• Berita
  • Stok Oksigen Medis di Bandung Aman? Kenyataan di Lapangan Berbeda

Stok Oksigen Medis di Bandung Aman? Kenyataan di Lapangan Berbeda

Kesaksian pasien-pasien isoman yang tak kebagian ruang rawat inap yang kolaps. Mereka harus antre berjam-jam demi mendapatkan oksigen medis yang langka.

Stasiun pengisian oksigen PT Aneka Gas, Bandung, 7 Juli 2021. Minimnya pasokan oksigen jadi salah satu penyebab kolapsnya rumah sakit dalam menangani pasien Covid-19. (Foto: Prima Mulia)

Penulis Bani Hakiki23 Juli 2021


BandungBergerak.idKota Bandung masih digempur krisis ketersediaan oksigen medis. Sejumlah warga melaporkan masih kerepotan mencari oksigen medis untuk keperluan isolasi mandiri (isoman) pasien Covid-19. Beberapa pasien isoman masih bisa bertahan, yang lainnya tak tertolong hingga wafat.

Imam Ahmad, seorang warga Pasir Impun mengaku khawatir dengan stok persediaan oksigen yang semakin hari kian sulit dicari. Ayahnya, Dida (67) tengah mengidap virus infeksius tersebut sejak pertengahan Juli 2021. Saturasi pernapasan ayahnya rata-rata berada di sekitar 80 persen selama satu pekan terakhir.

“Ayah saya bergejala cukup berat dan harus isoman di rumah karena susah untuk cepat dapat kasur di rumah sakit. Gejalanya (ayahnya) sering sulit napas, butuh bantuan oksigen,” tuturnya ketika dihubungi melalui telepon pada Jumat (23/7/2021) pagi.

Untuk mencari satu tabung gas oksigen berukuran 1 atau 6 kubik, Imam harus berkeliling ke sejumlah agen. Itu pun tak selalu berhasil. Sekalipun ada, ia harus melewati antrean panjang. Ia bisa mengantre lebih dari satu jam.

Sebelumnya, Imam bisa mendapatkan oksigen medis dari Puskesmas setempat. Namun, belakangan stok oksigen medis di puskesmas semakin menipis seiring tingginya pasien yang terinfeksi virus yang menyerang pernapasan.

Bagi para penguna dosis rendah, oksigen diberikan selama sekitar 1-2 liter per menit dan 3-4 liter per menit untuk gejala sesak berat. Artinya, tabung berukuran 1 kubik hanya mampu bertahan selama 4 jam penggunaan.

Pada Selasa (21/7/2021) lalu, persediaan oksigen medis untuk ayah Imam habis. Ketika itu, waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 9 malam, ia pun bergegas mencari agen isi ulang oksigen terdekat yang beroperasi 24 jam. Empat lokasi isi ulang ia sambangi, di antaranya dua gerai agen Restu Fadhil Gas di Arcamanik dan Apotek K 24 Kiara Condong. Semuanya tutup karena kehabisan stok.

Sementara RSUD Ujung Berung mengaku tak memiliki banyak persediaan dan hanya tersedia untuk pesien rawat inap saja. Beruntung malam itu, Imam masih punya beberapa persediaan tabung oksigen plastik (portable).

“Mau gak mau tetap harus cari dan nyiapin oksigen tabung, soalnya yang portable gak begitu efektif dan boros,” ujarnya.

Krisis oksigen medis yang dihadapi pasien Covid-19 Kota Bandung meningkatkan risiko tinggi kasus kematian harian. Menurut data Pusat Informasi Covid-19 termutakhir Kamis (22/7/2021), angka positif Covid-19 di Kota Bandung sudah mencapai 32.925. Sebanyak 6.545 di antaranya terkonfirasi aktif (dalam perawatan), dan jumlah kematian mencapai 1.104 jiwa.

Wafat setelah Berjuang Mencari Okdigen Medis

Keprihatinan lain juga datang dari Reza, seorang warga Margahayu yang belum genap sepekan ditinggal kedua orang tuanya menghadap Sang Khalik setelah terpapar Covid-19. Kronologi memilukan yang dihadapi Reza dimulai pada awal Juli 2021 ketika ibunya lebih dulu dinyatakan positif yang awalnya tanpa gejala.

Selang 4-5 hari, sang ibu mulai merasakan sesak. Reza menuturkan bahwa ibunya memiliki penyakit asma. Mendengar penuhnya rumah sakit rujukan di Kota Bandung, ibunya setuju untuk cukup melakukan isoman di rumah dan menggunakan alat bantu oksigen medis untuk menjaga kestabilan pernapasanya. Keinginan ini disetuju pihak keluarga dengan alasan bisa mematau langsung keadaan.

