• Foto
  • Hutan Lindung Harga Mati

Hutan Lindung Harga Mati

Hancurnya bunga rawa Ranca Upas oleh kegiatan motor trail memicu gelombang protes. Hutan lindung harus dilindungi dari petualangan merusak alam.

Fotografer Prima Mulia18 Maret 2023

BandungBergerak.id“Maaf, belum bisa masuk ke area savana, masih ditutup untuk umum selama pemulihan kawasan," kata seorang petugas dari Econique Perhutani Alam Wisata di gerbang masuk ke kawasan wisata alam Kampung Cai Ranca Upas di Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 12 Maret 2023, sepekan setelah peristiwa kerusakan kawasan basah dan padang tanaman bunga rawa langka di Ranca Upas akibat acara petualangan para penggemar sepeda motor trail.

Semula pihak pengelola Ranca Upas menyetujui acara ini dengan peserta 700 orang. Namun pengelola kecolongan, ternyata yang masuk ada sekitar 1.600 peserta! Bisa dibayangkan, ribuan roda-roda sepeda motor yang menggilas kawasan berawa ini tak ubahnya traktor yang tengah membajak sawah.

Tak ada jalur adventure yang dibuat panitia, bahkan tak ada panitia penyelenggara yang hadir. Dari video yang viral di media sosial, ribuan sepeda motor itu menggilas savana dan padang bunga rawa, banyak sepeda motor tak bisa lagi bergerak karena tenggelam di tanah rawa sampai sepaha orang dewasa, entah bagaimana juga nasibnya kawasan hutan lindung, karena kabarnya banyak sepeda motor yang terus nyasar masuk hutan.

Pihak Econique selaku pengelola wisata alam di Ranca Upas menyatakan permohonan maafnya atas peristiwa tersebut. Ke depannya pengelola akan melakukan perbaikan SOP dalam perizinan kegiatan di dalam kawasan hutan agar kejadian yang sama tak terulang. Untuk selanjutnya segala bentuk kegiata trail atau offroad dalam kawasan hutan dilarang.

Event offroad ini jadi kontroversial karena digelar di Ranca Upas, kawasan wisata alam yang memiliki rawa- rawa gunung, termasuk hutan lindung. Kecaman datang dari banyak pegiat kegiatan alam bebas, penggiat konservasi alam, pemerhati lingkungan, akademisi, dan masyarakat.

"Saya kirim pernyataan resmi perusahaan ya melalui Whatssap," kata Ronald dari Econique Perhutani Alam Wisata, saat diminta tanggapan. Ia juga menjelaskan saat ini sedang dilakukan pemulihan ekosistem di Ranca Upas dan kawasan wisata ini dututup untuk sementara.

Tanggapan lain yang cukup pedas berasal dari pedagang bunga dan pembubidaya bunga rawa bernama Supriyatna yang akrab disapa Mang Uprit di media sosialnya. Ia mencak-mencak akibat habitat alami bunga rawa itu rusak diterjang ban sepeda motor trail.

Saat ditemui, ia mengatakan proses pemulihan kawasan sedang dilakukan. "Ayo kita ke kebun pembibitan bunga rawa, nah ini yang namanya bunga rawa, sebagian bibit bunga ini sudah banyak sekali ditanam di area basah dan savana yang rusak, kita akan terus menambah penanaman bibit ini di seluruh kawasan yang rusak, semoga di musim hujan ini ekosistem lahan basah yang rusak bisa cepat kembali pulih," kata mang Uprit.

Saat ditanya apakah ideal sebuah perhelatan otomotif seperti sepeda motor trail atau mobil offroad digelar di hutan. "Kalau masuk kawasan lindung janganlah, sekarang kita bicaranya solusi untuk masa depan, solusi sudah diterapkan dengan penanaman kembali, ke depannya mungkin harapan saya semoga tidak ada lagi aktivitas-aktivitas yang merusak lingkungan," kata mang Uprit sembari merawat tanaman bunga rawa yang akan dipindahkan ke savana.

Di kawasan berawa dan kawasan basah di Ranca Upas tumbuh tanaman bunga rawa (Eriocaulon brownianum) langka yang kerap oleh warga sekitar disebut edelweiss rawa, walau mungkin kurang tepat penamaan istilah tersebut. Adanya bunga rawa ini sudah cukup jadi bukti jika Ranca Upas merupakan rawa gunung dengan tanaman bunga rawa air tawar yang tersisa di Jawa, bahkan di Indonesia.

Bunga rawa yang bisa tumbuh sampai 1 meter ini di Jawa hanya diketahui ada di Bandung selatan (Gunung Patuha) dan Dieng. Kabarnya di Ranca Gede Pangalengan dan danau gunung kawasan Ciharus di Cagar Alam Kamojang juga pernah ada. Rawa gunung di Ranca Upas sendiri merupakan salah satu dari ekosistem Gunung Patuha (2.434 mdpl).

Ranca Upas seluas 215 hektare ini masuk dalam kawasan hutan lindung Bandung selatan sekaligus wisata alam. Kawasan hutan hujan tropis ini juga jadi laboratorium alam untuk penelitian, khususnya bagi para mahasiswa ITB yang kerap melakukan studi ekologi, keanekaragaman, hingga taksonomi tumbuhan. Di Ranca Upas banyak ditemukan tumbuhan dan satwa endemik Jawa.

Sekitar 40 kilometer dari Ranca Upas, di tengah cuaca panas hiruk pikuknya lalu lintas kendaraan di Jalan Sukarno Hatta, Kota Bandung, puluhan aktivis, pecinta alam, dan pemerhati lingkungan, menjebol gerbang depan kantor Perhutani Divre Jawa Barat Banten.

Massa dari Aliansi Pecinta Alam Jawa Barat diwakili aktivis Gunung Institute Pepep DW, tetap meminta audiensi dengan Kepala Perhutani Divre Jabar Banten Asep Dedi Mulyadi yang akhirnya mau menemui mereka di gerbang yang telah jebol itu. Asep bersedia meneken surat komitmen yang telah disepakati bersama.

Aksi ini jadi puncak kritik masyarakat terkait kerusakan alam Ranca Upas akibat kegiatan otomotif motor trail. Beberapa hari sebelumnya berbagai diskusi digelar untuk menyikapi peristiwa di Ranca Upas. Kritik ini bukan hanya untuk Ranca Upas, tapi juga untuk kawasan lindung dan hutan-hutan lain yang juga sama rusaknya akibat kegiatan-kegiatan wisata petualangan yang tidak terkontrol. Semoga hutan dan kawasan lindung di Bandung selatan tak bernasib sama seperti Kawasan Bandung Utara. Yel-yel para pengunjuk rasa masih membahana, Hutan Lindung Harga Mati!

Foto dan teks: Prima Mulia

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//