• Ruang Terbuka Hijau
  • Walhi Serukan Publik Mencermati Program-program Prolingkungan pada Pemilu 2024

Walhi Serukan Publik Mencermati Program-program Prolingkungan pada Pemilu 2024

Tahun 2023 menjadi momen krusial karena menjelang Pemilu 2024. Kontestan politik wajib memiliki program kepedulian terhadap lingkungan.

Kampung Cemara Kulon, Indramayu, diklaim oleh penduduk setempat tidak terpengaruh abrasi. Namun perubahan iklim akan berdampak pada semuanya, pada satwa maupun kehidupan manusia. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana19 Mei 2023


BandungBergerak.idTahun 2023 menjadi momen bagi para politisi menggalang kekuatan untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang. Publik atau calon pemilih diingatkan agar menggarisbawahi isu-isu lingkungan yang kini mengalami krisis serius. Kontestan politik wajib memiliki program yang prolingkungan.

Direktur Eksekutif Nasional Walhi Indonesia Zenzi Suhadi menilai isu-isu lingkungan yang dibawa para kontestan politik baik legislatif maupun eksekutif perlu ditelaah secara kritis. Berkaca dari pemilu tahun lalu, isu lingkungan ini masih terpinggirkan.

“Kami melihat meskipun terdapat pergantian presiden, namun setiap presiden masih mendukung sektor yang menguasai tambang, sawit, dan kayu,” kata Zenzi, dikutip dari laman resmi Walhi Indonesia, Jumat (19/5/2023).

Walhi, kata Zenzi melihat, pemerintah menjadi instrumen dari bisnis. Seharusnya bisnis yang menjadi instrumen negara dalam pembangunan.

“Tiga tahun terakhir justru melihat lebih parah bukan hanya pemerintah yang menjadi instrumen bisnis, tetapi juga negara,” katanya.

Walhi pun mengajak merumuskan tawaran resolusi untuk menjadi agenda bersama, yang merupakan Tinjauan Lingkungan Hidup 2023, yakni: pertama, perbaikan sistem legislasi yang berpihak pada pemulihan lingkungan hidup, penegakan HAM dan demokrasi.

Dalam hal ini, RUU Perubahan Iklim perlu menjadi perhatian serius negara dalam memastikan keselamatan rakyat dari dan bencana iklim. RUU Perubahan iklim didorong untuk memastikan pelibatan penuh rakyat dengan menggunakan pendekatan keadilan antargenerasi, mulai dari proses penyusunan kebijakan, implementasi, monitoring dan evaluasi, serta mengedepankan keberlanjutan lingkungan hidup.

Zenzi yakin pelibatan penuh rakyat dalam menyelamatkan lingkungan hidup dapat membawa Indonesia keluar dari krisis iklim.

Kedua, lanjut Zenzi, penegakan hukum sektor lingkungan dan sumber daya alam (SDA). Kejahatan-kejahatan lingkungan dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh korporasi menyebabkan krisis dan konflik di masyarakat adalah wujud lemahnya penegakan hukum sektor lingkungan dan sumber daya alam (SDA).

Ketiga, ekonomi nusantara sebagai jalan pemulihan lingkungan, pemulihan hak rakyat, dan memperkecil ketimpangan akses kesejahteraan.

Keempat, menciptakan ekosistem ekonomi nusantara. Ekosistem ekonomi nusantara diharapkan menjadi kesatuan sistem yang diciptakan sebagai keterhubungan sistem yang mendukung rantai nilai ekonomi nusantara yaitu, produksi, distribusi, konsumsi, dan konservasi, yang dilakukan oleh model corak produksi wilayah kelola rakyat.

Kelima, akademi ekologi secara filosofis dibangun meneruskan tradisi dan kekayaan pengetahuan lokal yang ada di nusantara. Walhi tidak menempatkan akademi ekologi sebagai alat komersialisasi pengetahuan. Penemuan-penemuan ilmiah nantinya dijadikan bahan pengetahuan yang disebarkan untuk pedoman bagi rakyat.