Bukan hal yang mudah bagi Reza untuk mendapatkan persediaan oksigen medis di rumah. Pertama, tabung oksigen semakin langka ditemukan. Belum lagi harganya yang melonjak tinggi, di market place daring bisa mencapai Rp 1,5 juta per tabung ukuran 6 meter. Kedua, hampir setiap agen yang disambanginya mengatre panjang atau kehabisan.

“Waktu itu, kondisinya bingung harus gimana, ibu saya itu akhirnya didaftarkan ke rumah sakit tapi berkali-kali gak dapet kamar. Terus babeh saya juga ikut kena (Covid-19), artinya butuh cari tabung oksigen lagi,” ceritanya melalui telepon pada Jumat (23/7/2021) siang.

Gejala ibunya semakin parah jelang akhir pekan kedua terpapar, keputusan membawanya ke rumah sakit sudah bulat demi keselamatan ibunya. Tepat di sebuah ruang tunggu Instalasi Gawat Darurat salah satu rumah sakit rujukan Kota Bandung, ibunya menghembuskan napas terakhir.

Beberapa hari setelah itu, ayah Reza juga harus dirujuk di rumah sakit karena terpapar dengan gejala berat. Perawatan terhadap ayahnya banyak menghadapi kendala, mulai dari kekurangan persediaan oksigen medis hingga kebutuhan plasma konvalesen.

Masalah tersebut dihadapi Reza seorang diri menginggat kakak satu-satunya memiliki riwayat asma dan tidak mungkin mengambil risko untuk mengurus kedua orangtuanya.

Seteleh di rawat sekitar lebih dari satu pekan, ayah Reza tidak lagi tertolong dan meninggal pada 20 Juli 2021 lalu. Pada kesempatan yang sama, ia mengaku telah legowo tapi merasa kecewa dengan sikap dan pernyataan pemerintah yang selalu tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

“Saya juga sempat terpapar sekitar semingguan, isoman di hotel sekitar situ. Keadaan di rumah sakit chaos pisan, banyak yang butuh alat bantu pernapasan. Tapi, lebih banyak lagi yang ngantri,” papar Reza.

Kelangkaan oksigen medis juga melanda sejumlah rumah sakit yang sejatinya telah mendapat pasokan rutin dari agen-agen penyuplai. Salah satunya, Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. RSHS menuturkan agen langganannya kewalahan menghadapi permintaan, vendor lain pun juga memiliki masalah serupa.

Sebelum RSHS, krisis oksigen medis dihadapi RS Immanuel, Bandung, yang mengumumkan persediaan oksigennya terancam habis dalam waktu 2-3 jam, Senin (19/7/2021). Meskipun selang sehari kemudian sejumlah pihak, termasuk pemerintah, memberikan pasokan oksigen medis pada rumah sakit yang berdiri di Kopo tersebut.

Menurut data Dinas Perdaganan dan Perindustrian (Disdagi) Kota Bandung pada 14 Juli 2021, kebutuhan oksigen medis di Kota Bandung telah menyentuh lebih dari 70 ribu kubik per hari. Sementara itu, dalam tiga pekan terakhir Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung sempat menyatakan stok oksigen aman.

Baca Juga: RSHS Bandung Kesulitan Cari Pemasok Oksigen Medis
Mengenali Gejala Kekurangan Oksigen pada Pasien Covid-19
Jabar masih Defisit 76 Ton Oksigen Medis
Oksigen Medis di Bandung Langka, IGD RSUD Majalaya Tutup
Persediaan Oksigen Medis di Bandung belum Aman

Belum Seimbang antara Kebutuhan dan Pasokan

Ketua Kelompok Kerja Pemantauan Ketersediaan Oksigen Medis Kota Bandung Eric M. Attaurik mengakui pasokan tabung oksigen medis belum seimbang dengan kebutuhan di rumah sakit. Namun ia berharap agar kondisi terus membaik seiring terus turunnya tingkat keterisian tempat tidur (BOR) rumah sakit-rumah sakit di Kota Bandung. Saat ini angkanya sudah ada di bawah 80 persen.

Menurut Eric, kapasitas pasokan tabung oksigen medis agen-agen yang ada sudah sampai pada titik optimal. Ia berharap tidak ada lagi kendala teknis yang terjadi di pekan-pekan mendatang, seperti mesin pabrik yang macet atau kendaraan distributor yang patah as sehingga memicu keterlambatan pasokan.

“Pemkot Bandung juga terus menjalin koordinasi dengan berbagai lembaga pemerintahan dan swasta. Ada juga strategi saling meminjamkan tabung oksigen medis di antara rumah sakit,” katanya.

Eric meminta warga kota tidak panik, sembari terus memantau ketersediaan tabung oksigen medis di agen-agen yang telah dirujuk Pemkot Bandung.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//