Mengatasi Banjir di Kota Bandung tidak Cukup dengan Rumah Pompa, Drainase Harus Ditambah
Pembangunan rumah-rumah pompa di Kota Bandung menelan miliaran rupiah bersumber dari APBD. Pengadaan rumah pompa mesti dibarengi dengan perbaikan drainase.
Penulis Awla Rajul19 Januari 2023
BandungBergerak.id - Sepanjang 2022 lalu, Pemkot Bandung melakukan pengadaan rumah-rumah pompa senilai miliaran rupiah untuk mengurangi banjir yang kerap melanda di sejumlah titik. Pengadaan rumah-rumah pompa ini tidak akan efektif jika tak dibarengi dengan pembangunan drainase dan memperbanyak kolam retensi.
Memang penanganan banjir menggunakan alat pompa merupakan hal yang lazim untuk mempercepat buangan air ke sungai atau drainase. Pompa juga berfungsi untuk mengalirkan genangan air pada lahan-lahan yang tadinya sebagai resapan tapi beralih fungsi menjadi bangunan.
Chay Asdak, pakah hidrologi, mengatakan pengadaan rumah pompa semestinya satu paket dengan pembangunan drainase alias gorong-gorong. Artinya, drainase mengalirkan air ke sungai-sungai kecil maupun besar di Kota Bandung. Pompa merupakan alat yang digunakan untuk membantu mempercepat aliran air.
“Pompa menjadi efektif kalau dilengkapi dengan drainase yang persentasenya harus lebih besar dari 50 persen jalan yang ada dan dihubungkan ke sungai-sungai di kota Bandung,” terang Chay Asdak, ketika dihubungi BandungBergerak.id, Jumat (14/1/2023).
Dosen di Universitas Padjadjaran (Unpar) ini juga mengingatkan pengadaan rumah pompa dan pembangunan drainase diperlukan pada titik-titik di Bandung yang kerap dilanda banjir, selain di daerah-daerah yang sudah memiliki rumah pompa.
Titik-titik rawan banjir di Kota Bandung meliputi Cibaduyut, Cimindi, Jalan Soekarno Hatta, Rancabolang, Gedebage, Kopo, Citarip, Ciwastra, dan Cingised.
“Harusnya titik-titik banjir ini juga dilengkapi dengan pompa. Selain drainase kota yang ditambah, pompa juga dilengkapi di titik yang sudah diidentifikasi rawan banjir,” ungkapnya.
Namun mengandalkan rumah pompa dan drainase saja belum cukup. Menurut Chay, komponen penting lainnya dalam mengatasi banjir di Bandung adalah dengan membuat kolam retensi. Kolam retensi ini berfungsi sebagai penampung dan resapan air.
Kolam retensi menjadi penting di saat tingginya alih fungsi lahan yang menyebabkan resapan alami menjadi hilang. Langkah berikutnya dalah mengevaluasi kinerja kolam retensi. Kolam buatan ini pun perlu di bangun di banyak titik rawan banjir.
Chay menekankan bahwa pembangunan drainase, rumah pompa, dan kolam retensi merupakan kerja pemerintah, bukan masyarakat. Jadi pemerintah harus lebih giat lagi mengatasi banjir. Karena pemerintah yang mempunyai mandat untuk menyelesaikan persoalan banjir dan memiliki dana untuk mengusahakannya.
Bagaimana dengan peran masyarakat? Chay mengatakan warga bisa mengambil peran dengan cara menjaga lingkungan, misalnya tidak membuang sampah ke sungai atau ke aliran-aliran air. Karena sampah yang menumpuk bisa menyebabkan banjir. Budaya tertib sampah harus dibangun oleh masyarakat.
Selain itu, masyarakat juga bisa berperan dengan membuat sumur-sumur resapan. Masalahnya, masyarakat perlu mendapatkan fasilitator dari pemerintah.
“Tentu mereka perlu uang untuk itu (membuat sumur resapan), pemerintah harus memfasilitasi. Tidak perlu satu rumah satu, tapi bisa cluster, misal lima atau sepuluh rumah satu sumur resapan. Pemerintah tidak bisa menyerahkan sepenuhnya ke warga,” terang Chay Asdak.
Pembangunan Rumah Pompa
Dalam kurun 2022, Pemerintah Kota Bandung meresmikan tiga rumah pompa, yaitu Rumah Pompa Rancabolang di Jalan SOR GBLA, Gedebage, rumah pompa di Citarip, dan Cipagalo. Menurut laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Bandung, dana pembangunan ketiga rumah pompa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bandung tahun 2022 melalui satuan kerja Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (SDABM).
Rumah pompa Cipagalo dibangun oleh Cv. Agung Wiratama dengan nilai kontrak 1.009.184.730 rupiah. Tender pengerjaan konstruksi rumah pompa Rancabolang dan Citarip sempat gagal karena tidak ada peserta yang lulus evaluasi penawaran. Tender diulang pada 2 Agustus.
