• Kampus
  • Biaya Pengobatan Gangguan Kesehatan Jiwa Indonesia Diperkirakan Mencapai 87,5 Triliun Rupiah

Biaya Pengobatan Gangguan Kesehatan Jiwa Indonesia Diperkirakan Mencapai 87,5 Triliun Rupiah

Estimasi biaya kesehatan jiwa ini sebenarnya lebih rendah karena tidak semua individu dengan gangguan jiwa di Indonesia mencari pertolongan medis atau patuh berobat.

Klinik Keswara Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat di Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana31 Mei 2023


BandungBergerak.idBiaya penanganan gangguan kesehatan jiwa di Indonesia diprediksi mencapai 87,5 triliun rupiah atau sekitar USD 6,2 miliar. Biaya pengobatan paling besar terjadi pada gangguan jiwa kategori skizofrenia.

Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Irma Melyani Puspitasari mengatakan biaya tersebut merupakan total estimasi biaya langsung tahunan untuk gangguan kesehatan jiwa di Indonesia yang mencakup gangguan skizofrenia, bipolar, depresi, dan gangguan kecemasan.

Rinciannya, perkiraan biaya langsung tahunan untuk skizofrenia sebesar 1,5 triliun rupiah, gangguan bipolar 62,9 triliun rupiah, depresi 18,9 triliun rupiah, dan gangguan kecemasan 4,2 triliun rupiah.

Irma memaparkan, pada 2018 sekitar 470 ribu orang di Indonesia mengalami skizofrenia. Selanjutnya, gangguan bipolar, depresi, dan gangguan kecemasan dialami oleh sekitar 19 juta orang di Indonesia. di Indonesia dengan asumsi semua pasien memathui perawatan medis dalam setahun.

Dalam penelitian yang dilakukan Irma dan tim pada 2020, didapatkan hasil bahwa biaya rata-rata pengobatan skizofrenia untuk satu tahun itu sekitar 3,3 juta rupiah. Sementara untuk gangguan bipolar sekitar 17,9 juta rupiah, depresi sekitar 1,6 juta rupiah per tahun dan gangguan kecemasan 1,1 juta rupiah.

Estimasi penghitungan ini didasarkan pada Burden of Disease (BOD) atau cost of illness. Pada studi cost of illness ada beberapa biaya yang dapat diikutsertakan, yaitu biaya langsung, biaya tidak langsung, dan biaya intangible.

“Biaya langsung biasanya berupa biaya obat, biaya konsultasi dokter, dan biaya administrasi. Biaya tidak langsung itu kerugian produktivitas karena tidak bekerja dan juga ada biaya intangible,” jelas Irma Melyani Puspitasari, dikutip dari laman Unpad, Rabu (31/5/2023). 

Hal tersebut disampaikan Irma saat menjadi pembicara pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Profil dan Biaya Pengobatan Gangguan Kesehatan Jiwa di Indonesia” yang dilaksanakan Dewan Profesor Unpad secara daring, Sabtu (27/5/2023).

Baca Juga: Tanda Bahaya Penanganan Gangguan Kesehatan Mental di Indonesia
Layanan Kesehatan Mental di Jawa Barat Belum Maksimal
Kesehatan Mental di Indonesia belum Mendapat Perhatian Layak

Estimasi Biaya Kesehatan Jiwa masih Lebih Rendah

Namun, estimasi biaya kesehatan jiwa ini sebenarnya akan lebih rendah, karena tidak semua individu dengan gangguan jiwa di Indonesia mencari pertolongan untuk kondisinya atau patuh berobat. Data Riskesdas melaporkan bahwa hanya sembilan persen pasien depresi di Indonesia yang mendapatkan pengobatan.

“Hal ini mungkin terjadi karena pengetahuan tentang kesehatan jiwa yang kurang baik, sikap negatif terhadap pengobatan, efek samping pengobatan, efek terapeutik yang buruk, serta adanya stigma di masyarakat,” kata Irma.

Dalam penelitiannya, Irma juga mengadakan survei tentang persepsi, pengetahuan, serta sikap terhadap gangguan kesehatan jiwa dan pengobatannya kepada para mahasiswa. Hasilnya, 51,29 persen mahasiswa masih memiliki perspektif negatif terhadap gangguan kesehatan jiwa dan pengobatannya.

Karena itu, Irma menyampaikan bahwa promosi kesehatan tentang gangguan kesehatan jiwa harus dilakukan untuk meningkatkan perspektif menjadi positif, pengetahuan yang lebih baik, dan juga sikap positif dari masyarakat dan salah satu caranya adalah melalui media sosial.

Irma bersama tim juga mengembangkan aplikasi de-stres untuk memantau stress level dan deteksi dini dari gangguan kesehatan jiwa di Indonesia. Aplikasi ini dapat mengukur tingkat stress dan membantu orang mengenali respons tubuh terhadap stress serta deteksi dini gangguan kesehatan jiwa seseorang.

“Aplikasi ini sudah terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan telah diunduh lebih dari 1.800 pengguna,” jelas Irma.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//