SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #15: A.S. Tanoewiredja
A.S. Tanoewiredja memulai harier jurnalistiknya di Sipatahoenan. Sampai Sipatahoenan mengumumkan pemecatannya sebagai redaktur dan pemimpin redaksi.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
30 Maret 2023
BandungBergerak.id - A.S. Tanoewiredja adalah wartawan dan pengarang roman Sunda. Karier jurnalistiknya bermula dari Sipatahoenan, hingga mencapai jabatan sebagai pemimpin redaksi. Ia juga sempat menjadi pemimpin redaksi koran Galih Pakoean, redaktur Aksi, direktur percetakan, dan menulis roman Sunda Tjin Nio (1938).
Riwayat kerja kewartawanan A.S. Tanoewiredja di Sipatahoenan dimulai sejak edisi 11 September 1929. Saat itu Sipatahoenan masih terbit dua kali seminggu, yaitu setiap Rabu dan Sabtu. Pada edisi sebelumnya (7 September 1929) yang tertulis dalam boks redaksi adalah redaktur Bakrie Soeraatmadja dan Soetisna Sendjaja, ditambah Soeriadiradja, redaktur di Batawi. Dengan masuknya Tanowiredja, pada edisi 11 September 1929, yang tertulis di boks redaksi adalah “Redacteuren: Bakrie Soeraatmadja & Soetisna Sendjaja. Vaste medewerker: A.S. Tanoewiredja. Redacteur di Batawi: Soeriadiradja”.
Dengan kata lain, mula-mula Tanoewiredja menjabat sebagai pembantu tetap Sipatahoenan sejak 11 September 1929. Posisi tersebut terus bertahan hingga awal Januari 1930, saat dia diangkat menjadi salah satu redaktur, menyusul pengangkatan Bakrie Soeraatmadja menjadi pemimpin redaksi dan Soeriadiradja tidak lagi sebagai redaktur di Betawi. Persisnya, pada No. 5, 7 Januari 1930, yang tertulis di boks redaksi Sipatahoean adalah: Hoofdredacteur: Bakrie Soeraatmadja. Redacteurs: Soetisna Sendjaja & A.S. Tanoewiredja”.
Agaknya karena Bakrie harus fokus bekerja di Bandung, Tanoewiredja kemudian diangkat untuk menggantikannya pada awal November 1930. Karena saat itu, Sipatahoenan masih diterbitkan di Tasikmalaya oleh Paguyuban Pasundan cabang Tasikmalaya. Yang terang, sejak edisi 1 November 1930, A.S. Tanoewiredja menjabat sebagai “hoofdredacteur” Sipatahoenan. Sementara yang menjadi redakturnya Soetisna dan Bakrie (redaktur di Bandung).
Dalam edisi 1 November 1930, juga disertakan alasan penempatan Bakrie di Bandung dalam tulisan berjudul “Robahan Sipatahoenan”. Di situ disebutkan, “Koe sabab pikeun di Bandoeng mah teu aja redacteur noe pibisaeun leuwih actief kana ngamadjoekeun ieu soerat kabar, iwal ti djrg. Bakri Soeraatmadja, koe poetoesan Directie, andjeunna dialihkeun djadi Redacteur Sipatahoenan di Bandoeng, sakalian bari ngadjagi bijkantoor. Algemeene leiding Sipatahoenan dipasrahkeun ka Hoofdredacteur anjar djrg. A.S. Tanoewiredja” (Oleh karena untuk di Bandung tidak ada redaktur yang akan lebih aktif untuk memajukan surat kabar ini, kecuali tuan Bakri Soeraatmadja, oleh keputusan direksi, ia dialihkan menjadi redaktur Sipatahoenan di Bandung, sekalian seraya menjaga bijkantoor. Pimpinan umum Sipatahoenan diserahkan kepada pemimpin redaksi baru tuan A.S. Tanoewiredja”.
Sebagai ganti Bakrie, jajaran redaksi diperkuat tenaga baru Mohamad Koerdie, yang menjadi vaste medewerker Sipatahoenan sejak No. 249, 3 November 1930. Bahkan kemudian, sejak edisi 3 Januari 1931, Bakrie Soeraatmadja tidak lagi masuk dalam boks redaksi Sipatahoenan dan yang tertinggal adalah Hoofdredacteur A.S. Tanoewiredja, dan Redacteuren Soetisna Sendjaja & Mohamad Koerdie.
