• Berita
  • Kebijakan Perumahan Rakyat di Bandung Belum Berpihak pada Warga Kelas Menengah Bawah

Kebijakan Perumahan Rakyat di Bandung Belum Berpihak pada Warga Kelas Menengah Bawah

DKP3 Kota Bandung menyebutkan masyarakat Bandung membutuhkan 120.000 rumah. Ada hitung-hitungan lain yang menunjukkan bahwa kebutuhan rumah itu jauh lebih besar.

Gedung pencakar langit The Maj di antara permukiman padat dan area terbuka hijau Kawasan Bandung Utara, Dago, Jawa Barat, Rabu (17/11/2021). Gedung ini mendadak viral setelah fotonya diunggah oleh seorang netizen. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana8 Juli 2023


BandungBergerak.idKebijakan penyediaan permukiman di Kota Bandung belum berpihak kepada warga kelas menengah ke bawah. Tak heran jika setiap tahunnya jumlah keluarga yang membutuhkan rumah terus meningkat. Di saat yang sama, harga rumah juga terus melambung tinggi.

Menurut data Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Pertanahan dan Pertamanan (DKP3) Kota Bandung, kebutuhan rumah masyarakat akan perumahan di Kota Bandung cukup besar. Sekretaris DKP3 Kota Bandung Luthfi Firdaus menyebutkan, saat ini masyarakat Kota Bandung membutuhkan sebanyak 120.000 rumah.

Namun kebutuhan rumah warga Bandung diperkirakan lebih besar daripada data DKP3 Kota Bandung. Vina Indah Apriani dalam tesis yang diakses Jumat (7/7/2023) mengungkap bahwa setiap tahunnya kebutuhan rumah di Indonesia terutama di perkotaan mencapai 800 ribu unit. Penyebabnya karena pertambahan penduduk dan urbanisasi.

Kondisi tersebut, tulis Vina, menyebabkan backlog perumahan (kesenjangan antara kebutuhan dan penyediaan perumahan) mencapai 13,5 juta pada tahun 2015. Vina juga merilis data Kemen PUPR tahun 2015 yang menyatakan tingkat kebutuhan perumahan tertinggi di Indonesia ada di Provinsi Jawa Barat, yaitu sebesar 2.320.197 rumah tangga.

Kota Bandung sebagai metropolitan sekaligus ibu kota provinsi Jawa Barat juga menghadapi masalah serupa. Pertambahan jumlah penduduk Kota Bandung setiap tahunnya tidak diimbangi dengan ketersediaan perumahan yang sesuai sehingga menyebabkan terjadinya backlog.

Vina membeberkan data dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Bandung bahwa setiap tahunnya kesenjangan antara kebutuhan dan penyediaan perumahan Kota Bandung mencapai 5.000 unit.

“Hal tersebut tergorong tinggi, di mana backlog dapat menyebabkan munculnya berbagai dampak negatif seperti menyebabkan munculnya permukiman kumuh serta kesenjangan sosial dan ekonomi khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” tulis Vina Indah Apriani (Analisis Kebutuhan Dan Permintaan Perumahan di Kota Bandung, tesis Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB). 

Vina menghitung kebutuhan rumah ditambah backlog Kota Bandung tahun 2022 diperkirakan mencapai 241.706 unit. Berdasarkan data 2017, lanjut Vina, keluarga yang tidak mempunyai akses terhadap kepemilikan rumah memberikan pengaruh sebesar 84,5 persen terhadap jumlah backlog perumahan di Kota Bandung.

“Hal ini mengindikasikan bahwa program pemerintah terkait dengan pembangunan perumahan belum mampu menyediakan perumahan untuk masyarakat yang memiliki keterbatasan daya beli,” tulisnya.

Vina juga merinci kebutuhan rumah tersebut berdasarkan proyeksi jumlah keluarga di Kota Bandung 2022 sebanyak 889.085 KK (keluarga). Menurutnya, baseline data jumlah keluarga menjadi lebih tepat untuk digunakan dalam analisis kebutuhan rumah dibangingkan dengan baseline jumlah penduduk.

Baca Juga: Menyoal Dasar Hukum dan Potensi Pemakzulan Bupati Bandung terkait Revitalisasi Pasar Banjaran
BRT Bandung Raya Kurang Menyentuh Rute-rute Baru
Buruh CV Sandang Sari Berulang-ulang Digugat oleh Perusahaan Sendiri

Program Apartemen atau Rumah Susun

Menjawab kebutuhan rumah bagi warga Bandung, Pemkot Bandung bersama Kementetian PUPR dan badan usaha lain akan menyediakan apartemen atau rumah susun di kawasan Cisaranten, Kecamatan Arcamanik. Namum sasaran atau target program ini untuk warga dengan penghasilan 4 juta-8 juta rupiah per bulan.

Sekretaris DKP3 Kota Bandung Luthfi Firdaus mengatakan, ada empat tipe unit rumah yang akan disediakan. Pertama, tipe studio seluas 24 meter persegi, tipe satu kamar tidur dengan luas 24 meter persegi, tipe dua kamar tidur dengan luas 27 meter persegi, dan tipe tiga kamar tidur dengan total luas 36 meter persegi.

"Harga per unitnya mencapai 250 juta-375 juta rupiah, tergantung tipe," ucap Luthfi, dikutip dari siaran pers Pemkot Bandung.

Rusun Cisaranten rencananya akan dibangun mulai tahun depan. Skemanya Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) antara pemerintah pusat dengan badan usaha. 

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//