• Nusantara
  • Penanganan Stunting di Jawa Barat Harus Terintegrasi, Tidak Bisa Mengandalkan Dana CSR saja

Penanganan Stunting di Jawa Barat Harus Terintegrasi, Tidak Bisa Mengandalkan Dana CSR saja

Penanganan stunting memang membutuhkan kolaborasi termasuk swasta. Namun porsi tanggung jawab tentunya lebih besar ada di tangan pemerintah.

Warga menunjukan daging ayam beku dan telur yang baru diterima dari program pemerintah untuk bantuan pangan di halaman kantor Kecamatan Andir, Kota Bandung, Jumat (5/5/2023. (Foto Prima Mulia/bandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana15 Juni 2023


BandungBergerak.idPemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat merencanakan program nol kasus baru stunting (zero new stunting). Rencana ini memerlukan program terintegrasi antara Pemprov Jawa Barat maupun pemerintah kota/kabupaten agar target penurunan stunting bisa tercapai. Terlebih kasus stunting di Jawa Barat tidaklah sedikit.

Untuk mencapai target zero new stunting, Pemprov Jabar mengupayakan dari perusahaan swasta melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Langkah ini dilakukan di kawasan Ciayumajakuning (Kota dan Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan).

"Masalah stunting bukan hanya tugas satu dinas, tetapi juga tugas keseluruhan dinas yang ada di kabupaten/kota," kata Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, dikutip dari keterangan pers, Kamis (15/6/2023).

Uu berbicara dalam acara Monitoring Evaluasi Aksi Stunting Menggali Potensi Corporate Social Responsibility Menuju Jabar Zero New Stunting di Ruang Adipura Gedung Balai Kota Cirebon, Selasa (13/6/2023).

Uu berharap kepala daerah (kabupaten/kota) di Jawa Barat khususnya dari Ciayumajakuning untuk bergerak bersama, bahu-membahu menurunkan angka stunting. Pemprov Jabar telah memiliki Tim Percepatan Penurunan Stunting  (TPPS). Menurutnya, dibutuhkan kolaborasi dan sinergi antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota bersama swasta lewat CSR.

"Melalui TPPS (Tim Percepatan Penurunan Stunting) ini mari bergabung semua dalam rangka memiliki tujuan yang sama, yakni zero stunting di Jawa Barat," tutur Uu.

Penanganan stunting memang membutuhkan kolaborasi dengan banyak pihak, termasuk swasta. Namun porsi tanggung jawab program ini tentunya lebih besar ada di pemerintah.

Ayu Patmawati, sarjana dari Program Studi Ilmu Administrasi Negara STIA Sumedang dalam skripsinya menulis, program pengurangan stunting harus terintegrasi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga desa.

Hal itu sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi Tercantum dalam RPJMN 2015-2019, Peraturan menteri kesehatan No 23 tahun 2014 Tentang Upaya Perbaikan Gizi, Peraturan Menteri Keuangan No 61/PMK.07/2019 tentang Pengalokasian Dana Desa untuk mendukung pelaksanaaan kegiatan intervensi pencegahan stunting terintegrasi.

Regulasi tersebut menjadi acuan Program Pencegahan Stunting berskala nasional. Pencegahan stunting termasuk ke dalam salah satu yang difokuskan dalam pembangunan kesehatan dikarenakan pertumbuhan di usia dini adalah hal yang penting untuk diperhatikan.

“Karena salah satu penyebab dari stunting yaitu bisa timbul dari faktor lingkungan, juga dari makanan yang dikonsumsi, baik dilihat dari sumber gizinya atau vitaminya. Dengan melihat persentase angka peningkatan stunting, maka saat ini di Indonesia digencarkan di tiap-tiap daerah dengan berdasarkan pengawasan pemerintah,” papar Ayu Patmawati, diakses Kamis (15/6/2023).

Di Jawa Barat, jumlah anak stunting tidak main-main. Pada 2021 total jumlah balita stunting mencapai 206.514 (33,68 persen). Jumlah tersebut tersebar di 27 kabupaten dan kota. Di Ciayumajakuning jumlah anak stunting mencapai 29.438 anak.

Kabupaten Cirebon menempati daftar tertinggi jumlah kasus stunting di wilayah Ciayumajakuning, yakni 15.220 balita, selebihnya tersebar di Kota Cirebon, Kuningan Majalengka, Indramayu. 

Baca Juga: Menengok Kasus Stunting di Permukiman Padat Bandung
Mencegah Stunting di Kota Bandung tidak Cukup dengan Bantuan Pangan
Kasus Stunting, Pekerjaan Rumah Pemkot Bandung

Dilihat dari angka-angka tersebut, target nol kasus baru stunting yang dicanangkan Pemprov Jabar jelas tidak mudah. Kasus stunting tersebar di seluruh kabupaten/kota. Bahkan di Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung, kasus stunting masih banyak. Begitu juga dengan di kawasan Bandung Raya yang terdiri dari Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi.   

Pada 2021, total kasus stunting di Bandung Raya sebanyak 42.422 balita, dengan kasus terbanyak di Kabupaten Bandung Barat (12.488 balita). Di Kota Bandung sendiri tercatat 6.312 balita stunting.

Meski demikian, data terbaru yang dikeluarkan Pemkot Bandung menyebut angka stunting turun menjai 5.548 anak. Pemkot mentargetkan tahun 2024 angka stunting di Kota Bandung menjadi tinggal 14 persen.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Bandung, Dewi Kaniasari menjabarkan salah satu langkah penanganan stunting dengan menjalankan pogram bantuan Bapak & Bunda Asuh Anak Stunting (BAAS). Menurutnya, program ini merupakan salah satu Pemkot Bandung untuk menurunkan angka stunting dari 26,4 persen ke 19,4 persen tahun 2022.

"Dalam RPJMD kita, tahun 2023 targetnya 19,01 persen. Lalu 2024, targetnya mencapai 14 persen," kata Dewi, dalam siaran pers.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//