Susunan redaksi Sipatahoenan sempat dijabat “Hoofdredactie” atau redaksi kepala, oleh dua orang. Pertama, sejak 10 Februari 1931 hingga 24 Februari 1931, “Hoofdredactie”-nya dijabat A.S. Tanoewiredja dan Soetisna Sendjaja. Setelah itu, antara 25 Februari 1931 hingga 2 Juni 1931, “Hoofdredactie”-nya Bakrie Soeraatmadja dan A.S. Tanoewiredja.
Penggelapan Uang dan Kertas
Sipatahoenan mengumumkan pemecatan A.S. Tanoewiredja sebagai redaktur dan pemimpin redaksi pada edisi 16 Juni 1931.
Direksi surat kabar itu membuat pengumuman berjudul “Bewara ti Directie” (kabar dari direksi). Pada paragraf pertama diumumkan, “Ningal kana kakoesoetanana perkawis Administratie noe didjalankeun koe djoeragan A.S. Tanoewiredja, noe ajeuna parantos dilirenkeun tina kalangan Sipatahoenan, disoehoenkeun ka sadjana bae sing atos-atos pisan oepami ngintoenkeun postwissel oelah nganggo adres ka djenengan sala sawios padamel, nanging tjekap ka Administratie Sipatahoenan Tasikmalaja bae”.
Artinya, melihat kekusutan administrasi yang dijalankan oleh tuan A.S. Tanoewiredja, yang sekarang sudah diberhentikan dari kalangan Sipatahoenan, direksi memohon kepada semuanya agar berhati-hati sekali bila mengirimkan wesel pos, jangan menggunakan alamat kepada nama salah seorang pegawai, cukup hanya kepada administrasi Sipatahoenan saja.
Ternyata, kekusutan administrasi di bawah Tanoewiredja tidak hanya berhenti saat dia dipecat, melainkan masuk ke ranah hukum. Buktinya, sejak awal November 1931 sudah mengemuka tuntutan pengurus besar Paguyuban Pasundan kepada A.S. Tanoewiredja, yang diduga melakukan penggelapan uang, sebagaimana diberitakan dalam Het Nieuw van den Dag voor Nederlandsch-Indie edisi 3 November 1931.
Dengan tajuk “Diadoeken”, Sin Tit Po edisi 5 November 1931 yang mengulang berita Het Nieuw van den Dag voor Nederlandsch-Indie, menyebutkan “Menoeroet sepandjang warta jang Het Nieuws dapet dari Soekaboemi, toean S. Tanoewiredja, bekas redacteur dari soerat kabar Sipatahoenan, soeda diadoeken oleh hoofdbestuur dari perkoempoelan Pasoendan kerna toean Tanoewiredja di toedoeh lakoeken penggelapan”.
Selain itu, Sin Tit Po mengabarkan bahwa Tanoewiredja selepas dari Sipatahoenan bekerja menjadi redaktur surat kabar Galih Pakoean yang terbit di Batavia (“Sementara itoe toean Tanoewiredja mendjadi redacteur dari soerat-kabar Galih Pakoean jang terbit di Batavia”).
Agaknya, kasus A.S. Tanoewiredja terus berlanjut. Salah satunya terbukti dari Soemanget edisi 1 Juni 1932 yang menurunkan berita “Toean A. S. Tanoewiredja contra Sipatahoenan”. Di situ dikatakan, “Pada 26 Mei jl. Landraad di Tam. telah preksa perkaranja toean A. S. Tanoewiredja Ex. Hoofdredacteur Sipataboenan sekarang Directeur Hoofdredacteur Galih Pakoean jang terdakwa memake oeang kepoenjaan Sipatahoenan semoea berdjoemblah f. 445.04 dan 40 riem kertas harga f 104, boeat dirinja sendiri, atas keroegian Sipatahoenan.” Namun, konon, “Lantaran katerangan belon tjoekoep poetoesan laloe di moendoerken sampe ddo. 23 Juli j.a.d”.
