• Narasi
  • Minggu Pagi di Bukit Candi Cicalengka

Minggu Pagi di Bukit Candi Cicalengka

Bukit Candi menjadi destinasi wisata olahraga di Cicalengka. Warga bersenam dan berlari. Para pedagang menyemut. Tetapi sampah pun berserakan.

Muh. Zaky Maulana Malik

Mahasiswa Ikopin University

Suasana bukit Candi di Cicalengka, Kabupaten Bandung, 2022. Bukit Cicalengka menjadi tempat berolahraga atau jalan-jalan bagi warga sekitar. (Foto: Muh. Zaky Maulana Malik/Penulis)

22 Oktober 2022


BandungBergerak.id - Hari Minggu adalah hal yang paling ditunggu semua orang termasuk orang Cicalengka. Di hari ini orang bebas melakukan apa saja selama ia tidak melanggar aturan yang berlaku. Senam pagi di alun-alun kecamatan Cicalengka atau di pintu depan Griya adalah dua di antara banyak hal yang dilakukan oleh orang-orang Cicalengka.

Tapi senam hanya dilakukan oleh ibu-ibu. Tak ada seorang pun bapak yang ikut senam. Mungkin ada, tapi sangat jarang. Dibanding pergi senam, bapak-bapak lebih memilih untuk lari pagi ke pasir Candi. Pasir Candi terletak di antara desa Tenjolaya dan Dampit sehingga ia ada di perbatasan dua kecamatan tersebut. Dalam Sunda, pasir artinya bukit. Jadi, bukit Candi.

Mengenai sejarah bukit Candi, tidak ditemukan satu catatan pun mengenainya. Meskipun demikian sejarah bukit Candi tetap diabadikan dalam bentuk lisan secara turun-temurun hingga sekarang. Satu hal yang perlu ditekankan adalah, bahwa di area bukit Candi tak ada satu pun bangunan Candi seperti namanya. Ada yang berpendapat sebab dinamakan bukit Candi adalah karena terdapat satu gundukan tanah yang bentuknya seperti stupa. Ada juga yang berpendapat sebab dinamakan bukit Candi adalah karena bentuk bukitnya terasering seperti bentuk Candi.

Orang yang lari pagi ke bukit Candi tidak hanya bapak-bapak. Ibu-ibu, remaja-remaja baik laki-laki maupun perempuan, dan anak-anak pun sering melakukannya. Sebagian dari mereka berangkat berlari pada jam 6 pagi. Tapi tentu itu bukan satu-satunya, sebab banyak juga yang datang lebih dari jam itu.

Motif mereka lari pagi ke bukit Candi pun beragam. Ada yang berniat untuk berolahraga, bermain, cari perhatian, dan membuat konten media sosial. Oleh sebab motif mereka berbeda satu sama lain, maka aplikasi saat menuju Candi pun demikian. Ada orang-orang yang bersemangat berlari meskipun teman-temannya berjalan kaki. Ada yang setengah berjalan kaki setengah berlari. Ada yang berjalan santai. Ada juga yang naik kendaraan lalu memarkir kendaraannya di RSUD Cicalengka yang terletak di Cikopo lalu berlari.

Kendaraan? Bukankah niat mereka pergi ke Candi adalah untuk lari pagi? Alasan mereka melakukannya adalah untuk menghemat tenaga dan waktu. Mereka menghemat tenaga karena jarak rumah mereka dan Candi jauh dan tenaga mereka belum sanggup untuk melakukannya. Mengenai waktu, mereka menghemat durasi lari pagi ke Candi karena mereka sangat sibuk.

Bukankah hari Minggu adalah hari yang bebas dari pekerjaan? Bagi ASN-ASN dan karyawan-karyawan kantoran hal itu benar. Tapi bagi beberapa orang tidak demikian. Meskipun libur, mereka sibuk. Entah sibuk karena membantu orang tuanya yang berjualan ataupun sibuk bermain game. Namun tidak hanya itu. Orang yang sibuk karena rebahan seharian pun banyak.

