• Berita
  • Kebijakan Menaikkan Tarif Parkir di Kota Bandung untuk Siapa?

Kebijakan Menaikkan Tarif Parkir di Kota Bandung untuk Siapa?

Kebijakan menaikkan tarif parkir off-street di Kota Bandung yang kemudian ditunda, mengandung logika keliru. Transportasi publik mestinya menjadi prioritas utama.

Mesin parkir di Jalan Oto Iskandardinata, Bandung, (23/12/2022). Keberadaan mesin parkir di kawasan pusat perdagangan tetap membutuhkan petugas parkir karena budaya bayar secara digital masih belum merata, disamping itu banyak juga mesin parkir yang tak berfungsi. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul25 Januari 2023


BandungBergerak.idRencana kenaikan tarif parkir di tempat-tempat parkir (off-street) Kota Bandung tidak akan mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik. Pemilik kendaraan justru akan memilih parkir di bahu-bahu jalan (on street) yang liar bertebaran di Kota Bandung. Kecuali jika sarana dan prasarana transportasi publik dibenahi menjadi lebih nyaman dan murah.

Meski rencana kenaikan tarif parkir ini kemudian dibatalkan dengan alasan inflasi, namun ada logika keliru dari Pemkot Bandung dalam membenahi urusan transportasi dan lalu lintas yang sangat kompleks. Pembenahan masalah yang rumit tidak bisa mengandalkan kebijakan menaikkan tarif parkir.

Sudah diketahui umum bahwa masalah transportasi Kota Bandung berhubungan erat dengan kelemahan sarana-prasarananya, mulai dari moda transportasi publik, melonjaknya penggunaan kendaraan pribadi, trotoar yang tidak memadai, dan termasuk di dalamnya parkir. Kelemahan-kelamahan ini berdampak pada kemacetan lalu lintas.

Teti A. Argo, pengamat perencanaan wilayah dan kota, mengatakan upaya mendorong warga beralih ke transportasi publik bukan hal yang sederhana. Pemkot Bandung disarankan agar melakukan riset mendalam untuk mendukung kebijakannya. Suatu kebijakan tidak boleh berdasarkan intuisi atau perkiraan.

Untuk membenahi lalu lintas Kota Bandung, dosen dari Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengaskan bahwa transportasi publik perlu diprioritaskan. Contohnya, transportasi publik angkot yang selama ini kurang mendapat sentuhan kebijakan pemerintah. Sejak dahulu sampai sekarang, tak banyak perubahan berarti pada angkot. Ibaratnya, mereka hidup segan mati tak mau.

“Revitalisasi dong angkot yang ada sekarang. Karena terjadi pengabaian kepada yang sekarang. Artinya gak terjadi, upaya memindahkan orang ke mass transit itu gak terjadi di kota Bandung selama terjadi pengabaian,” ungkap Teti yang sehari-hari biasa naik angkot, melalui sambungan telepon kepada BandungBergerak.id, Jumat (20/1/2023).

Angkot adalah salah satu transportasi yang melayani masyarakat Kota Bandung. Pengguna angkot kebanyakan ibu-ibu aratu masyarakat yang tidak bisa mengendarai kendaraan pribadi. Namun selama ini angkot dipandang sebelah mata. Dan sudah menjadi rahasia umum, banyak yang mempersoalkan kenyamanan pada angkot.

Kondisi transportasi publik Kota Bandung yang masih belum memadai juga akan menjadi persoalan ketika tarif parkir naik. Orang-orang masih akan tetap membawa kendaraan pribadi karena tempat parkirnya tersedia.

“Publik transitnya belum terjangkau, motor atau mobil kan jadi alternatif. Kalau penelitian ITB, makin banyak gedung parkir itu makin bikin orang pengin bawa mobil. Makin sedikit gedung parkir itu orang mikir-mikir bawa mobil sendiri,” jelasnya.

Sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menerbitkan peraturan Wali Kota Bandung No. 121 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Parkir di Luar Badan Jalan (Off-Street) dan Keputusan Wali Kota Bandung Nomor 551/Kep.3132-Dishub/2022 tentang Harga Sewa Parkir di Luar Badan Jalan (Off-Street). Kebijakan menaikkan tarif parkir ini mulai berlaku 11 Januari 2023.

Pemkot Bandung berharap kebijakan itu dapat memicu swasta membangun lahan atau gedung parkir. Dengan kata lain, investasi di bidang parkir di Kota Bandung bisa tumbuh. Selain itu, kenaikan tarif parkir bisa memicu masyarakat untuk beralih ke moda transportasi publik, tidak menggunakan kendaraan pribadi.

Namun setelah berjalan selama seminggu lebih, kebijakan menaikan tarif parkir tersebut kemudian ditunda karena alasan inflasi. Pada Desember 2022, Jawa Barat mengalami inflasi year on year (yoy) sebesar 6,04 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 115,11. Menurut Badan Pusat Statistik, Inflasi yoy tertinggi terjadi di Kota Bandung sebesar 7,45 persen dengan IHK sebesar 115,43.