Zenzi menuturkan, jika Indonesia ingin mengembalikan fungsi lingkungan maka ekonomi nusantara merupakan jalan keluarnya. Ekonomi nusantara secara mendasar akan menjawab dua krisis besar saat ini yaitu krisis ketimpangan dalam kesejahteraan dan krisis lingkungan. Sementara Sustainability Development Goals (SDGs) yang saat ini sedang digalakkan pemerintah, belum bisa diharapkan untuk menjadi jalan ekonomi Indonesia dan belum bisa menjawab dua krisis utama yang sedang dihadapi Tanah Air.

“Salah satu yang kami bangun ekosistem ekonomi nusantara justru di wilayah yang dari tahun 2020, masyarakatnya sudah memulihkan hutan yang sebelumnya setiap tahun terus kebakaran, sekarang wilayahnya sudah pulih. Ciri khas sudah pulihnya suatu wilayah itu, satu sungainya sudah kembali jernih, debit air meningkat, suhu rata-rata areanya kembali dingin,” tuturnya.

Pemulihan lingkungan ini, kata dia, disertai dengan ekonomi dan peningkatan pendapatan di masyarakat.

“Kami menawarkan konsepsi ini sebetulnya bukan menawarkan konsep yang kosong atau hipotesa. Yang kami tawarkan adalah sesuatu yang nyata, yang jalan di masyarakat tetapi belum mendapatkan sentuhan kebijakan. Sentuhan fasilitas dari negara,” ujar dia.

Baca Juga: Indonesia Perlu Menjalankan Konsep Ekonomi Biru dalam Menjawab Kebutuhan Pangan
Petani Kopi Gagal Panen karena Terdampak Perubahan Iklim
PTUN Bandung Membatalkan Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A Cirebon, Walhi Jabar: Aktivitas Konstruksi Harus Dihentikan

Perubahan dari Rakyat

Pokja Politik Walhi M Islah menuturkan, tahun sebagai momen krusial karena tahun depan sudah menghadapi Pemilu 2024. Namun, terdapat satu isu yang selalu dibicarakan yaitu perubahan iklim. Bagi Indonesia, perubahan iklim merupakan masalah yang sudah dihadapi, bukan lagi isu.

“Dunia saat ini membutuhkan pemimpin yang peduli dengan keberlangsungan kehidupan. Apakah bumi akan menunjang kehidupan kita atau tidak, itu yang perlu diantisipasi. Dunia butuh pemimpin yang peduli dengan lingkungan,” kata M Islah.

Islah pun berharap para partai politik sudah mempersiapkan calon yang memiliki visi misi kepada lingkungan. Yang paham bahwa keberlanjutan lingkungan lebih penting daripada mengeruk keuntungan. Sementara masyarakat harus memperkuat soliditas. Jangan sampai terpecah belah.

“Kuncinya tetap ada di rakyat Indonesia, pilih parpol yang berbobot. Jalankan Pemilu dengan baik, jujur, dan adil,” katanya.

Antropolog Suraya A. Afiff melihat dalam konteks Pemilu, bagaimana oligarki lokal masih memberikan pengaruh, misalnya melalui politik dinasti.

“Lingkungan tidak jadi prioritas, itu menjadi kendala. Sementara oligarki menunggu yang menguntungkan mereka,” katanya.

Dia pun berharap agar rakyat tidak hanya sekadar memilih dalam Pemilu. Dia juga mendorong agar terbangun gerakan lingkungan yang efektif.

“Pemerintah tidak akan berubah kecuali dari rakyat. Oleh karena itu, semua harus memahami bahwa aktivisme tak hanya Non Government Organization (NGO), tetapi juga semua elemen masyarakat dapat menjadi aktivis. Siapa pun bisa menjadi aktivis,” katanya. 

Ia menambahkan, sebuah perubahan tidak bisa semata pada pemerintah. Rakyatlah yang memiliki pengaruh paling signifikan.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//