• Berita
  • Vaksinasi Covid-19 pada Anak Sekolah Perlu Dipercepat

Vaksinasi Covid-19 pada Anak Sekolah Perlu Dipercepat

Varian delta lebih menular dan lebih mematikan bagi pasien usia muda dan anak-anak. Dalam situasi ini mendesak dilakukan percepatan vaksinasi.

Vaksinasi Covid-19 untuk penyandang disabilitas di Wyata Guna, Kota Bandiu, Kamis 8 Juli 2021. Pemerintah harus mempercepat vaksinasi Covid-19 dalam menghadapi peningkatan kasus Covid-19. (Foto: Prima Mulia)

Penulis Boy Firmansyah Fadzri10 Juli 2021


BandungBergerak.idForum Aksi Guru Indonesia (FAGI) meminta Pemerintah Daerah Jawa Barat maupun Kota dan Kabupaten di bawahnya segera memberikan vaksinasi Covid-19 pada anak sekolah. FAGI mendesak vaksinasi untuk anak sekolah di Jawa Barat minimal mencakup 75 persen.

Iwan Hermawan, Ketua FAGI, mengatakan vaksinasi Covid-19 pada anak sekolah sangat mendesak untuk menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) jika pagebluk mereda. Saat ini, Iwan meminta pemerintah tidak buru-buru menggelar PTM Terbatas sebelum pandemi Covid-19 betul-betul mereda. “FAGI tidak mau Indonesia kehilangan generasi masa depan yang cerdas hanya karena kecerobahan pemerintah melaksanakan PTM Terbatas,” ujar Iwan Hermawan dalam siaran persnya, Sabtu (10/7/2021).

Meningkatnya klaster keluarga, menurut Iwan, berdampak pada terancamnya generasi masa depan Indonesia. Belum lagi dengan menyebarnya varian delta yang diyakini para ahli 60 persen lebih menular dan lebih mematikan bagi kelompok rentan, terutama pasien usia muda dan anak-anak.

Berdasarkan temuan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), satu dari delapan anak Indonesia terpapar Covid-19. Sedangkan kasus kematian pada anak mencapai 3-5 persen. Indonesia menjadi negara dengan tingkat kematian anak tertinggi di dunia, setidaknya 600 anak Indonesia meninggal dunia akibat Covid-19.

Iwan juga meminta pemerintah untuk mengevaluasi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Menurutnya, PJJ yang dilaksanakan saat ini masih belum merata. Kendala biaya dan teknologi membuat sebagian siswa dengan kondisi ekonomi tidak mampu dan warga daerah yang tidak terakses sinyal internet tidak dapat mengikuti PJJ dengan maksimal.

Iwan menyarankan, sekolah melakukan pembelajaran luar jaringan dengan mengadopsi modul pembelajaran yang sudah ada di Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat. “Jangan sampai ada siswa yang ketinggalan kegiatan belajarnya karena tidak punya handphone atau kuota,” tambah Iwan.

Selain memprioritaskan anak-anak sekolah, vaksinasi Covid-19 pada guru juga perlu percepatan. Karena itu Iwan Hermawan mendorong pemerintah melakukan langkah percepatan vaksinasi Covid-19 bagi tenaga pengajar.

Dengan begitu guru dapat memiliki kekebalan dari virus Covid-19 sekaligus membentuk kekebalan kelompok di satuan pendidikan. Menurut Iwan, saat ini masih banyak guru yang enggan divaksin karena terpapar hoaks tentang bahaya dan efek samping vaksin.

“Ada yang takut efek sampingnya, ada juga yang bilang karena memiliki penyakit bawaan. Meski beberapa alasan hanya sebuah pembenaran. Bahkan ada yang meragukan efektivitas dan keamanan vaksin, sampai sengaja menunda vaksinasi dengan tidak datang ke tempat kerja, meski petugasnya sudah siap,” ungkap Iwan Hermawan.

Baca Juga: Karangan Bunga Duka Cita Pagebluk
Pandemi Covid-19 Bandung Raya: Kasus Didominasi Kota dan Kabupaten Bandung, Cimahi dan KBB Belum Mutakhirkan Data Terbaru
Salat Jumat di saat PPKM Darurat
Petugas TPU Cikadut Pertanyakan Dana Rp 4 Miliar
Dampak Bencana Perubahan Iklim Diperkirakan Lebih Dahsyat dari Pandemi Covid-19

Lemahnya Sosialisasi dan Edukasi Vaksinasi Covid-19

Kondisi yang disampaikan Iwan Hermawan menunjukkan masih lemahnya sosialisasi dan edukasi vaksinasi yang dilakukan pemerintah kepada warga negaranya. Koalisi warga LaporCovid-19 bersama Wahana Visi Indonesia (WVI) mengungkap, informasi mengenai vaksinasi Covid-19 tidak seluruhnya dapat ditangkap oleh warga.