Baca Juga: SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #12: Mohamad Koerdie
SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #13: Leleson Dinten Minggoe
SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #14: Fonds Sapoeloeh Reboe
Tetap di Dunia Jurnalistik
Apakah A.S. Tanoewiredja terbukti bersalah dan terhukum? Sepanjang penelusuran selanjutnya, saya belum mendapatkan datanya lagi, melainkan malah karier jurnalistiknya yang terus bertahan.
Saya mendapatkan keterangan Kiauw Po edisi 30 September 1931 yang masih menyebutkan A.S. Tanoewiredja belum mau menerima pekerjaan lagi sebagai wartawan atau redaktur surat kabar. Misalnya, TBTO dari Garut yang mencoba melamarnya tetapi oleh Tanoewiredja ditolak. Soengkawa, kontributor dari Kiauw Po, menulis “Dalem soerat kabar Sipatahoenan ada dikabarken jang TBTO di Garoet ada kandoeng niatan aken menerbitken soerat kabar, jang menoeroet pendengerannja aken dikemoediken oleh toean Tanoewiredja ex. Hoofdredacteur dari Sipatahoenan”.
Karena penasaran bagaimana sikap Tanoewiredaja terhadap niatan TBTO, Soengkawa sengaja mewawancarainya. Kata Soengkawa, “Dalem hal ini toean Tanoewiredja tjoema memberi djawaban jang pendek sadja kepada kita, bahoea ia belon taoe denger tentang itoe soerat kabar, malahan sama sekali belon pernah trima soerat tawarannja dari bestuur TBTO”.
Menariknya, dalam Kiauw Po edisi 23 Desember 1931, Tanoewiredja mengabarkan sendiri bahwa dia saat itu sudah mengemudikan dua surat kabar, yaitu koran Sunda Galih Pakoean dan surat kabar berbahasa Indonesia Aksi. Dalam tulisan semi iklan bertajuk “Toean-toean pembatja Kiauw Po”, Tanoewiredja yang “Memoedjiken dengen hormat” dari “Tasikmalaja” menulis, “Kapan toean maoe tambah banjaknja lectuur di roemah toean, di sampingnja KIAUW PO dipersilahken membatja koran Soenda GALIH PAKOEAN dan dagblag Indonesia AKSI, dari doea s.k. mana saja mendjadi redacteurnja”.
Dari Sipatahoenan edisi 12 Mei 1937, saya menemukan tulisan “Dagblad Timbangan”. Di sana ada rencana akan diterbitkannya harian baru dalam bahasa Sunda dengan nama Timbangan (“Di Tasikmalaja bakal dikeloearkeun hidji dagblad Soenda anoe ngaranna Timbangan”). Konon, nomor contohnya sudah dikirimkan kepada Sipatahoenan, dan redakturnya A.S. Tanoewiredja dan Hoesijn Kartasasmita (“Dummy-nummerna geus dikirimkeun ka Redactie Sipatahoenan. Noe djadi ais pangampihna tina ieu dagblag anjar teh nja eta Djoeragan A.S. Tanoewiredja djeung djoeragan Hoesijn Kartasasmita”).
Mei 1937, Tanoewiredja sudah dikatakan pernah memimpin surat kabar Galih Pakoean dan lain-lain (“Kana djenengan anoe di loehoer, tangtoe geus moal aja anoe bireuk deui, djaman katoekang koengsi mimpin soerat kabar Galih Pakoean djeung anoe sedjen-sedjenna”).
Tambahan satu lagi dari keterangan tentang Tanoewiredja yang mengarang roman berbahasa Sunda. Saya memperoleh datanya dari Pemandangan edisi 28 Desember 1938 dan 15 Mei 1939. Judul romannya Tjin Nio .., di Medan Perang Tiongkok-Japan. Roman tersebut dikatakan, “satoe roman dalam bahasa Soenda sangat ngeri dan mena’djoebkan, tetapi memoeaskan”, yang “ditoelis oleh journalist A.S. Tanoewiredja”. Harga per eksemplarnya sebesar f. 0,54 dan bisa dipesan pada Administratie Pemandangan, di Senen 107, Batavia Centrum.