Menerka Manfaat Monumen Sukarno dari Nasib Sudut Dilan
Manfaat jangka panjang dari Monumen Sukarno di GOR Saparua dipertanyakan. Seperti Sudut Dilan yang fungsinya kini menjadi tempat parkir, bukan sebagai pojok literasi
Penulis Iman Herdiana4 Juli 2023
BandungBergerak.id - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil telah melakukan peletakan batu pertama untuk pembangunan Monumen Plaza Sukarno, di area GOR Saparua, Kota Bandung, Rabu (28/6/2023). Meski diklaim tidak menggunakan dana APBD/APBN, rencana ini memicu pro dan kontra di masyarakat terutama mengenai besarnya biaya yang mencapai 15 miliar rupiah.
Lokasi pembangunan Monumen Plaza DR (HC) Ir H Soekarno terletak di GOR Saparua. Lokasi ini tepatnya berseberangan dengan Sudut Dilan yang dibangun Ridwan Kamil pada 24 Februari 2019. Sebagai kilas balik, pembuatan Sudut Dilan dilakukan di tengah wabah deman film Dilan. Pembangunan Sudut Dilan pun memicu kontroversi terkait manfaat berkelanjutannya untuk warga Bandung.
Saat BandungBergerak.id berkunjung ke lokasi monumen Sukarno, Senin (3/7/2023), tampak Sudut Dilan dipakai parkir kendaraan roda empat, padahal awalnya Sudut Dilan diniatkan sebagai pojok literasi. Jarak Sudut Dilan yang dulu viral dengan lokasi peletakan batu pertama monumen Sukarno sekitar 50 meter. Sudut Dilan ada di utara di sisi lapangan basket, monumen Sukarno di plaza GOR Saparua sisi selatan.
Bung Karno merupakan salah satu tokoh besar di republik ini yang sudah selayaknya dihormati oleh generasi bangsa. Ridwan Kamil berharap Monumen Plaza Sukarno ini bisa menstimulus anak-anak muda di Jabar untuk mempunyai mimpi yang sama seperti sosok Bung Karno.
Pegiat komunitas sejarah Bandung Deuis Raniarti menilai, setiap orang bisa melihat dari berbagai sudut pandang pada pembangunan monumen Sukarno ini. Karena itu ada prokontra. Secara pribadi, Koordinator Komunitas Aleut yang akrab disapa Rani ini memandang sejauh mana nilai kebermanfaatan dari monumen ini bagi masyarakat.
Menurut Rani, dengan biaya pebangunan monumen Bung Karno yang fantastis, akan disayangkan jika masyarakat nantinya hanya melihat patung tanpa ada aktivitas lanjutan berupa pengayaan literasi tentang sejarah atau nilai-nilai yang diwariskan Sukarno sendiri.
“Orang sebenarnya sudah tahu siapa Sukarno. Kalau hanya jadi patung tanpa ada informasi dan urgensi apa-apa, sayang banget. Kecuali kalau ada hal lain yang bisa kita cari tahu dari sana (Monumen Sukarno) atau memberi informasi yang jelas dan cukup banyak mungkin gak apa-apa,” kata Rani, saat dihubungi BandungBergerak.id via telepon, Senin (3/7/2023).
Rani menekankan pentingnya nilai kebermanfaatan dari suatu pembangunan, terlepas dana tersebut berasal dari perorangan atau tidak. “Jangan sampai membangun proyek, selesai, lalu udah. Nanti kalau ga dirawat bakal rusak, kalau gitu-gitu aja, akan jadi patung aja, memang harus berkelanjutan,” katanya.
Untuk itu, lanjut Rani, jika ada hal lain yang lebih mendesak sebaiknya dana besar tersebut dipakai untuk hal mendesak tersebut agar manfaatnya lebih dirasakan masyarakat. Misalnya, membuat program literasi atau diskusi yang berkelanjutan, bisa setiap minggu atau bulan pada tempat yang sudah disediakan di kawasan GOR Saparua.
Rani mengatakan, anak-anak muda Bandung sangat membutuhkan ruang-ruang publik yang mudah diakses. Di ruang publik ini mereka bisa menyalurkan ekspresi mereka, mulai dari diskusi, menyelenggarakan acara, dan lain-lain.
Di sisi lain, Rani tidak melihat kaitan langsung sejarah hidup Sukarno dengan Saparua, kecuali GOR ini berada di sekitar jalan dengan nama-nama dari kepulauan nusantara. Dalam sejarahnya, Saparua justru identik sebagai pusat menongkrong anak-anak muda Bandung. Kelompok-kelompok musik cadas dulu pernah memakai Saparua sebagai panggung mereka. Sekarang mereka kehilangan panggung itu setelah kegiatan mereka dilarang.
“Banyak juga band metal yang berkembang di Saparua yang sekarang dilarang. Jadi di sana mengandung banyak histori (anak muda Bandung). Kalau kaitannya sama Sukarno saya kurang tahu. Cuma Saparua lebih ke kegiatan anak muda. Mereka butuh ruang khusus,” katanya.
