• Berita
  • Seruan Darurat Iklim dari Jalanan Kota Bandung

Seruan Darurat Iklim dari Jalanan Kota Bandung

Aksi dimulai di Simpang Lima, Gedung Merdeka, Jalan Braga, Cihampelas, dan Babakan Siliwangi. Mereka menyerukan bahaya perubahan iklim.

Aktivis lingkungan memakai payung saat aksi unjuk rasa tolak bala setop bencana terkait perubahan iklim di Bandung, Minggu (26/9/2021). Aksi ini digelar untuk menekan pemerintah agar mengakomodir masalah krisis iklim. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau4 Maret 2023


BandungBergerak.idSejumlah mahasiswa dan masyarakat sipil menggelar aksi kampanye dan edukasi terkait krisis iklim di Kota Bandung, Jumat (3/3/2023). Aksi ini menyoroti berbagai dampak perubahan iklim yang kini kian nyata, mulai dari naiknya suhu bumi, cuaca yang tidak menentu, dan bencana terjadi di mana-mana. Aksi ini juga mengkritik pembangunan yang tak mempertimbangkan kondisi lingkungan.

Peserta aksi berasal dari berbagai kampus dan komunitas, yakni Extinction Rebellion Bandung dan komunitas Garis Bawah. Aksi ini serentak dilaksanakan di Indonesia. Di Bandung sendiri, aksi dimulai di jalanan Simpang Lima menuju Gedung Merdeka, Jalan Braga, Cihampelas, dan berakhir di Hutan Kota Babakan Siliwangi.

Mereka membawa poster-poster kampanye tentang iklim dan melakukan aksi teatrikal. Massa aksi menyindir kebijakan pemerintah dengan seni.

“Kami butuh aksi bukan janji,” tertulis dalam sebuah poster dengan gambar Presiden Joko Widodo.

“Mau nunggu krsisi iklim separah apa sih?” tertulis pada poster lainnya.

Pantauan Bandungbergerak.id sekitar pukul 13.50 WIB, massa aksi bergerak ke arah Jalan Braga. Di sana mereka melakukan aksi teatrikal sambil membagikan hasil kajian dan tuntutan aksi kepada masyarakat.

Terlihat sebagian dari massa aksi ada yang menggunakan pakaian proyek dan membawa jerigen plastik. Hal itu untuk menyindir pemerintah yang hanya mempedulikan pembangunan infrastruktur tanpa mempertimbangkan kelestarian lingkungan.

“Lebih pembangaunan infrastruk di berbagai daerah tapi tidak ditinjau dari sektor lingkungannya, meskipun era kemajuan sendiri dibutuhkan infrastruk tapi lingkungan hidup itu mesti harus dijaga,” ungkap salah satu massa aksi Mirfad, dari Komunitas Garis Bawah.

Koordinator aksi Ilham Hilmi menyatakan pemerintah daerah harus menaruh perhatian khusus pada krisis iklim. Dampak dari krisis iklim dapat dilihat dari banjir di Bandung selatan yang tak berkesudahan. Menurutnya penyebab banjir Bandung selatan diperparah dengan pembangunan yang tak memperhatikan lingkungan. Hutan atau daerah resapan dibabat habis.

Di lain sisi, kasus krisis iklim berpengaruh pada banyak sektor kehidupan. Bahkan kondisi darurat iklim ini berkaitan erat dengan hak asasi manusia (HAM). Namun upaya pemerintah dinilai masih lamban. Pemerintah dinilai gagal menjamin hak asasi manusia untuk menghirup udara bersih, hidup di lingkungan sehat, dan hak mendapatkan air bersih.

“Jadi isu perubahan iklim dan lingkungan itu adalah isu yang lintas sektor bukan hanya ekonomi budaya, tapi jauh lebih dari itu menyangkut kehidupan kita semua di muka bumi,” ungkapnya.

Ilham juga menyoroti pemanasan global yang dihasilkan energi kotor batu bara. Seharusnya Indonesia tidak menggunakan batu bara karena dampak merusaknya yang tinggi terhadap lingkungan. 

Dalam konferensi tangkat tinggi di Paris pada 2017 telah disepakati untuk menjaga suhu bumi agar tidak sampai melebihi 1,5 derajat celsius. Namun menurut Ilham, dalam beberapa tahun terakhir suhu bumi terus mengalami kenaikan. NASA mencat pada tahun 2020 suhu bumi naik 1,02 derajat celsius.

Kenaikan suhu bumi meningkatkan bencana alam yang menimpa manusia. Contohnya, banyak masyarakat pesisir yang terkena dampak banjir rob di mana air laut naik ke darat. Di Kota Bandung sendiri krisis iklim sudah terasa. Cuaca menjadi tidak bisa lagi ditebak.

Baca Juga: Ketika Rapat Partai Politik Diselenggarakan di Gedung Merdeka
Penduduk Kota Bandung Didominasi Anak Muda, Kebijakan Pemkot tidak Boleh Kolot
Peran Masyarakat Sipil di Balik Plakat Adipura untuk Babakan Siliwangi Kota Bandung

Aksi Simbolik Menggunakan Kesenian

Aksi darurat iklim menggunakan simbol-simbol kesenian kesenian yang dibawakan oleh Komunitas Garis Bawah. Aksi dimulai di Simpang Lima di mana ada peserta aksi yang membalut dirinya dengan kain berwarna merah.

Menurut Teddy P dari Komunitas Garis Bawah, aksi tersebut sebagai simbolik bahwa manusia saat ini menghadapi tirani baik dari diri sendiri ataupun di luar dirinya, yakni dari kepentingan kota atau pemerintah.

Manusia selalu tertiranikan oleh diri sendiri. Sehingga digunakan kain merah sebagai simbolik membalut diri. Aksi teatrikal lain dilakukan di Gedung Merdeka. Di sana peserta aksi berusaha memvisualkan satu bentuk karya lukis sebagai refleksi ingatan masyarakat tentang Bandung di masa lampau yang asri, bersih, hijau, dan berbunga. Namun kini Bandung tak ubahnya kota yang penuh dengan beton.

“Bandung kota yang sifatnya benar-benar kota, banyaknya infrastruktur kota yang melupakan kota di mana satu bentuk hutannya dihilangkan,” ungkapnya.

Lokasi berikutnya di Teras Cihampelas. Mereka menyindir bahwa kini tanah tak lagi ditanami padi, tapi ditanami oleh beton-beton. Masyarakat diharapkan bisa menyadari bahwa pentingnya peduli terhadap lingkungan.

“Kalau kita yakin kita manusia berarti kita tahu bagaimana cara memperdulikan diri kita dan alam. Kalau tidak sadar diri kita manusia mungkin kita sudah lupain hal-hal yang sifatnya adab, moral, sisi lingkungan dan alam sekitarnya,” kata Teddy.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//