• Kolom
  • NGULIK BANDUNG: BBM di Zaman Kolonial (1)

NGULIK BANDUNG: BBM di Zaman Kolonial (1)

Saat ini warga disibukkan dengan kenaikan harga BBM (dan isu soal kebocoran data pribadi). Tulisan kali ini mengulas soal BBM di zaman kolonial.

Ahmad Fikri

Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB page: Djiwadjaman

Instalasi pemompaan minyak di Hindia Belanda. Foto diambil sekitar tahu 1910. (Koleksi KITLV 16880, digitalcollections.universiteitleiden.nl)

15 September 2022


BandungBergerak.id - Agen komisi Chamot en Wilson yang berkantor di Poengkoer memasang iklan di koran De Preanger-bode tanggal 21 September 1903. Dalam iklannya, perusahaan tersebut menyanggupi menyediakan apa saja keperluan yang dibutuhkan. Bahan bangunan, perlengkapan pertanian, besi untuk atap dan plafon, cat, ter, oli, serta bensin.

Iklan perusahaan dagang tersebut tersebut terhitung yang pertama menyebut bensin di koran yang terbit dan beredar di Bandung di zaman kolonial. Saat itu, di awal abad ke-20 penggunaan bensin masih terbatas. Penggunaan paling utama bensin untuk bahan bakar mobil. Sementara keberadaan mobil di Bandung kala itu masih terhitung jarang.

Dunia mengenal mobil, kendaraan dengan mesin berbahan bakar bensin pada pertengahan abad ke-18 di Eropa. Tidak jelas benar kapan mobil masuk ke Hindia Belanda.

Namun koran De Preanger-bode tanggal 8 Februari 1899 memberitakan Tuan Stoop, seorang tuan tanah sekaligus  pengusaha pengeboran minyak memboyong mobil ke Jawa untuk menggantikan kuda-kuda pekerja. Beberapa bulan kemudian orang kaya lainnya, dr. Hijmans van Anrooij memboyong mobil ke Semarang (De Preanger-bode, 21 April 1899).

Bandung mengenal mobil saat kendaraan tersebut dibawa pelancong dari Batavia yang dalam perjalanannya menjajal kendaraan tersebut dengan berkendara jauh sengaja mampir di Bandung (Bataviaasch nieuwsblad, 18 April 1901). Selanjutnya koran De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, tanggal 27 Juni 1901 memberitakan Tuan Van Der Beek memboyong mobil ke Bandung untuk dipergunakan sebagai kendaraan sewaan bagi warga yang ingin merasakan sensasi mengendarai mobil.

Mobil memang masih jarang, tapi bensin kala itu sudah menjadi produk hasil bumi Hindia Belanda yang dicari-cari dunia. Koran Bataviaasch nieuwsblad tanggal 6 Juli 1903 mengutip jurnal kimia terbitan Jerman, Chemiker Zeitung, yang menyatakan industri perminyakan di Hindia Belanda dalam lima tahun terakhir berkembang luar biasa. Produk utamanya, bensin mentah dalam jumlah besar diperdagangkan hingga Amerika.

Iklan agen komisi Chamot en Wilson beralamat di Kantoor Poengkoer menyediakan bensin terbit di koran De Preanger-bode tanggal 21-9-1903 (sumber delpher.nl).
Iklan agen komisi Chamot en Wilson beralamat di Kantoor Poengkoer menyediakan bensin terbit di koran De Preanger-bode tanggal 21-9-1903 (sumber delpher.nl).

Minyak Bumi di Hindia Belanda

Ulasan kisah eksplorasi minyak bumi di Hindia Belanda di penghujung abad ke-19 dipaparkan oleh Profesor S. Hoogewerff, mantan mantan rektor Technische Hoogeschool di Delft, saat memberikan kuliah untuk Rotterdamsch Natuurkundig Genootschap (Masyarakat Fisika Rotterdam). Nukilan isi kuliahnya saat itu terbit di koran De Preanger-bode tanggal 24 September 1909.