“Kemarin karena menjadi salah satu penyumbang inflasi yang tinggi juga di Kota Bandung, akhirnya hasil kajian ini kita tunda. Kemarin sudah ada beberapa tempat yang menyesuaikan peraturan ini karena mereka sistemnya sudah disetting. Tapi ternyata sekarang sistemnya harus disesuaikan kembali, sehingga butuh 2-3 hari baru kembali dengan tarif normal,” ujar Wali Kota Bandung, Yana Mulyana, usai peresmian Seke Buka Tanah, Kelurahan Pasir Wangi Ujung Berung, Kamis (19/1/2023) dikutip dari siaran pers.

Warga menempelkan kartu e-money saat bayar parkir di mesin parkir elektronik di kawasan Braga, Bandung, 1 Juni 2022. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Warga menempelkan kartu e-money saat bayar parkir di mesin parkir elektronik di kawasan Braga, Bandung, 1 Juni 2022. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Menaikkan Tarif Parkir Menambah Titik Kemacetan

Kebijakan kenaikan tarif parkir ­off-street dikhawatirkan membuat pengguna parkir malah memilih parkiran on-street (di bahu jalan). Akhirnya titik-titik kemacetan menjadi bertambah. Teti A. Argo menduga kenaikan tarif parkir dibuat berdasarkan permintaan dari pihak pengelola parkir karena biaya operasional yang naik.

Teti berharap ada transparansi dari pemerintah soal kebijakan yang mereka terbitkan. Tanpa transparansi ini dikhawatirkan akan muncul kecurigaan suatu kebijakan hanya mengutamakan kelompok-kelompok tertentu.

“Logikanya menurut saya masih kurang jelas dalam arti ke mana sih ini semua mau diarahkan modelnya. Sebenarnya apa yang mau didorong,” terang Teti.

Teti setuju bahwa Bandung memerlukan tempat-tempat parkir diperlukan. Namun ia mendorong agar tempat-tempat parkir ini dibangun sesuai dengan penggunaannya. Misalnya, di lokasi-likasi pendidikan atau di pusat-pusat keramaian.

“Menurut saya diatur berdasarkan penggunaannya. Jadi misalnya kita masih terganggu dengan on-street, nah seharusnya yang harus mulai ada parkir off-street itu lembaga pendidikan. Terutama lembaga pendidikan yang profit-making,” ungkap Teti.

Teti lebih setuju lagi jika lembaga pendidikan yang belum memiliki ruang parkir diarahkan untuk membangun tempat parkir off-street. Tidak bisa dipungkiri bahwa lembaga-lembaga pendidikan menjadi salah satu titik kemacetan di Kota Bandung. Tidak sedikit orang tua atau murid dan mahasiswa yang memarkirkan kendaraannya di bahu jalan.

Namun peruntukan tersebut tidak terlihat pada kebijakan menaikan tarif parkir yang dikeluarkan Pemkot Bandung.

“Target sasarannya gak jelas ketika menjelaskan kenapa tarif parkir itu harus meningkat. Kalau dia eksplisit bilang bahwa off-street itu harus meningkat karena kita pengen punya parking-parking yang membuat orang tetap nyaman berkendaraan tapi tidak mengganggu pengguna jalan itu kan argumen yang menurut saya bisa diterima,” lanjutnya.

Baca Juga: Kemudahan Kredit Motor dan Lemahnya Sistem Transportasi Publik Menyumbang Kemacetan di Kota Bandung
Berikut Ini Ketentuan Mendapatkan Vaksin Booster Kedua, Gratis dan tidak Perlu Menunggu Tiket
AGENDA BANDUNG: Jadwal Vaksinasi Covid-19 di Puskesmas-puskesmas di Kota Bandung, 24-28 Januari 2023

Kepentingan Investor

Kebijakan menaikkan tarif parkir off-street bisa jadi akan mengundang investor untuk membangun tempat-tempat parkir. Namun kebijakan ini justru berpotensi akan meningkatkan penggunaan kendaraan pribadi, alih-alih membuat warga beralih ke transportasi publik.

Sebab, kata Teti, ketika layanan parkir nyaman maka penggunaan kendaraan pribadi pun akan semakin nyaman berpergian. Mereka tidak akan kesulitan mencari tempat parkir. Orang-orang yang sebelumnya tidak bepergian pun menjadi terdorong untuk bepergian.

Hasilnya, jalan di Kota Bandung akan tetap macet. Tentu tingginya aktivitas warga dalam menggunakan jalan raya akan meningkatkan denyut ekonomi. Tapi kemacetan juga merugikan karena akan membuat orang tidak produktif.

Sementara itu, Pemkot berdalih bahwa kenaikan tarif parkir hanya salah satu dari rangkaian rencana untuk membenahi transportasi di Kota Bandung. Ada rencana jangka panjang berupa menyiapkan infrastruktur transportasi publik yang aman, nyaman, dengan tarif yang terjangkau.

Dengan demikian, Pemkot berharap kemacetan di Kota Bandung bisa dikurangi. Yana Mulyana mengungkapkan dalam waktu dekat transportasi publik yang akan dikembangkan adalah bus.

"Kami sudah berbicara dengan pihak provinsi, ada satu koridor yang akan dibangun dibiayai oleh pemprov dan pemerintah pusat, itu koridor Bandung Utara ke selatan. Dari babakan Siliwangi ke terminal Leuwipanjang berbasis LRT. Mudah-mudahan bisa segera dibangun tahun ini,” beber Yana.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//