BANDUNG HARI INI: Tragedi Kebakaran Pasar Gebedage
Pada 2018, dua kali Pasar Gebedage – yang kini dikenal surganya thrifting – mengalami kebakaran hebat. Kerugian miliaran rupiah.
Penulis Awla Rajul15 Juli 2022
BandungBergerak.id - Api berkobar menghanguskan sedikitnya 600 los Pasar Induk Gedebage, Kelurahan Mekarmulya, Kecamatan Panyileukan, Kota Bandung terbakar, Minggu, 15 Juli 2018, atau empat tahun lalu dari hari ini. Sayuran hingga sembako hangus terpanggang. Jalan di dalam pasar seperti lorong api.
Peristiwa mengenaskan di timur kota Bandung itu terjadi dini hari, sekitar pukul 00.15 WIB, ketika semua orang dan pedagang terlelap. Dinas Pemadam Kebakaran Kota Bandung menurunkan 17 unit mobil pemadam api dan membutuhkan waktu selama empat jam untuk menjinakkannya, ditambah 3,5 jam untuk pendinginan agar tidak ada lagi api yang berkobar kembali.
Kebakaran ini diberitakan luas oleh media massa. Diketahui api pertama kali muncul dari los 4 yang kemudian cepat menjalar ke los-los di sekitarnya, seperti los 3, 5, dan 6 yang merupakan blok yang menjual sayur-sayuran, keringan, grosiran, maupun sembako. Tidak ada korban jiwa dari kebakaran ini, namun kerugian material ditaksir hingga miliaran rupiah.
Tragedi kebakaran bulan Juli ini sayup-sayup masih diingat oleh salah satu pedagang grosir, Saepudin yang jongkonya terletak di los 3. Saat kebakaran terjadi, ia berada di rumahnya, semua dagangannya ludes terbakar. Selepas kebakaran, ia ingat berjualan di sisi jalan depan bekas jongkonya yang terbakar.
Cerita Pedagang Pasar Gedebage
Matahari tepat di atas kepala. Tidak banyak pembeli yang berlalu-lalang di Pasar Induk Gedebage, hanya segelintir orang terlihat, Kamis (14/7/2022). Para pedagang yang menunggu pembeli mengisi aktfitas dengan berbagai macam cara, ada yang merapikan dagangannya, memainkan gawai, atau mengobrol sesama pedagang.
Beberapa mobil box terlihat merapat ke depan jongko, memasok barang baru. Ketika kebakaran di bulan Juli 2018, salah satu mobil box milik H. Ade ludes terbakar. BandungBergerak mencoba mendatangi jongko milik H Ade yang berlokasi di los 3.
Salah seorang karyawan membenarkan peristiwa itu. Namun kini H. Ade sudah lama berpulang. Ia sendiri tidak bisa memberikan cerita mengenai kebakaran yang terjadi di 2018 silam.
Beberapa pedagang di los 3 dan los 4 menolak menceritakan peristiwa kebakaran karena ketika kejadian mereka sedang tidak berada di pasar, melainkan di rumahnya. Beberapa pedagang lagi terbilang baru yang mulai berdagang selama satu atau dua tahun ke belakang.
Di los 4, di sebuah jongko grosir telur, ada Engkus (58) dan empat orang karyawan grosir telur milik Mulyadi. Engkus sendiri merupakan pedagang beras, lokasinya tepat bersebelahan dengan grosir telur.
Engkus sudah berjualan cukup lama di Pasar Gedebage. Awalnya ia menolak bercerita mengenai kejadian kebakaran empat tahun silam. “Pokoknya cerita sedih itu, nanti sedih lagi jadinya,” ungkap Engkus, sambil bercanda dengan karyawan di grosir telur.
Namun, Engkus kemudian bercerita bahwa saat kebakaran ia sendiri sedang tidak berada di pasar. Beras dagangannya ludes terbakar. Selepas kebakaran, ia harus meminjam uang ke bank untuk modal awal berjualan kembali.
Setelah kebakaran, mereka membuat lapak sementara dari kayu, jaraknya dua meter dari bekas bangunan yang terbakar.
Rata-rata para pemilik los maupun karyawan tidak berada di tempat saat peristiwa terjadi. Maklum, kejadiannya dini hari di saat mereka pulas beristirahat di rumah masing-masing. Kalaupun ada yang tinggal di pasar, mereka juga masih terlelap pada dini hari itu, seperti diakui salah satu karyawan grosir telur milik Mulyadi.
Saat kebakaran terjadi, karyawan yang enggan disebut namanya itu bersama rekannya sedang tidur. Dengan nada bercanda ia bilang, ia dan rekannya kemudian terbangun dan “menonton kebakaran”.
Menurutnya, sebelum kebakaran, sore harinya, grosir telur milik Mulyadi baru saja memasok barang. Akibat kebakaran, seluruh pasokan telur yang baru datang itu habis terbakar. Kebakaran menjalar cepat karena konstruksi pasar yang terbuat dari kayu.
”Dengan konstruksi sekarang, cenderung lebih aman, amit-amit jika kebakaran terjadi lagi,” katanya.
Selain Engkos dan karyawan grosir telur milik Mulyadi, pedagang sayuran di los 3 bernama Endang (60) juga masih mengingat kejadian kebakaran 2018. Kebetulan ia menyaksikan sendiri kebakarannya.
