dari subduksi Oceanic Trench di selatan pulu Jawa,” kata Irwan Meilano, dalam "Podcast 1 - Diskusi mengenai Gempa dengan Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) ITB (Dr. Irwan Meilano)" di kanal resmi Youtube ITB, dikutip Rabu (28/4/2021).

Oceanic Trench merupakan palung di selatan pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Palung ini merupakan wilayah bertemunya (zona subduksi) sumber gempa bumi Lempeng Indo-Australia yang menunjam di bawah Lempeng Eurasia. Adanya zona subduksi ini membuat Jawa dan sekitarnya rawan gempa bumi. Gempa bumi di perairan Sukabumi tempo hari pun dipicu tubrukan dua lempeng bumi itu.

Kedalaman gempa bumi juga berpengaruh pada kekuatan goncangan gempa bumi. Makin dalam dan besar magnitudo gempa bumi, efek goncangan akan semakin luas. Sehingga tidak heran jika gempa Malang bisa dirasakan sampai ke Bandung. Berbeda dengan gempa dangkal di mana efek goncangan terasa kuat tapi dalam skala yang lebih terkonsentrasi di sekitar pusat gempa saja, tidak meluas jauh ke daerah lain.

Unsur kejutan lain dari gempa bumi Malang ialah intensitasnya yang mampu merusak bangunan, termasuk fasilitas publik seperti sekolah. Padahal fasilitas publik seharusnya tahan terhadap gempa bumi. Menurut Irwan, intensitas gempa Malang sebesar V MMI. Intensitas ini memang seharusnya tidak terlalu banyak menimbulkan kerusakan bangunan.

Irwan berasumsi ada dua kemungkinan mengapa gempa Malang menimbulkan efek merusak. Pertama, intensitasnya bisa jadi lebih dari V MMI; kedua, konstruksi bangunan di Malang tidak kuat menahan gempa bumi dengan intensitas V.

Perlu diketahui, Skala MMI (Modified Mercalli Intensity) adalah satuan untuk mengukur kekuatan gempa bumi yang terdiri dari I sampai XII MMI. Skala I berarti getaran gempa bumi tidak dirasakan, sementara makin besar sekalanya, getaran gempa bumi semakin terasa. Misalnya, XII MMI yang berarti kehancuran sama sekali, gelombang gempa bumi tampak pada permukaan tanah, pemandangan menjadi gelap, benda-benda terlempar ke udara.

Peta gempa bumi Sukabumi di perairan selatan Jawa Barat, Selasa (27/4/2021). (Dok. PVMBG)
Peta gempa bumi Sukabumi di perairan selatan Jawa Barat, Selasa (27/4/2021). (Dok. PVMBG)

Baca Juga: Bandung Kota Rawan Bencana (1): Kebakaran dan Sesar Lembang
Bandung Kota Rawan Bencana (2): Banjir dan Krisis Air Bersih
Bandung Kota Rawan Bencana (3): Kang Pisman vs Bom Waktu Sampah
Bandung Kota Rawan Bencana (4-Habis): BPBD dan Kesadaran Masyarakat Jadi Kunci

Hastag dari Alam

Sebagai daerah pertemuan berbagai lempeng bumi, Indonesia banyak mengalami gempa bumi merusak. Mulai gempa bumi dan tsunami Aceh, Nias, Padang, Yogyakarta, Lombok, Palu. Di Jawa Barat, gempa bumi merusak tercatat pernah terjadi di Pangandaran (yang diikuti tsunami), Tasikmalaya, dan Sukabumi.

Tetapi dari rangkaian gempa bumi itu, ada satu pesan penting yang harus didengar: kerusakan bangunan yang kemudian banyak menelan korban jiwa. Tidak sedikit bangunan publik yang hancur. Bahkan gempa bumi dan tsunami Palu 2018 mampu memutus jembatan. Oleh karena itu bangunan tahan gempa bagi Indonesia sangat mendesak.

“Bagi saya ini message yang dibawa gempa yang satu ke gempa yang lain. Ceritanya sama, dan kita harus memotong cerita itu. Bahwa setiap gempa membawa tagline yang sama. Kan harusnya alam memberi warning berkali-kali lewat teriakan-teriakannya, lewat hastag-hastag-nya. Harusnya kita dengarkan. Dan harapan ke depan infrastruktur kita lebih baik,” ungkap Irwan.

Menurutnya, pembangunan di Indonesia memang sudah mengarah pada infrastruktur tahan gempa. Perlunya perhatian pada bangunan tahan gempa menunjukkan bahwa gempa bumi bukan saja urusan ahli ilmu kebumian. Mitigasi bencana gempa bumi membutuhkan kolaborasi dari lintas disiplin ilmu, mulai teknik sipil (pembangunan), ilmu sosial, pemerintah, dan lain-lain.

“Ini pekerjaan rumah kita bersama, pendekatan harus multi-disiplin. Ini persoalan kita, persoalan Indonesia, dan kita harus bersama kolaborasi mencari solusi,” katanya.

Dari sisi riset potensi gempa bumi di Indonesia, kata Irwan, sejauh ini para iilmuwan dari multi-disiplin ilmu sudah berkolaborasi Menyusun Indonesia Seismic Hazard Map atau Peta Potensi Gempa di Indonesia. Peta ini berisi lokasi-lokasi gempa bumi di semua daerah di Indonesia. Peta ini menjadi rekomendasi untuk pembangunan infrastruktur tahan gempa.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//