Rumah pompa Rancabolang dibangun oleh Cv. Rantika dengan nilai kontrak 1.468.408.054 rupiah. Rumah pompa Citarip sendiri dibangun oleh Cv. Satrya Kencana dengan nilai kontrak 993.059.391 rupiah.
BandungBergerak.id mendatangi langsung rumah pompa Rancabolang yang lokasinya berdekatan dengan kolam retensi Rancabolang, di sebelah sungai Cinambo, Jalan SOR Gedebage.
Rana Mulyana (28), operator Rumah Pompa Rancabolang dan kolam retensi menyebutkan bahwa ada tiga pompa dan satu genset di rumah pompa ini. Rumah pompa berpungsi mempercepat aliran air ke sungai Cinambo.
Pompa sendiri akan dioperasikan ketika genangan air mulai meninggi. Rana membeberkan sejak diresmikan Desember lalu, pompa belum digunakan secara efektif dan baru diuji coba beberapa kali.
“Daya sedot normal, sudah siap dipakai,” terang Rana ketika ditemui di Rumah Pompa Rancabolang, Senin (9/1/2023).
Sementara itu, rumah pompa Citarip dibangun di atas saluran air. Cat bangunannya masih baru. Melalui tukang becak yang ditemui di Gapura Citarip, diketahui bahwa pembangunan rumah pompa sudah selesai sejak akhir tahun 2022. Sejak selesai dibangun, tukang becak tersebut belum pernah melihat ada operator yang berjaga di rumah pompa tersebut.
Di tahun 2023 Pemkot Bandung berencana akan membangun rumah pompa di Cibaduyut dan Pasirkoja. Pembangunan rumah pompa Cibaduyut sudah masuk pelelangan tender di tahap masa sanggah. Pembangunannya menggunakan APBD 2023 dengan nilai kontrak yang ditawarkan oleh calon kontraktor pemenang, Cv. Rantika senilai 2.230.805.668 rupiah.
Baca Juga: Pengalaman Warga Lolos dari Kriminalitas Jalanan Kota Bandung
Seabad Observatorium Bosscha dalam Kepungan Alih Fungsi Lahan Kawasan Bandung Utara
Sampah Terus Menumpuk di TPS-TPS Kota Bandung, Para Pengangkut Kehilangan Upah
Dilanda Banjir
Jika merujuk pada laman LPSE, ada 10 pelelangan pembangunan rumah pompa di Kota Bandung sejak tahun 2014. Rumah Pompa Saluran Adipura, Gedebage merupakan salah satu rumah pompa yang dibangun untuk mengatasi banjir di daerah tersebut. Pada 2016, kawasan ini sempat dilanda banjir setinggi satu meter lebih.
Rumah pompa Adipura kemudian dibangun dengan dana APBD. Pembangunan dilakukan oleh Cv. Sindang Jaya dengan nilai kontrak senilai 1.530.031.000 rupiah.
Di rumah pompa ini ada tiga pompa dan satu genset. Lokasi rumah pompa Adipura berseberangan dengan rumah pompa Rancabolang. Namun, rumah pompa Adipura mengaliri air dari komplek perumahan Adipura ke sungai Cinambo.
Operator rumah pompa akan mulai menyalakan pompa ketika permukaan air sudah setinggi 80 centimeter. Pengukuran ini akan dilihat oleh operator di pintu air yang tepat berada di depan rumah pompa.
Komplek Perumahan Adipura merupakan salah satu daerah yang rawan banjir ketika hujan dengan intensitas tinggi. Selain terdapat pompa yang dibangun Pemkot Bandung, pengembang perumahan juga menaruh pompa di setiap cluster yang rawan direndam banjir. Pompa ada di Cluster Pinus RW 8, Cluster Palem RW 9, dan Cluster Tulip RW 10. Tak hanya itu, pengembang juga menaruh dua rumah pompa di ujung komplek yang langsung mengaliri air ke Sungai Cinambo.
Heri (49), satpam Cluster Tulip menyebutkan semenjak ada pompa di setiap cluster dan pompa Adipura, genangan air selama hujan surut lebih cepat dibandingkan sebelum adanya pompa. Ia menjelaskan saat banjir terparah di 2016, ketinggian air mencapai pinggangnya, kira-kira satu meter. Selama ada pompa, air hujan hanya menggenang di jalanan setinggi kira-kira 10-15 centimeter.
“Kalau hujan dulu menggenang sampai sehari atau dua hari. Kalau ada pompa ini paling hitungan jam surut. Paling lama satu jam lah (surutnya),” ungkap Heri saat ditemui di pos satpam Cluster Tulip, Rabu (11/1/2023).
Heri menjelaskan bahwa pompa di setiap cluster membantu mempercepat aliran genangan di komplek ke drainase. Aliran air kemudian diteruskan ke Sungai Cinambo.
Untuk mengonfirmasi soal rumah pompa ini, BandungBergerak.id sudah menghubungi Kepala Dinas Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Kota Bandung, Didi Ruswandi pada 12 dan 17 Januari 2023, namun belum mendapatkan respons.