Rektor Telkom University Mengajak Civitas Akademika Mencegah Kekerasan Seksual
Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti-Kekerasan Perempuan (Komnas Perempuan) menunjukkan setiap jenjang pendidikan memiliki potensi terjadinya kekerasan seksual.
Penulis Iman Herdiana10 Juli 2023
BandungBergerak.id - Kasus kekerasan harus terus ditekan hingga tidak ada lagi korban-korban baru. Seperti diketahui, kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, tak terkecuali di lingkup pendidikan. Konsultan Hukum Bidang Kekerasan Seksual Ahmad Jamaludin menjelaskan kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang.
“Hal itu disebabkan adanya ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat pada penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal,” kata Ahmad Jamaludin, dikutip dari laman Telkom University, Kabupaten Bandung, Senin (10/7/2023).
Ahmad Jamaludin berbicara dalam webinar dengan tema ‘Aksi Bersama Telutizen dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Kampus’ yang diselenggarakan Telkom University (Tel-U), Kamis (22/6/2023) lalu. Kegiatan ini hasil kolaborasi Direktorat Sumber Daya Manusia (SDM) dan Direktorat Kemahasiswaan melalui acara Special Culture yang rutin diselenggarakan setiap bulan.
Dalam kesempatan tersebut, psikolog klinis Siti Raudhoh mengatakan pencegahan kekerasan seksual harus dilakukan secara maksimal karena upaya pemulihan terhadap korban sangat sulit dilakukan. Jadi perlu ada dukungan baik dari keluarga, lingkungan kerja, serta tim Satgas PPKS yang terus mendampingi korban.
Sementara Rektor Tel-U Adiwijaya mengatakan, webinar ini sebagai komitmen mewujudkan lingkungan kampus yang nyaman dan aman bagi seluruh sivitas akademika. Kegiatan ini sekaligus bertujuan menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dari tindak kekerasan seksual.
Melalui pembentukan Satuan Gugus Tugas (Satgas) di Tel-U, sebagai langkah nyata penanggulangan PPKS di Tel-U.
“Kami harap kegiatan ini dihadiri oleh seluruh Telutizen agar sosialisasi berhasil. Kita harus menjadi role model yang baik, diberikan amanah oleh orang tua untuk mendidik putra putrinya selama mengenyam pendidikan. Mari ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman, jauh dari tindakan kekerasan seksual.” ungkap Adiwijaya.
Baca Juga: Culture Revisited: Menyingkap Kekerasan Seksual di Indonesia
Proses Panjang Memberantas Kekerasan Seksual di Indonesia
Melontarkan Ucapan Berbau Seksual di Muka Umum adalah ...
Data yang terhimpun dari dokumen Catatan Tahunan (Catahu) Komisi Nasional Anti-Kekerasan Perempuan (Komnas Perempuan) 2021 menunjukkan bahwa kejahatan seksual tidak mengenal batasan jenjang pendidikan. Artinya setiap jenjang pendidikan memiliki potensi terjadinya kekerasan seksual.
Menurut data yang dikumpulkan berdasarkan laporan ke Komnas Perempuan maupun laporan dari berbagai organisasi masyarakat lainnya, jumlah korban kekerasan terhadap perempuan tertinggi berada di bangku SMA, yakni sebanyak 2.679 kasus.
Diikuti oleh SMP sebanyak 1.532 kasus, dan universitas sejumlah 859 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan banyak terjadi di usia produktif dan anak di bawah umur.
Catahu Komnas Perempuan juga mencatat, dari total 1.731 kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah komunitas (sekolah, dan lain-lain), 962 di antaranya adalah kasus kekerasan seksual. Jika dirinci secara lebih detail, telah terjadi 229 kasus perkosaan, 181 kasus pelecehan seksual, 166 kasus pencabulan, 10 kasus percobaan perkosaan, 5 kasus persetubuhan, dan 371 kekerasan seksual lainnya.
Angka-angka tersebut tentu saja menjadi alarm bagi masyarakat maupun pemerintah dan semua pihak untuk mencegah kasus-kasus baru.