• Foto
  • Meriah di Asia Afrika, Merana Hutan Kota

Meriah di Asia Afrika, Merana Hutan Kota

Parade antarbudaya Asia Afrika tumpah di Kota Bandung. Kemeriahan ini tak terasa di hutan kota Taman Tegallega yang cenderung kurang terawat.

Fotografer Prima Mulia13 Juli 2024

BandungBergerak.idIring-iringan parade budaya yang jadi pembuka karnaval jalanan di perhelatan Asia Afrika Festival 2024 sempat tertunda saat hujan lebat mengguyur Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, 6 Juli 2024. Sebagian warga yang menyemut di pinggir jalan antara Savoy Homann sampai jembatan penyeberangan depan gedung PLN juga sempat berteduh di bawah atap-atap gedung, sebagian lagi dengan payung dan jas hujan plastik warna warni tetap bertahan di bawah guyuran hujan.

Saat hujan mereda warga kembali merangsek sampai batas pagar pengaman di sepanjang jalur karnaval. Karnaval dimulai dengan barisan pramuka yang membawa bendera-bendera negara peserta Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika 1955 bersama defile pembawa nama-nama negara. Setelah itu satu per satu rombongan parade seni budaya melintas di sepanjang jalur Asia Afrika.

Parade ini menampilkan komunitas Sapedah Baheula dengan dandanan jadulnya, kelompok kesenian reak, komunitas Bandung Culture dengan busana kontemporernya yang gigantik, tarian naga dan barongsay, rombongan budaya dari Kutai Kartanegara, perwakilan dari Kediri, Palangkaraya, Lampung, Karawang, juga penampilan musisi dan seniman Bandung di panggung stage of art. Di Braga pendek ada Asia Africa corner bagi mereka yang ingin belanja souvenir atau kulineran.

Beberapa perwakilan mahasiswa asing juga hadir menyapa warga di catwalk jalanan Asia Afrika. Dari sekian banyak rombongan, hanya delegasi Jepang dengan jumlah peserta hampir 20 warga Negara Jepang yang hadir menyapa dan berbaur dengan warga masyarakat. Warga tak henti minta berfoto bareng dengan rombongan, mereka juga dengan ramah melayani permintaan warga.

Kendala bahasa tak jadi masalah. Yang satu berbahasa Jepang yang satu berbahasa Indonesia, plus bahasa isyarat tangan dan gestur, akhirnya bahasa smartphone-lah yang jadi solusi. Dengan mendekat sambil tersenyum dan mengacungkan ponsel, jadilah sesi foto dadakan dengan antrean lumayan panjang.

"Mau bikin konten tiktok, seru kan acaranya juga, setahun sekali kan ini," kata Tia, warga Bandung berusia 20 tahun.

"Sempet hujan juga tadi tapi kita bisa neduh dulu. Pokoknya seneng aja main ke alun-alun kebetulan ada festival dengan acara yang bagus-bagus. Kenapa nggak ya, biar desek-desekan juga, mumpung libur," kata Pipit (25 tahun).

Lain lagi bagi Firda (20 tahun), pengalaman nonton Asia Africa Festival 2024 ini jadi pengalaman pertama kali melihat sebuah festival dengan skala besar dan melibatkan peserta dari luar negeri.

"Ramai sekali, itu jalur paradenya panjang, keseniannya juga berpenampilan menarik. Apalagi ada peserta dari luar negeri, tadi lihat yang  rombongan pakai kimono bawa bendera Jepang, sepertinya mereka memang warga Jepang yang tinggal di Indonesia ya," ujar wisatawan asal Majalengka yang tengah liburan di Kota Bandung ini. Ponsel di tangannya tak henti merekam video setiap momen.

Ada 31 perwakilan negara Asia Afrika yang hadir dengan tema budaya damai dan kolaborasi. Semangat yang diusung yaitu kembali mempertegas Bandung sebagai Ibu Kota Solidaritas Asia Afrika di mana 69 tahun yang lalu Dasasila Bandung lahir bersama Konferensi Asia Afrika 1955.

Kemeriahan festival tahun ini tentu belum bisa menandingi festival tahun-tahun sebelum pandemi di mana peserta kirab budaya diikuti delegasi dari negara-negara Asia Afrika langsung. Banyak mahasiswa asing yang berkuliah di Indonesia malah ikut parade dengan mengenakan pakaian-pakaian adat Nusantara. Sedangkan peserta parade dalam negeri datang dari berbagai penjuru tanah air. Wisatawan lokal dan asing bisa bebas berinteraksi dengan peserta kanaval.

Walau tak semeriah dulu dan cenderung atraksi karnavalnya monoton (karena showcase festival ini selalu sama di semua festival jalanan atau helaran Kota Bandung dalam beberapa tahun terakhir) bedanya tahun ini semangat untuk mendukung Palestina terasa lebih bergaung, termasuk aksi-aksi yang terus digelar setidaknya dalam empat bulan terakhir secara kontinyu di sekitar Jalan Asia Afrika, tugu Dasasila, dan monumen Solidaritas Negara-negara Asia Afrika atau Palestine Walk.

Sehari setelah Asia Africa Festival berakhir, kelompok Solidaritas Seni untuk Palestina menggelar aksi di tugu Dasasila Bandung di depan Savoy Homann pada tanggal 8 Juli 2024 sore. Seniman Wanggi Hoed dan Gatot Gunawan mengibarkan bendera Palestina dan Republik Rakyat Demokratik Korea (Korea Utara). Mereka memberi penghormatan pada Korea Utara, salah satu dari sedikit negara yang mengakui kemerdekaan Palestina sejak lama. Sejak era pemimpin besar Korea Utara Kim Il Sung sampai saat ini Korea Utara tak pernah mengakui kedaulatan Israel.

Di hari terakhir Asia Africa Festival pada 7 Juli 2024, BandungBergerak memilih untuk menengok hutan kota di Taman Tegallega daripada harus nonton hiruk pikuk festival. Hutan kota yang kumuh ini memiliki pohon-pohon Asia Afrika yang ditanam pada KTT Asia Afrika tahun 2005 lalu di mana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama kepala-kepala negara lain yang meresmikan 120 batang pohon dari 25 jenis pohon dari Asia dan Afrika.

Ada 109 batu prasasti dengan nama negara yang menyertai pohon-pohon tersebut. Di antaranya pohon kayu manis, bintaro, matoa, kiara payung, kenari, flamboyan, asem, khaya, spatodhea, dan mahoni. Kini kondisi hutan Asia Afrika itu kumuh, kurang terawat, dan banyak sampah. Pohonnya sudah menjulang tinggi dan menaungi area taman yang sering dipakai untuk lahan parkir sepeda motor saat akhir pekan.

Beberapa monumen penuh coretan vandalisme. Ada satu monumen roboh dan dibiarkan begitu saja. Sampah-sampah bertumpuk di beberapa pojokan. Satu batang pohon trembesi sudah ditebang, dengan monumen Uni Emirat Arab yang sudah somplak. Ada pohon kecil jadi pengganti pohon lama yang sudah ditebang.

Matahari semakin condong ke barat. Peti-peti buah dan sampah buah-buahan busuk teronggok di sisi hutan kota. Bayangan sejumlah pedagang yang sedang mendorong roda-roda dagangannya keluar dari area hutan kota menembus jalanan sisa hujan semalam. Siluet cabang-cabang pepohonan hutan Asia Afrika menjulang ke langit senja, sepi mencekam, di hari terakhir Asia Africa Festival yang ramai berdendang.

*Foto dan Teks: Prima Mulia

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//