Hoogewerff bercerita sejarah industri minyak modern dunia dimulai dari pengeboran minyak bumi yang dilakukan E. L. Drake di Titusville, Pennsylvania, Amerika pada 27 Agustus 1859. Tahun 1859 dengan produksi minyak hanya 262 ribu KG, tahun 1909 melompat menjadi 23,6 miliar KG (sementara produksi dunia di tahun itu 38,4 miliar KG). Amerika menjadi pemain utama minyak mentah dunia kala itu.

Ekstraksi minyak mentah kala itu masih terbatas. Sebagian dibakar langsung untuk penerangan, dibuat menjadi parafin, serta tar. 

Hingga tahun 1880, Amerika menjadi pemain tunggal minyak mentah. Kemudian Rusia menyusul. 

Minyak mentah sesungguhnya bukan barang baru. Peradaban yang jauh lebih lama mengindikasikan penggunaan minyak mentah. Babel yang memanfaatkan aspal panas, Persia yang menggunakan minyak bakar untuk lampu penerang, begitu juga kisah perjalanan Marco Polo menceritakan penggunaan minyak mentah di Rangoon, Cina, dan Baku.

Belanda memulai pencarian minyak bumi di Hindia Belanda. Hoogewerff menyebutkan sejumlah nama seperti Van Aalst, Arnold, Bik Bleeker, v. d. Hoevell dan Millard yang merintis pencarian minyak bumi di Hindia Belanda di awal tahun 1866 kendati tidak membuahkan hasil yang memuaskan.

Hoogewerff menyebutkan secara khusus nama Dordtsche yang menjadi titik balik perkembangan industri minyak bumi di Hindia Belanda. Dordtsche berhasil menemukan minyak dengan menggali sumur sedalam 172 meter di Desa Koeti pada 26 April 1888 yang menghasilkan 8 ribu liter minyak mentah per hari.

Keberhasilan penemuan minyak disusul dengan pembangunan kilang pengolahan. Sebuah kilang kecil di dekat Desa Seturi beroperasi pada tahun 1889 dengan kemampuan mengolah 5 ribu liter minyak per hari. Tahun 1892 kilang yang lebih besar beroperasi di Wonokromo yang mampu mengolah 50 ribu liter minyak mentah per hari, dan bertahap diperluas kapasitasnya menjadi 200 ribu liter minyak mentah per hari.

Ladang minyak yang lebih besar kemudian ditemukan di sebelah barat Surabaya tahun 1892. Menyusul penemuan ladang baru di Rembang tahun 1894, serta Tjepoe di Sungai Solo.

Belanda juga mencari minyak mentah di Sumatera. Pengeboran pertama dilakukan di Langkat tahun 1884 oleh Mr. Zijlker, tahun 1885 di Telaga Toengal. Produksi minyak Sumatera dimulai tahun 1889 dengan menghasilkan 26 ribu liter minyak per hari. Kilang penyulingan minyak pun didirikan tahun 1890 di pangkalan Berandan. Pencarian minyak kemudian dilakukan di Kalimantan.

Hoogewerff menyebutkan pada 1906 produksi minyak mentah di Hindia Belanda sudah menembus 1,35 juta ton. Jumlah y ang setara dengan 4,5 persen produksi minyak dunia.

Koran De Preanger-bode tanggal 9 Desember 1909 melanjutkan tulisannya tentang kuliah Hoogewerff. Kali ini khusus tentang metode pengolahan minyak mentah lewat proses destilasi atawa penyulingan, serta mencampurnya dengan uap belerang. Untuk minyak lampu misalnya, harus banyak mengandung belerang; dan minyak jenis ini bisa diperoleh dengan mengalirkan uap belerang di tengah proses destilasi di kilang pengolahan minyak.