Pendapat serupa juga disampaikan penulis sejarah Bandung dan pemerhati budaya Sunda Atep Kurnia yang lebih setuju jika yang dibangun adalah aktivitas literasi tentang Sukarno daripada patung atau arca.
“Bukan hanya soal ajaran dan pandangan hidupnya (Sukarno) yang dapat dibaca dan dipelajari lagi, tetapi riwayat hidupnya juga bisa dijadikan cermin sesuai dengan konsep sejarah yang berkaitan perubahan, keberlanjutan, penyebab, akibat, dll.,” kata Atep Kurnia.
Dengan membangun kegiatan literasi, lanjut penulis banyak buku sejarah Bandung ini, maka sosok dan pemikiran Sukarno akan relatif abadi di kenangan kolektif masyarakat, “Ketimbang menjadi patung yang hanya berhenti menjadi monumen yang seakan menjadi saksi bahwa ada tokoh sejarah yang bernama Soekarno.”
Dengan hanya menjadi patung, Atep menejelaskan orang tentunya hanya mengingat sosok fisik Sukarno saja, itu pun sebagai hasil interpretasi dan kreativitas seniman pembuatnya.
Manfaat jangka panjang menjadi pertanyaan mendasar dari rencana pembangunan monumen Sukarno di GOR Saparua. Sebab selain membangun, yang perlu diperhatikan adalah perawatan ke depannya. Berkaca pada Sudut Dilan yang awalnya viral tetapi seiring berjalannya waktu dilupakan, padahal sejatinya Sudut Dilan diniatkan sebagai pojok literasi.
Diketahui, penetapan Sudut Dilan bertepatan dengan gala premier film Dilan 1991, Minggu (24/2/19), di GOR Saparua. Waktu itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Menteri Pariwisata RI Arief Yahya beserta para pemain film Dilan 1991 melakukan peletakan batu pertama Sudut Dilan.
Emil, sapaan Ridwan Kamil mengatakan, bahwa Sudut Dilan akan dijadikan sebuah tempat literasi dan film. Untuk itu, dia berharap Sudut Dilan bisa menjadi sarana masyarakat Kota Bandung dan Jawa Barat sebagai ruang sastra dan sejarah dari film Dilan itu sendiri.
"Film Dilan merefleksikan dua nilai, nilai sastra dalam bentuk novel, kemudian terwujud menjadi sebuah film," ujar Emil, saat acara peletakan batu pertama Sudut Dilan, dikutip dari laman resmi.
"Jadi, dua dimensi ini kita harapkan akan terus muncul di masa-masa depan, sehingga nanti bisa dipakai untuk membaca novel, sastra, kegiatan-kegiatan yang sifatnya dalam dunia publikasi atau dalam dunia menulis. Juga tempatnya bisa digunakan untuk merefleksikan antara sastra juga dengan film," paparnya.
Kini, hampir lima tahun Sudut Dilan berdiri, pojok literasi ini terasa sepi. Publik berharap hal yang sama tidak terjadi pada rencana pembangunan monumen Sukarno ini.
Baca Juga: Dago Elos Never Lose: Menghidupkan Ruang, Menolak Penggusuran
Warga Kota Bandung Mendapat Bekal Antikorupsi dari KPK, Bagaimana dengan Pejabatnya?
Tjitjalengka Historical Trip, Jelajah Sejarah Cicalengka dalam Sabundereun Alun-alun
Aspirasi Masyarakat
Gubernur Ridwan Kamil mengatakan, Monumen Plaza Sukarno di GOR Saparua akan menjadi patung tertinggi se-Indonesia, yaitu 22,3 meter. Pembangunannya akan berjalan selama 3-4 bulan dengan anggaran bersumber dari gotong royong masyarakat sebesar 15 miliar rupiah.
Ridwan Kamil menyebut, pembangunan Monumen Plaza Soekarno pembiayaannya datang dari swadaya masyarakat (non APBD dan APBN). Monumen ini juga hadir dari hasil aspirasi masyarakat dan telah dilakukan Focus Group Discussion (FGD) bersama sejarawan, budayawan Sunda, seniman pematung, dan aktivis kebangsaan.
"Alhamdulillah di hari ini kita memulai pengerjaan Monumen Plaza Soekarno atau Bung Karno yang datang dari aspirasi masyarakat sehingga pembiayaannya datang dari masyarakat. Total pembiayaannya Rp15 miliar hasil gotong royong masyarakat pengusaha yang mencintai Bung Karno," tutur Ridwan Kamil, di sela-sela peletakan batu pertama monumen Sukarno, dikutip dari siaran pers.
Ridwan Kamil berpesan agar generasi muda selain menghormati sosok Bung Karno, tapi juga memahami pesan-pesannya untuk bermimpi besar dan menjaga gotong royong, menjaga ketrisaktian, berdaulat dalam politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan sehingga menuju 2045.
"Kita bisa menjadi bangsa yang besar, adidaya sesuai dengan perjuangan luar biasa dari para pendiri bangsa, khususnya Bung Karno," papar Ridwan Kamil.