• Berita
  • Warga Laswi Menuntut Pertanggungjawaban PT KAI

Warga Laswi Menuntut Pertanggungjawaban PT KAI

Warga Jalan Laswi menuntut PT KAI mengembalikan rumah-rumah mereka yang dikosongkan secara paksa. Warga meminta PT KAI menunjukkan bukti kepemilikan rumah.

Warga korban gusuran PT KAI saat aksi unjuk rasa di depan rumahnya di Jalan Laswi, Bandung, Jawa Barat, Senin (12/9/2022). Warga korban gusuran tersebut menuntut PT KAI untuk membatalkan penggusuran rumah-rumah di Jalan Laswi yang diklaim merupakan aset PT KAI. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau12 September 2022


BandungBergerak.idWarga yang menjadi korban pengosongan paksa di Jalan Laswi kembali melancarkan protes. Mereka yang tergabung dalam Aliansi Penghuni Rumah dan Tanah Negara Indonesia (APRTNI) Jawa Barat berunjuk rasa di depan rumah yang telah disegel PT KAI, Senin (12/9/2022).

Aksi ini sekaligus sebagai refleksi dari pengosongan paksa yang dilakukan oleh PT KAI, Rabu, 20 Juli 2022. Unjuk rasa dilakukan di Jalan Laswi, tempat di mana rumah-rumah warga sudah ditutup dengan pagar pembatas seng dan diteruskan menuju ke PT KAI Daop 2 Bandung.

“Kami sebagai warga Laswi tidak pernah neko-neko, kami ini adalah warga yang taat hukum. Kami ini tahu aturan prosedur apa yang harus kami lakukan,” ungkap salah seorang ibu, warga korban pengosongan paksa

Dalam orasinya, ia menceritakan peristiwa pengosongan paksa yang diawali dengan surat pemberitahuan pada 21 April 2022, menjelang lebaran. Surat ini meminta warga mengosongkan rumah yang telah mereka tempati. Namun ibu tersebut mengaku tak mengetahui adanya surat tersebut. 

Tanggal 31 Mei 2022, surat yang sama datang kembali. Sementara surat peringatan kedua tentang pengosongan rumah tiba pada 3 Juni 2022. Sampai 8 Juni 2022, surat serupa kembali datang.

Ia menyayangkan PT KAI yang dinilai tak memiliki etiket baik karena surat tersebut dikirimkan oleh pengendara ojek online. Pengendara ojol lalu menyelipkan surat pagar rumah warga.

Kedatangan surat secara beruntun membuat warga bingung. Terlebih selama ini warga merasa tak pernah bermasalah ataupun berkonflik dengan PT KAI.

“Terbayang mungkin apa yang ada dalam pikiran kita. Sementara kita tidak pernah diberikan sosialisasi apa pun,” ungkapnya.

Menurutnya, kalau misalnya PT KAI berbaik hati dan bersosialisasi, mungkin saja warga bisa menerima.

“Dan itu pun mereka berikan tidak dengan sopan, etika tidak digunakan, saya hanya menyatakan, surat hanya sebatas dilempar bahkan diselipkan di pintu pintu tanpa permisi, dan itu yang mengantarkan adalah gojek,” tutunya.

Ketua 2 APRTN Indonesia DPD Jawa Barat, Aland, mengatakan aksi tersebut untuk mengingatkan kembali kejadian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) termasuk juga kekerasan dan penggusuran paksa yang dilakukan oleh PT KAI. Aksi dilakukan dengan kampanye dan membagikan selebaran kepada warga yang melintas. 

Setelah itu, warga korban pengosongan paksa melanjutkan aksi mereka ke PT KAI Daop 2 Bandung untuk beraudiensi. Namun, Aland mengatakan bahwa warga dilarang untuk menyampaikan orasi.

Ia mengungkapkan bahwa awalnya perwakilan warga yang berjumlah 5 orang diterima dengan baik. Namun, pada pertengahan dialog dan penyampaian pendapat, PT KAI berkilah bahwa pengosongan yang dilakukan telah melalui prosedur.

“Kita menyampaikan pendapat, mereka juga menyampaikan pendapat yang pada intinya sih mereka berargumen dan berdalih bahwa tata cara penerbitan itu sudah sesuai dengan aturan hukum yang ada,” ungkapnya. 

