• Kolom
  • JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (6): Kursus PNI di Bandung

JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (6): Kursus PNI di Bandung

Selain kerap menggelar diskusi, PNI di Bandung sering menghelat kursus politik dalam merekrut anggota.

Hafidz Azhar

Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung

Foto informasi kursus dalam Banteng Priangan edisi 15 Agustus 1929. (Dok. Penulis)

27 Oktober 2021


BandungBergerak.id - Untuk menarik anggota, Partai Nasional Indonesia (PNI) kerap menggelar kelas diskusi yang oleh para pengurus disebut sebagai kursus. Kegiatan ini berisi materi penunjang bagi pergerakan PNI. Pada tanggal 22-23 dan 28-29 Juni 1929, misalnya, PNI cabang Bandung mengadakan kursus yang diisi oleh Gatot Mangkoepradja dan Sukarno. Kursus tersebut menekankan tentang pentingnya serikat kaum buruh dan tani, bahwa tujuan diadakannya serikat sebagai upaya untuk menyokong kehidupan kaum buruh. Dua jalan yang bisa ditempuh oleh serikat buruh PNI yakni, parlementaristisch dan syndicalistisch, dengan mengacu pada prinsip serikat buruh yang ada di tahun-tahun itu.

“Cursus di Bandoeng tanggal 22-23 djeung 28-29 Juni 1929 njaritakeun hal Vak djeung Tanibond. Anoe ngursus Gatot Mangkoepradja djeung Ir. Soekarno. Diterangkeun djelas pisan koemaha maksoedna-maksoedna Vakbond, nja eta sadjabana ngomean hiroepna kaoem boeroeh… Diterangkeun koemaha djalan-djalanna noengtoen Vakbond, djeung diterangkeun sabaraha roepa ajana bond, saperti anoe parlementaristisch djeung syndicalistisch. Vakbond PNI koedoe make dadasar doeanana (Kursus di Bandung tangga; 22-23 dan 28-29 Juni 1929 menceritakan soal serikat buruh dan tani. Ada pun yang memberikan kursus ialah Gatot Mangkoepradja dan Ir. Soekarno. Dalam materi itu diterangkan sangat jelas bagaimana maksud serikat buruh itu, yakni sebagai upaya mengubah kehidupan kaum buruh… Dijelaskan juga bagaimana cara-caranya menuntun serikat buruh, dan juga dijelaskan berapa macam serikat yang ada, seperti parlementaristisch dan syndicalistis. Serikat buruh PNI harus mengacu pada landasan keduanya) (Banteng Priangan 20-30 Juli 1929).

Dalam kursus itu Sukarno menjelaskan bahwa Indonesia merupakan pusat perjalanan orang Eropa ke Asia dan menjadi pasar perdagangan yang besar. Ia juga menerangkan tentang Cultuurstelsel, bahwa menurutnya sistem itu sangat merugikan kaum Pribumi.

“Ir. Soekarno nerangkeun jen Indonesia tjitjingna dina poeserna perdjalanan ti Eropa ka Asia. Indonesia djadi pasar perdagangan anoe gede. Ir. Soekarno nerangkeun hal Cultuurstelsel. Nerangkeun koemaha ngaroesakna ieu stelsel-stelsel (Ir. Sukarno menjelaskan bahwa Indonesia diam dalam pusaran perjalanan dari Eropa ke Asia. Indonesia menjadi pasar perdagangan yang besar. Ir. Sukarno menerangkan ihwal Cultuurstelsel. Ia menjelaskan bagaimana merusaknya atura-aturan ini) (Banteng Priangan 20-30 Juli 1929).

Sementara itu tanggal 7-8 Juli, Partai Nasional Indonesia kembali menggelar kursus di Clubhuis PNI Bandung. Kali ini yang menjadi pokok pembahasan yaitu mengenai politik pintu terbuka. Kelas yang diampu oleh Sukarno tersebut menjelaskan kurangnya rasa percaya diri bangsa Asia yang terkena dampak imprealisme barat. Menurutnya sebelum tahun 1905 bangsa Asia sudah terpengaruh oleh imprealisme asing dan menjadi pusat perdagangan terbesar. Kelemahan itu lambat laun sirna setelah Jepang mengalahkan Rusia dan bangsa Asia mulai melihat setitik cahaya untuk bangkit dari kelemahannya. Pihak Belanda nampaknya sadar, jika di Indonesia muncul suatu pergerakan massa, tentu Belanda akan merasa kewalahan. Maka dalam tahun 1905 diadakanlah politik pintu terbuka untuk memasukkan para pemodal ke Indonesia. Antara lain dari Jerman, Jepang, Amerika, Inggris dan negara lainnya (Banteng Priangan 29-30 Juli 1929).