Lewat proses-proses tersebut minyak mentah diubah menjadi bensin, minyak lampu, minyak gas, tentu saja residu. Bensin mentah perlu melewati lagi proses penyulingan untuk bisa dipergunakan menjadi bensin, bahan bakar kendaraan.

Proses pengolahan minyak mentah tidak melulu menghasilkan bensin. Penyulingan minyak mentah bisa menghasilkan parafin, tar, cairan penghilang noda pakaian, terpentin, vaselin, minyak pelumas, hingga cairan pengilang lemak tulang untuk menghasilkan lem yang kuat.

Hoogewerff bercerita, ada masanya harga bensin lebih murah dibanding minyak tanah karena sifatnya yang terlalu mudah terbakar. Namun kehadiran mobil membuat bensin menjadi produk minyak mentah yang paling banyak dicari di dunia saat ini. Bensin yang dihasilkan kilang minyak di Hindia Belanda sebagian besar dikirim ke Rotterdam untuk memasok kebutuhan warga Belanda di negara asalnya.

Produk lain dari minyak mentah yang selanjutnya paling banyak dicari adalah minyak pelumas. Sebagian besar industri dan alat transportasi membutuhkan minyak pelumas.

Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Terlupakan, Sanatorium Dago Heuvel (1)
NGULIK BANDUNG: Terlupakan, Sanatorium Dago Heuvel (2)
NGULIK BANDUNG: Situ-Situ di Zaman Kolonial

Fasilitas pengisian kaleng minyak bensis di Royal Dutch Petroleum Company di Pangkalansoesoe di pantai timur Sumatera. Foto diambil sekitar tahun 1916. (Koleksi KITLV 2801, sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl).
Fasilitas pengisian kaleng minyak bensis di Royal Dutch Petroleum Company di Pangkalansoesoe di pantai timur Sumatera. Foto diambil sekitar tahun 1916. (Koleksi KITLV 2801, sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl).

Bahaya Menyimpan Bensin

Pemberitaan koran berbahasa Belanda yang terbit di Hindia Belanda mengenai bensin dan minyak mentah hampir tak luput dari peristiwa kebakaran. Minyak mentah olahan, baik setengah jadi hingga yang sudah dalam bentuk bensin, sama-sama berbahaya karena karakteristik alamiahnya yang gampang terbakar.

Tahun 1902 misalnya, Hindia Belanda dihebohkan dengan kabar terbakarnya kapal Geneffe, kapal uap milik Shell Transport and Trading Company. Kapal yang menampung 100 ton bensin terbakar habis saat bersandar di dermaga di Pladjoe, Palembang.

Koran Bataviaasch nieuwsblad tanggal 15 November 1902 memberitakan kisah terbakarnya Geneffe yang nyaris membakar kilang pengolahan minyak di Pladjoe. Bencana tersebut terhindar setelah Kapten Walkers nekat menghidupkan Geneffe yang tengah terbakar untuk keluar dari dermaga menuju laut lepas.

Belum lama berlayar kapal pun pecah, minyak berhamburan.  Sungai Musi menjadi lautan api. Tak diketahui nasib Walkers saat itu. Beberapa hari setelah peristiwa kebakaran tersebut jasad Walkers ditemukan.

Kecerobohan pemilik kendaraan juga bisa berujung celaka. Seperit yang terjadi pada pemilik mobil di Bandung yang menyimpan kendaraannya di halaman hotel Homann, Bandung. Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie? tanggal 8 April 1907 memberitakan kecerobohan pemilik kendaraan yang tengah menguras bensin di tangki mobilnya meninggalkan pekerjaannya setengah jalan. Saat pergi sebentar, mobilnya tiba-tiba terbakar. Beruntung api keburu dipadamkan walaupun separuh mobilnya hangus terbakar, serta ruang dalam mobil yang rusak akibat semburan air.

