• Berita
  • BANDUNG HARI INI: Banjir Pagarsih Menyeret dan Menghancurkan Mobil

BANDUNG HARI INI: Banjir Pagarsih Menyeret dan Menghancurkan Mobil

Hujan deras meluapkan air Sungai Citepus ke Jalan Pagarsih. Sampah dan berbagai benda disapu banjir, termasuk kendaraan.

Beton kirmir TPU Sirnaraga di tepi Sungai Citepus, Bandung, ambrol, 5 Oktober 2022. Sedikitnya 25 makam nyaris hanyut dan puluhan makam lainnya terancam longsor. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana9 November 2022


BandungBergerak.id - Musim hujan identik dengan bencana banjir. Kota Bandung yang dialiri sekitar 40 sungai, sudah sering dilanda bencana hidrometeorologi ini. Salah satu bencana banjir yang cukup fenomenal terjadi 9 November 2016 yang dikenal banjir Pagarsih. Dalam peristiwa ini, dua mobil hanyut terbawa arus karena luapan Sungai Citepus.

Dua mobil yang hanyut itu terdiri dari Kijang berwarna merah dan Avanza berwarna hitam. Bahkan nahas menimpa mobil Avanza yang sempat lama menghilang karena terbawa arus deras banjir bandang. Mobil dengan pelat D 1599 QI tersebut awalnya terpakir di Jalan Pagarsih yang mulai diguyur hujan lebat pada sore harinya.

Hujan deras tersebut meluapkan air Sungai Citepus ke Jalan Pagarsih. Sampah dan berbagai benda yang ada di jalan pun tersapu banjir, termasuk kendaraan. Peristiwa ini sempat ramai terekam oleh kamera ponsel warga yang diunggah ke media sosial.

Butuh waktu seharian untuk menemukan mobil yang hanyut tersebut. Keesokan harinya, Kamis 10 November 2016, warga akhirnya menemukan mobil Avanza di dalam sungai sekitar 1,5 kilometer ke arah timur dari tempatnya semula.

Kondisi mobil sudah rusak berat dan terlilit berbagai jenis sampah plastik. Petugas sempat kesulitan mengevakuasi mobil yang tinggal rangka tersebut. Evakuasi dilakukan di tengah permukiman padat dan ditonton kerumunan warga Keluharan Nyengseret, Kota Bandung.

Selain menelan dua unit mobil, banjir Pagarsih juga menggerus benteng sepanjang 20 meter di Pagarsih. Satu unit rumah dilaporkan mengalami kerusakan. Meski demikian, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.

Banjir Pagarsih bukan peristiwa baru. Pada 24 Oktober masih di tahun yang sama, banjir melanda kawasan padat penduduk ini. Namun banjir pada 9 November tersebut diyakini yang terbesar dengan ketinggian air di Jalan Pagarsih mencapai lebih dari 1 meter. Jalan berubah menjadi sungai berarus deras. Aliran listrik sepanjang Jalan Pagarsih pun sempat dimatikan.

Padahal pagi harinya, Ridwan Kamil yang masih menjabat Wali Kota Bandung, sempat bekerja bakti bersama warga untuk membersihkan aliran Sungai Citepus yang penuh sampah. Sore harinya, hujan deras tumpah dari langit dan merendam sekitar 5 RW.

Dua tahun setelah banjir Pagarsih yang menghanyutkan kendaraan, Pemkot Bandung meresmikan program normalisasi Sungai Citepus di Jalan Pagarsih. Kepala Dinas PU Kota Bandung, Arief Prasetya menyampaikan, banjir Pagarsih disebabkan oleh beberapa hal. Di antaranya perilaku manusia, berkurangnya resapan air, dan kapasitas dimensi sungai yang sempit.

Normalisasi dilakukan Dinas PU pada Oktober 2017 dengan membangun basemen air di Pagarsih sepanjang 220 meter dengan dimensi 5 x 3,5 meter. Normalisasi ini menghabiskan anggaran sebesar 11 miliar rupiah.

"Jadi normalisasi ini harus dijaga oleh masyarakat. Insya Allah jalan Pagarsih tidak akan terkena banjir," ujar Arief Prasetya, dikutip dari siaran pers Pemkot Bandung, Selasa (13/2/2018).

Baca Juga: BANDUNG HARI INI: Kekerasan pada Gelombang Protes Reformasi Dikorupsi
BANDUNG HARI INI: Hoaks Pemukulan Ratna Sarumpaet, Mewaspadai Kabar Bohong di Tahun Politik
BANDUNG HARI INI: Tragedi Kebakaran Pasar Gebedage

Minimnya Resapan Air

Banyak penyebab banjir Pagarsih, mulai dari rapatnya permukiman penduduk yang menyebabkan tidak adanya daerah resapan air. Sementara daya tampung Sungai Citepus tak sanggup menerima air dalam volume besar.

Amirafi Eldin, dalam jurnal ilmiah Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional, Bandung, berjudul “Kajian Banjir di Sungai Citepus Jalan Pagarsih Kota Bandung”, mengatakan  Sungai Citepus merupakan anak Sungai Citarum.

“Tingginya curah hujan di wilayah Kota Bandung dan ditambah dengan buruknya daerah resapan air, merupakan beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya banjir,” tulis Amirafi, diakses Rabu (9/11/2022).

Amirafi melakukan kajian banjir berdasarkan penghitungan pada curah hujan rencana skala 25 tahun (R25) sebesar 209,30 mm dan debit banjir rencana skala 25 tahun dengan Metode Hidrograf SCS. Hasilnya, situasi iklim ini mengakibatkan genangan banjir dengan luas 30.438 meter persegi.

“Yang berarti saat ini kondisi penampang Sungai Citepus tidak mampu untuk dilewati dengan debit banjir rencana skala 25 tahun (Q25),” katanya.

Hasil simulasi yang dilakukan Amirafi juga menunjukkan bahwa lokasi banjir di Jalan Pagarsih meliputi area Jalan Pagarsih yaitu Gg. Warga Asih, Gg. Tresna Asih, Gg. Suka Asih, dan Gg. Siti di Jalan Astana Anyar.

Penelitian ini juga merekomendasikan agar di kawasan Pagarsih dibangun tanggul dengan ketinggian 3 meter dengan memberi tinggi jagaan setinggi 1 meter. Dengan tanggul ini diharapkan banjir Pagarsih tidak terus berulang.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//