Alan berargumen berdasarkan surat edaran nomor 14 Kementrian BUMN tahun 2020, sudah jelas tertulis pada pasal 4 huruf e bahwa penertiban hanya administratif, tidak pernah fisik. Jika penertiban dilakukan secara fisik, maka harus dilakukan di ranah hukum baik secara perdata ataupun pidana. 

Tetapi menurut Alan, penertiban paksa yang dilakukan PT KAI berdasarkan pada surat edaran lama tahun 2014. Alan menyimpulkan bahwa pada intinya PT KAI tidak ingin bersikap koperatif.

“Nah, di sana kita udah tahulah intinya tidak akan ada hasil yang bagus tetap saja statusnya akan seperti itu,“ ungkapnya.

Adapun beberapa tuntutan dari aksi yang dilakukan yakni, pertama meminta PT KAI menghentikan tindakan eksekusi sepihak, penggusuran paksa atau apa pun namanya. Kemudian, mengembalikan tanah-tanah dan rumah-rumah yang diambil paksa tanpa proses hukum.

Ketiga, pihaknya meminta ganti rugi dari barang-barang yang sudah rusak atau hilang. Dan terakhir, jika PT KAI tetap melakukan intimidasi baik penggusuran paksa, pengosongan sepihak atau surat-surat yang dinilai tidak masuk akal, maka warga akan terus melawan.

“Itu udah disampaikan (ke PT KAI),” ungkapnya. 

Tuntutan tersebut disampaikan secara tertulis maupun verbal. Bahkan ia menegaskan bahwa warga akan tetap melawan walaupun di depan kepolisian.

Harapan Perempuan Korban

Eri Pujiastuti (73), warga yang menempati rumah nomor 24 di Jalan Laswi, ikut dalam aksi tersebut. Karena ia bagian dari masyarakat yang telah mendapatkan perlakuan semena-mena dari PT KAI. 

Ia telah 62 tahun tinggal di rumah tersebut. Selama itu, tak pernah ada masalah dan urusan apa pun dengan PT KAI. Rumah yang ditempatinya itu merupkan peninggalan sang ayah yang merupakan pegawai dan pensiunan PJKA yang sekarang telah berubah menjadi PT KAI.  

“Tiba-tiba sudah 60 tahun lebih kami menempati ada si Jonan konyol itu. Mereka mengaku-ngaku itu asetnya PT KAI. Padahal secara hukum ga kuat, nyatanya dia ga mampu gugat kami ke pengadilan. Kalau kuat harusnya dia menggugat kita,” ungkapnya. 

Ia menceritakan betapa brutalnya pihak PT KAI yang mengerahkan preman-preman ketika melakukan pengosongan paksa. Ia dan warga diseret paksa. Warga yang sudah berusia lansia, dikepung oleh aparat. Ia juga mengutuk perlakuan eksekusi sepihak yang dilakukan oleh pihak PT KAI. 

“Dan itu kemarin eksekusi juga hanya secara sepihak bukan melalui pengadilan dan dia pake bayar preman-preman. Ya begitulah kalau kekuatan duit lagi ada, mereka bayar tenaga orang,” ungkapnya. 

“Terus kami yang Sudah tua-tua gini yang diseret-seret, sehingga ada anak kecil yang sampe sekarang kalau lihat seragam gitu masih trauma. Apalagi dengar teriakan gitu dia langsung tutup kuping. Apalagi suami saya sampe diseret-seret dia kan habis operasi,” keluhnya.

Eri di usianya yang sudah senja. Mengerti betul bagaimana harus memperjuangkan haknya. Ia dan suami berserta keluarga lain akan terus bertahan menuntut haknya. Kini ia sudah tak punya lagi rumah, dan tinggal mengontrak. 

“Kami dibuat jadi tunawisma. Padahal kami menempati itu sudah 62 tahun kalau ibu di sana. Dan kami tanda buktinya PBB kami yang bayar bukan PT KAI,” katanya.

Warga lainnya, Yuli Ermi Erman, warga yang menempati rumah nomor 38, menyampaikan harapan agar rumah yang diambil paksa dikembalikan lagi. PT KAI harus menunjukkan bukti-bukti jika mereka merasa punya ha katas rumah tersebut.