Tanggal 3 Agustus 1929 pengurus PNI kembali mengadakan kursus di Clubgebouw PNI, Regentsweg 5, Bandung. Kegiatan ini dikhususkan untuk para anggota yang dihadiri oleh seluruhnya. Termasuk 65 orang dari anggota yang baru. Pada kursus ini semua peserta merasa senang. Karena bagi mereka kursus ini lebih penting dari acara yang sangat meriah seperti kongres yang diselenggarakan setiap satu tahun sekali. Kursus ini dijaga ketat oleh pihak polisi dan dibuka oleh Gatot Mangkoepradja sebagai sekretaris. Lalu dalam pembukaan itu Gatot membantah tuduhan-tuduhan kepada PNI bahwa PNI dan SKBI (Sarekat Kaum Buruh) turut bekerja sama. Menurut Gatot, PNI tidak setuju dengan jalan yang ditempuh Sarekat Kaum Buruh; PNI tidak mempercayai para pemimpin SKBI. Sebab bagi Gatot, banyak pemimpin SKBI yang menjadi kecoa dan membuat aksi untuk mengompori pemerintah yang beimplikasi pada penangkapan. Setelah pidato pembuka dari Gatot, kursus dilanjutkan oleh Sukarno tentang azas PNI (Banteng Priangan 15 Agustus 1929).

Baca Juga: JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (5): Polemik Banteng Priangan dengan De Preangerbode
JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (4): Pergerakan PNI dalam Pengawasan Pemerintah Kolonial
JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (3): Partai Nasional Indonesia Afdeeling Bandung
JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (2): Dari Rumah Tjipto Mangoenkoesoemo ke Regentsweg 22
JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (1): Bermula dari Studieclub Bandung

Selain itu, kursus yang diselenggarakan oleh PNI bukan hanya berpusat di markas PNI Bandung, tetapi juga tersebar ke kawasan pinggiran. Hal ini seperti yang diadakan di Lembang pada tanggal 27 Juni 1929 di bawah arahan Maskoen. Dibantu pengurus PNI afdeeling Bandung kursus tersebut dihadiri sekitar 120 orang. Termasuk 30 orang kaum perempuan dan 30 orang anggota yang baru saja masuk. Ada pun topik bahasan dalam kursus itu ialah mengenai pola hidup kerakyatan (Banteng Priangan 7 Juli 1929).

Tanggal 1 Juli 1929, di Cijerokaso (Cipaganti) juga dilangsungkan kursus PNI. Tema yang dibahas dalam kursus ini tentang azas-azas PNI. Berbeda dengan kursus sebelumnya, kali ini kursus dihadiri oleh 74 orang anggota. Termasuk di antaranya 28 dari anggota baru, dan dari aparat pemerintahan seperti polisi Bandung, camat, dan mantri polisi. Sedangkan dari polisi distrik berjumlah 25 orang yang hadir. Kursus yang digelar di kawasan utara Bandung ini bukan tanpa rintangan.

Sebelumnya, pengurus menjadwalkan kegiatan ini pada tanggal 24 Juni. Namun karena terdapat serangan dari pihak luar, kursus berlangsung pada tanggal 1 Juli (Banteng Priangan 7 Juli 1929). Dengan adanya pergantian waktu ini, muncul upaya yang dimanfaatkan oleh kelompok pembenci pergerakan PNI. Tidak sedikit berita bohong tersebar ke para anggota PNI yang isinya berupa ancaman, atau intimidasi lainnya yang menekan para pengurus PNI. Sehingga pengurus afdeeling Bandung perlu membuat pernyataan jika semua itu hanyalah berita bohong.

“Tadina Bestuur rek datangna ka Tjidjerokaso dina tanggal 24 Juni, tapi lantaran aja halangan, Bestuur PNI teu bisa datang ngawakilkeun ka doeloer-doeloer propagandist-propogandist Kartawinata, Karso djeung Endang. Hal ieu noeroetkeun bedja koe kaoem tjoetjoengoek dessa dipake agoel, padjarkeun Bestuur PNI “sieuneun!”. Doeloer-doeloer oelah beunang dibobodo! Inget, oepama aja reactie anoe ngarintangan njarek ka doeloer-doeloer PNI atawa ngantjam, boeroe-boeroe koedoe dibedjakeun ka Bestuur. Koe Bestuur tangtoe dioeroeskeun (Tadinya tanggal 24 Juni Pengurus akan datang ke Cijerokaso, tapi karena terdapat halangan, pengurus PNI tidak bisa datang mewakilkan ke propogandis Kartawinata, Karso dan Endang. Hai ini berdasarkan kabar yang beredar oleh kaum cecunguk desa yang dimanfaatkan untuk membanggakan diri, katanya pengurus PNI “ketakuran!”. Saudara-saudara jangan sampai dibohongi! Ingat, seumpama ada reaksi untuk menghalang-halangi atau mengancam saudara-saudara PNI, segelah memberitahukan ke pengurus. Oleh pengurus pasti akan diuruskan) (Banteng Priangan 7 Juli 1929).

Untuk menarik massa anggota, kursus yang digelar oleh pengurus PNI ini memang cukup membuahkan hasil. Hampir di setiap wilayah Bandung kursus digelar dengan memperoleh anggota baru. Seperti kursus yang dilaksanakan di Lembang, puluhan orang telah resmi menjadi anggota. Sehingga bagi PNI afdeeling Bandung, anggota baru ini menjadi amunisi pergerakan dan juga sebagai bukti kekuatan kaum nasionalis untuk membangkitkan semangat kemerdekaan rakyat Pribumi. Tentunya, ini menjadi sebuah ancaman bagi pemerintah Hindia Belanda. Sebab, selain untuk menarik massa, kegiatan kursus yang sering digelar oleh pengurus PNI mencoba untuk mendobrak tirani kekuasaan Belanda di Indonesia.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//