Pada siaran pers 4 Juni 2021, Koalisi mencatat masih ada warga yang enggan atau merasa takut divaksin. Maka pemerintah pun direkomendasikan memperkuat sosialisasi dan informasi mengenai vaksinasi Covid-19.

LaporCovid-19 telah menghimpun data melalui chatbot pada aplikasi Whatsapp dan Telegram terkait paparan sosialisasi dan edukasi vaksinasi Covid-19. Pada penghimpunan data yang dilakukan selama 20 hari mulai 6-26 April 2021itu, sebanyak 185 pelapor menyampaikan pengamatan dan persepsi mereka tentang pelaksanaan vaksinasi Covid-19.

Sebagian besar pelapor (66,5 persen) berada di wilayah urban dan sisanya di wilayah non-urban (rural). Usia pelapor beragam, mulai dari usia anak hingga lansia. Pelapor rural dan urban memberi penilaian berbeda atas pelaksanaan vaksinasi. Sebanyak 45 persen umpan balik rural memberi nilai buruk pada vaksinasi Covid-19. Sedangkan urban sebanyak 20 persen yang menilai buruk.

Beberapa pelapor melaporkan situasi saat vaksinasi, seperti antrean panjang, ketidakjelasan saat wawancara kesehatan, kemudian penyimpanan kemasan secara sembarangan.

Dari hasil umpan balik, didapat bahwa pelapor urban mengetahui informasi dasar rencana vaksinasi lebih baik dibandingkan pelapor rural. Sebanyak 20 persen pelapor urban dan rural memiliki pengetahuan utuh/dasar tentang kapan dirinya mendapat vaksinasi, siapa saja kelompok yang mendapat prioritas vaksinasi, bagaimana proses pendaftaran, dan bahwa vaksinasi adalah gratis.

Dari hasil pengamatan pelapor, hanya 8 orang (4,3 persen) yang mengetahui bahwa 3 kelompok prioritas vaksinasi di daerahnya (Petugas Publik (termasuk guru), Tenaga Kesehatan, dan Lansia) sudah divaksin.

Berdasar pada data pengamatan warga, terdapat indikasi bahwa pelaksanaan vaksin di berbagai daerah (rural dan urban) belum seluruhnya menjangkau kelompok yang sudah ditetapkan sebagai penerima vaksin yang diprioritaskan.

Berdasarkan hasil pengamatan pelapor, ditemukan pula empat besaran keluhan/masalah yang pelapor sampaikan terkait pelaksanaan vaksinasi. Pertama, terkait informasi pelaksanaan vaksinasi yang tidak jelas; kedua, keluhan atas proses saat vaksinasi.

Ketiga, masalah prioritas vaksinasi. Keempat, takut atau enggan vaksinasi. Dari keempat masalah yang ditemukan, baik pelapor urban maupun rural sama-sama mengeluhkan bahwa masalah sosialisasi dan pelaksanaan vaksinasi adalah dua masalah besar yang terjadi baik di wilayah urban dan rural.

Untuk itu, sebanyak 40,3 persen dari pelapor rural dan 28,4 persen dari pelapor urban memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk memperkuat sosialisasi dan penyampaian informasi vaksinasi Covid-19.

Selain itu, berdasarkan hasil temuan asesmen umpan balik warga tentang pelaksanaan vaksinasi Covid-19, pemerintah perlu memprioritaskan ketersediaan anggaran untuk memastikan kebutuhan vaksin tercukupi. Pelaksanaan vaksinasi juga perlu dilakukan secara transparan, dan harus terus dimonitor dan dievaluasi.

Di daerah, Pemda juga perlu menyusun strategi komunikasi yang mempertimbangkan keragaman kebutuhan informasi bagi masyarakat dan proaktif melakukan pendataan serta pendaftaran vaksin.

Di samping itu, masyarakat juga perlu secara proaktif mencari informasi terkait vaksin, dan tetap disiplin menjalankan 5M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menjauhi kerumunan, membatasi mobilisasi).

Manajer Advokasi WVI, Junito Drias, mengatakan untuk memastikan program vaksinasi Covid-19 yang sedang berjalan dilaksanakan secara efektif dan tepat sasaran, WVI dan LaporCovid-19 meyakini bahwa proses umpan balik dari warga, atau akuntabilitas sosial itu, berperan penting dalam penanganan bencana Covid-19.

“Suara warga akan membantu pemerintah mengidentifikasi permasalahan di lapangan dan kemudian melakukan perbaikan, sehingga implementasi kebijakan vaksinasi berjalan baik dan akuntabel,” tutur Junito Drias.

 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//