Lain lagi kisah pilu yang terjadi pada satu keluarga di Palembang, yang bekerja pada perusahaan minyak di sana. Seperti diberitakan Bataviaasch handelsblad tanggal 11 Januari 1908, peristiwa terjadi saat nyonya rumah terbaring sakit. Pembantu rumah, seorang anak laki-laki hendak membuatkan kopi.

Dia hendak menyalakan kompor di dapur untuk memasak air. Karena tidak paham betul, dia mengisi kompor bukan dengan minyak tanah melainkan bensin yang disimpan tuan pemilik rumah. Saat kompor menyala terjadi ledakan hebat. Pembantu yang panik mengangkat kompor yang masih terbakar dan membawa berlari keluar.

Tuan pemilik rumah yang tengah berada di lantai atas, lari menuju dapur dengan terburu-buru menuruni tangga. Sang tuan malah menabrak pembantunya yang juga tengah berlari membawa kompor yang menyala hebat. Kompor pun jatuh, bensin yang masih tersisa tumpah mengenai keduanya, dan membakar tuan dan pembantunya sekaligus.

Keduanya menderita luka bakar hebat. Sang tuan yang mengalami luka bakar paling parah dikirim ke Batatvia untuk menjalani perawatan di Rumah Sakit Tjikini, sang pembantu dirawat di rumah sakit setempat di Palembang. Sang pembantu kemudian meninggal dunia setelah lima hari menjalani perawatan.

Peristiwa kebakaran akibat kecerobohan menyimpan bensin juga hampir membakar stasiun kereta di Kota Semarang.  Koran De Preanger-bode tanggal 21 Agustus 1908 mengisahkan seorang sersan polisi Van Wins yang sedang bertugas menemukan asap yang mengepul dari gerbong yang menyimpan kaleng-kaleng bensin yang baru saja diangkut dari pelabuhan Kalibaru. Kaleng-kaleng yang penuh berisi bensin tersebut hendak dipindahkan ke dalam kereta untuk selanjutnya mengirimnya menuju Cirerbon.

Van Wins lalu mengajak orang-orang yang berada di sana untuk memindahkan semua kendaraan dan barang-barang yang gampang terbakar menjauhi gerbong yang terus mengepulkan asap tebal.  Pemadam kebakaran pun dipanggil.

Petugas pemadam tidak berani menyemprotkan air pada gerbong yang penuh asap tersebut. Khawatir, aliran air malah akan membawa bensin menyebar. Petugas hanya menyemprotkan air pada gedung terdekat, tiang telepon, dan pagar agar tidak ikut terbakar. Gerbong diputuskan dibiarkan terbakar.

Sejak sore hingga pukul sepuluh malam api berpesta melalap gerbong dan membakarnya habis. Api yang berkobar menyajikan pemandangan yang indah juga mengerikan. Setiap satu kaleng yang meledak, kolom api lalu membumbung tinggi hingga dua puluh meter menjilati langit. Ribuan orang hanya berdiri menonton.

Esoknya saat api sudah padam, ternyata belum semua kaleng terbakar. Masih tersisa tujuh kaleng bensin yang masih utuh berisi bensin, tidak ikut terbakar. Penyelidikan polisi menemukan  kesaksian seorang kuli yang melihat rembesan bensin yang bocor dari dalam kereta.

Koran Bataviaasch nieuwsblad tanggal 22 Agustus 1908 memberitakan kebakaran tersebut. Koran itu menambahkan pengangkutan kaleng-kaleng berisi bensin yang mudah terbakar dilakukan dengan ceroboh.

Pemerintah Hindia Belanda sudah menetapkan aturan yang ketat untuk menyimpan, bahkan mengangkut bensin . Stbl. 1871 nomor 166, Stbl. 1890 no 52, Stbl. 1905 no.475, Stbl. 1906 no.143, dan Stbl. 1908 no.213; yang keseluruhannya mengatur tentang impor, pengangkutan, penyimpanan, hingga bongkar muat khusus untuk bensin, bahan yang sangat mudah terbakar.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//