Orang yang berlari ke bukit Candi tidak hanya orang-orang dari Cicalengka. Orang-orang dari kecamatan lain sekitar Cicalengka pun ada yang berlari ke sana. Orang-orang dari kecamatan Cikancung dan Nagreg adalah dua di antaranya.

Baca Juga: Renungan dari Antrean Panjang di SPBU Cikancung
SEJARAH KERETA API DI BANDUNG RAYA (16): Stasiun Cicalengka
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #8: Menilik Kembali Dinamika Proyek Jalur Kereta Api Ganda Bandung-Cicalengka

Sampah dan Berkah

Bukit Candi nyata memiliki daya tarik khas sehingga membuat orang-orang dari Cikancung dan Nagreg pergi lari pagi ke sana. Suasana di bukit Candi adalah suasana yang tak mungkin dapat ditemukan di dua kecamatan itu. Mulai dari pemandangan Cicalengka—orang-orang yang berlari ke bukit Candi dapat melihat pemandangan kecamatan Cicalengka dari atas dan sebagian kabupaten Sumedang—sampai pedagang yang beraneka ragam. Banyak sekali pedagang yang berjualan di bukit Candi sehingga membuat Candi tampak seperti pasar.

Di sana banyak pedagang yang menjual barang dagangan yang sejenis. Sebut saja pedagang bubur ayam, kupat tahu, lontong kari, sosis bakar, batagor, cimol, basreng, cakue, otak-otak, dan nasi kuning. Meskipun demikian mereka tak pernah mengganggu pedagang lain yang sejenis meskipun barang dagangan mereka lebih laku. Agaknya mereka sadar kalau rezeki di tangan Tuhan. Jadi, andai kata mereka tak memiliki pesaing pun belum tentu dagangan mereka akan laku keras.

Pedagang yang menjual barang dagangan yang sejenis tidak hanya pedagang makanan saja. Pedagang pakaian dan pedagang hewan peliharaan pun demikian.

Keadaan bukit Candi di hari Minggu yang tampak seperti pasar bukan kabar bohong. Begitu seseorang sampai di sana, ia akan mendapati banyak pedagang yang berjualan. Pedagang yang tak kebagian tempat di lapangan, akan berjualan di pinggir jalan. Semakin pagi mereka datang ke bukit Candi semakin dekat tempat berjualan mereka. Demikian juga sebaliknya. Maka orang tak perlu merasa aneh ketika mendapati pinggiran jalan Candi dipenuhi para pedagang yang berderet panjang.

Namun tak hanya pedagang barang yang ada di bukit Candi. Para pedagang jasa pun banyak di sana. Pedagang yang menjual jasa kuda, mobil remot, motor, dan kereta-keretaan untuk anak kecil adalah beberapa di antaranya. Anak-anak kecil akan antusias, tapi tidak dengan orang tuanya. Orang tuanya akan cemberut karena tidak memiliki banyak uang. Adapun orang tua yang kaya akan merasa senang begitu mendapati anaknya senang saat menaiki kuda, mobil remot, motor, ataupun kereta-keretaan.

Kehadiran orang-orang yang berlari pagi ke bukit Candi merupakan sebuah berkah bagi para pedagang. Penghasilan mereka dari berjualan di bukit Candi jauh lebih besar daripada di hari-hari lain; perputaran uang di bukit Candi jauh cepat dibanding hari-hari lain. Semakin besar penghasilan artinya semakin banyak barang yang terjual. Semakin banyak barang yang terjual artinya semakin banyak sampah yang dihasilkan. Maka, besarnya penghasilan yang didapat searah dengan banyaknya sampah yang dihasilkan.

Sayangnya orang-orang masih membuang sampah sembarangan. Banyaknya sampah yang dibuang sembarangan oleh orang-orang di bukit Candi sebenarnya menjadi berkah bagi para perongsok. Tapi di sisi lain meneguhkan orang-orang Indonesia sebagai orang-orang munafik. Mereka marah ketika mendapati alam dicemari oleh perusahaan-perusahaan besar, tapi di waktu lain mereka juga mencemari lingkungan dengan membuang sampah sembarangan.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//