Yuli dan keluarga sudah menempati rumah tersebut sejak tahun 1957. Ia juga mengaku memiliki bukti fisik.

“Kita berharap rumah yang diambil oleh mereka yang mengaku ngaku dibalikkanlah. Kalau dia merasa punya hak coba perlihatkan mana buktinya, kalau ada bukti besok juga kita keluar. Kita istilahnya hanya mengamabil hak kita bukan punya orang lain, kalau memang punya orang kita serahkan besok kalau dia punya bukti ya itu aja,” ungkapnya. 

“Jadi kenapa dia ngaku-ngaku. Kalau dia merasa punya hak, coba perlihatkan secara hukum. Dia kan ga pernah ada, mengaku-ngaku sama dengan maling. Jadi saya simpel saja kalau dia mau ngambil silahkan butkikan saja secara tertulis, jangan ambil hak orang,” tambah Yuli.

Baca Juga: Warga Sakit dan Histeris di Tengah Pengosongan Paksa Rumah di Jalan Laswi oleh PT KAI
Korban Penggusuran Anyer Dalam Berdemonstrasi ke Kantor Kelurahan
Kalah di Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung, Warga Dago Elos Kembali Melawan

Warga korban gusuran PT KAI saat aksi unjuk rasa di depan rumahnya di Jalan Laswi, Bandung, Jawa Barat, Senin (12/9/2022). Warga menuntut PT KAI untuk membatalkan penggusuran rumah-rumah di Jalan Laswi yang diklaim merupakan aset PT KAI. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Warga korban gusuran PT KAI saat aksi unjuk rasa di depan rumahnya di Jalan Laswi, Bandung, Jawa Barat, Senin (12/9/2022). Warga menuntut PT KAI untuk membatalkan penggusuran rumah-rumah di Jalan Laswi yang diklaim merupakan aset PT KAI. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Berharap Masyarakat Melek Hukum

Sri Wahyu Ismoelyani, warga yang menempati rumah nomor 30, mengungkapkan bahwa pihaknya akan terus memperjuangkan hak mereka sampai titik akhir. 

Ia merasa perlu menyampaikan kepada masyarakat dalam aksinya agar masyarakat lainnya berpikir kritis. Jangan langsung menyimpulkan ia dan warga lainnya salah. 

Sebaliknya, masyarakat harus saling membantu dan selalu melihat dari sisi warga yang menjadi korban.

“Nyampein harapnya masyarakat harus lebih melek hukum, karena gini yang dikhawatirkan sama kita PT KAI itu tidak hanya sekarang saja istilahnya mengklaim tanah mereka. Jangan (hanya menerima) karena belum tentu mereka punya alasan yang sah,” ungkapnya.

“Kenapa sih kita mesti takut sama aparat jangan. Nah dari situ membuka pikiran masyarakat jangan takut sama aparat, harus melek hukum. Supaya tidak dikriminalisasi,” tambahnya.

Sebelumnya, Humas PT. KAI, Kuswardojo, dalam siaran persnya, menyebutkan pengosongan rumah di Jalan Laswi merupakan penertiban aset sebagai wujud keseriusan KAI dalam menjaga aset negara sekaligus optimalisasi aset. Tujuh rumah yang “ditertibkan” merupakan rumah yang berada di atas lahan yang merupakan aset perusahaan KAI.

“Sertifikat hak pakai No.2 tahun 1988 menjadi bukti kepemilikan atas aset dilokasi tersebut juga diperkuat dengan disahkan melalui surat keterangan Konfirmasi Bidang Tanah dari BPN yang menyatakan aset tersebut beserta batas-batasnya benar milik negara di bawah pengelolaan KAI. Hal tersebut pun sudah berulang kali disampaikan pada saat sosialisasi,” kata Kuswardojo.

Kuswardojo mengklaim penertiban dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan juga didampingi oleh aparat kewilayahan, TNI dan Polri. Menurutnya, KAI mematuhi aturan perundang-undangan yang berlaku dan mempersilakan bagi warga yang merasa memiliki hak atas rumah dan tanah tersebut untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.

"KAI akan terus melakukan upaya penataan aset yang dikelolanya, untuk menjaga keselamatan aset negara," tutup Kuswardojo.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//