”Kebakar semua dagangan saya waktu itu. Ini yang namanya kangkung, basah, habis terbakar. Air pun habis sampai kering karena terlalu besar [apinya]. Ini jalan kan lebar, kayak api saja sampai di jalan,” ungkap Endang.
Selepas kebakaran, Endang tetap melanjutkan berdagang di Pasar Gedebage. Sebab, jika tidak berjualan ekonominya akan sulit. Endang sendiri merupakan pedagang PKL di los 3. Sejak dulu ia berjualan di PKL, ia mengaku tidak mampu membeli jongko.
“Enggak, lanjut, kalau berhenti wah celaka. Ya enggak pindah saya, tetap saja di bekas kebakaran. Terus saja jualan seperti biasa,” katanya.
Kebakaran Kedua
Tahun 2018, dua kali Pasar Induk Gedebage diserang bencana si jago merah. Kebakaran kedua terjadi kurang dari dua bulan berikutnya dari kebakaran Juli, yakni 3 September 2018, pukul 16.55 WIB. Dinas Pemadam Kebakaran yang mendapatkan laporan kebakaran, mengirimkan 21 unit mobil pemadam api, dibantu dari Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi.
Kali ini kebakaran bermula dari pembakaran sampah. Api kemudian menjilat kios-kios yang saling berdekatan hingga menyebar ke mana-mana. Kios yang sebelumnya terbakar di bulan Juli juga ikut kembali terbakar.
Baca Juga: BANDUNG HARI INI: Palagan Perang Kota Kembang
Bandung Hari Ini: Aksi Seniman Pantomim Wanggi Hoed Dihentikan Polisi
Bandung Hari Ini: 20 Tahun Tobucil, Toko Buku Kecil dengan Perjalanan Besar
Pamor Pasar Gedebage dan Thrift Shopping
Dua kali dilanda kebakaran, pamor pamor Pasar Gedebage tetap mencorong. Bahkan kini Gedebage mendapat julukan baru, surganya thrifting, karena keberadaan pasar cimol yang menyediakan baju-baju impor bekasan alias preloved.
Thrifting atau berburu pakaian bekas terutama digandrungi anak muda dari dalam maupun luar Bandung. Pasar thrifting ini awalnya pindahan para PKL di kawasan Cibadak. Para pedagang menyebut fesyen bekas mereka dengan istilah Cimol atau Cibadak Mal.
Lokasi Pasar Cimol Gedebage terletak di belakang terminal Gedebage dan berdekatan dengan pasar induk. Namun, ada juga para pedagang yang meluber di sepanjang jalan pasar induk.
Sistem pasar Cimol Gedebage sudah cukup tertib. Ada lahan parkir yang teratur, juga penempatan blok. Para pedagang pun cukup tertata rapi. Banyak baju layak pakai dengan beragam merek yang dibanderol hanya Rp 5.000 – Rp 35.000 saja.
Ada juga baju atau celana yang dijual per paket, yakni Rp 100.000 per tiga potong. Sedangkan jaket atau sweater dengan merek tertentu dibanderol antara Rp 50.000 hingga Rp 200.000. Biasanya makin terkenal dan makin mulus barang, harganya makin tinggi.
Letak Pasar Cimol berada di area Pasar Induk Gedebage, didirikan pada tahun 2008 dan mulai aktif pada 2010. Luas bangunan pasar 14.536 meter persegi. Dengan total ruang dagang di lantai dasar sebanyak 1.088 ruang dagang.
Sejak awal pembangunan Pasar Cimol, Pemerintah Kota Bandung melibatkan pihak ketiga PT Javana Arta Perkasa. Saat ini, pengelolaannya dipegang oleh pihak ketiga dan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Kota Bandung.
Terdapat tiga pengelola di Pasar Induk Gedebage, yaitu PD Pasar, PT. Javana Arta Perkasa (pengelola cimol), dan PT. Ginanjar Saputra. Wilayah yang terbakar saat kebakaran di tahun 2018 merupakan tanah dan bangunan milik swasta, yaitu PT. Ginanjar Saputra.
Saat BandungBergerak menyambangi kantor PT. Ginanjar Saputra, diketahui bahwa seluruh direksi hingga staf baru telah berganti selama kurang lebih setahun. Satpam setempat menyebutkan, staf yang bekerja merupakan orang-orang baru, tidak ada yang mengetahui kisah kebakaran di tahun 2018. Satpam juga tidak mengetahui tragedi tersebut.
Namun dari riwayatnya, Pasar Induk Gedebage merupakan pasar swasta milik PT Ginanjar Saputra. Perusahaan itu lalu menjual sebagian lahan pasar yang masih kosong pada pemerintah Kota Bandung. Lahan yang tersebut kemudian diserahkan pada pengelolaan PD Pasar. Dalam perkembangannya pedagang yang berjualan di pasar tradisional membeli kios pada PT Ginanjar.
Tak jelas benar bagaimana pembagian pengelolaan pasar. Saat ini terdapat sekitar 1.000-an ruang dagang di lahan PT Ginanjar. Sementara pedagang yang aktif sekitar 500-600 pedagang.