MAHASISWA BERSUARA: Sejumlah Alasan Mengapa Kita Memerlukan Perjanjian Perkawinan
Dulu perjanjian perkawinan dianggap tabu atawa pamali. Kini perjanjian pranikah ini relevan dengan perkembangan zaman.
Angelina Gracia
Mahasiswa Jurusan Hukum Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung
14 Juli 2023
BandungBergerak.id - Berjanji untuk sehidup semati adalah impian dari banyak pasangan. Setiap pasangan yang akan melangsungkan pernikahan pasti berharap hubungannya langgeng. Tetapi, pada kenyataannya pada tahun 2022 saja, angka kasus perceraian di Indonesia tak tanggung-tanggung mencapai 516.334 kasus, naik 15.31 persen dari tahun 2021. Maka dari itu, untuk menanggulangi akibat buruk dari perceraian itu sendiri, para pasangan dihimbau untuk mengenal dan memanfaatkan yang namanya perjanjian perkawinan.
Perjanjian perkawinan atau yang sering dikenal dengan perjanjian pranikah (Prenuptial Agreement) memiliki definisi sebagai perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak yang akan melangsungkan perkawinan; berisi pemisahan harta benda atau lainnya sesuai dengan yang disepakati, yang terbuat secara tertulis dan disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan serta isinya bersifat mengikat pula bagi pihak ketiga yaitu pemerintah. Isi dari perjanjian perkawinan ini tentunya tidak boleh bertentangan dengan hukum, undang-undang, maupun kesusilaan yang berlaku di masyarakat.
Signifikansi perjanjian perkawinan ini dapat dilihat dari 2 materi hukum, yaitu menurut KUHPerdata dan UU Nomor 1 Tahun 1976 tentang Perkawinan. KUHPerdata masih menganut pemahaman yang lama, yang menyatakan bahwa harta kekayaan suami-istri langsung bercampur atau menjadi satu ketika perkawinan terjadi, jika tidak diatur perjanjian perkawinan terlebih dahulu. Sedangkan UU Nomor 1 tahun 1976 tentang Perkawinan menyatakan bahwa harta bawaan suami istri tetap merupakan harta masing-masing, dan harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan.
Sebenarnya, perjanjian perkawinan ini sudah berlaku sejak dulu, tetapi tampaknya kurang mendapat perhatian masyarakat Indonesia. Dulu, perjanjian perkawinan masih dianggap tabu dan pamali atau membawa kesialan karena seolah-olah sudah memikirkan perceraian bahkan sebelum perkawinan dilangsungkan.
Sekarang ini, tampaknya pembuatan perjanjian perkawinan kembali muncul ke permukaan dan kembali menjadi tren di kalangan masyarakat. Hal ini ditimbulkan karena banyaknya generasi muda yang lebih memfokuskan diri pada karier dan juga pendidikan mereka daripada berkomitmen untuk menikah. Apalagi bagi mereka yang sukses dalam kariernya, dan finansialnya terbilang lancar dan stabil pasti ingin menyimpan atau mengamankan harta-harta yang sudah diperoleh selama ini. Maka dari itu, penting sekali untuk menjadikan perjanjian perkawinan sebagai salah satu dasar atau tonggak penting dalam sebuah perkawinan, terutama bagi pasangan-pasangan muda.
Urgensi Perjanjian Perkawinan
Perjanjian perkawinan dinilai penting karena merupakan tindakan preventif untuk mengatasi problema-problema hukum sebelum atau saat sudah melangsungkan perkawinan. Sebelum melangsungkan perkawinan, perjanjian perkawinan akan mempersiapkan mental para pasangan untuk menghadapi masalah rumah tangga yang pasti akan dihadapi di masa depan. Perjanjian pranikah ini nantinya diharapkan dapat memberi kesempatan bagi para pasangan di luar sana untuk saling menghadirkan rasa keterbukaan sebelum bersedia untuk mengucap janji untuk hidup bersama sampai maut memisahkan.
Rasa keterbukaan mengenai rencana ke depan, keadaan finansial masing-masing pihak, serta pembagian harta akan sangat membantu bagi pasangan untuk saling memahami dan menjaga komunikasi terutama tentang finansial tetap berjalan dengan baik. Kemudian, manfaat lain yang akan didapat adalah terjaminnya rasa aman apabila salah satu pihak terlibat masalah finansial dari dilakukannya hutang piutang, kredit, menjaminkan aset, dan sebagainya, maka resiko akan ditanggung sendiri oleh pihak yang melakukan.
Tidak melulu terpaut dengan masalah finansial saja, perjanjian perkawinan bisa juga meliputi banyak hal lain yang dapat disepakati bersama. Misalnya, antara pasangan muda yang baru melangsungkan perkawinan dan bisa meminta pasangannya untuk memenuhi dan menyetujui syarat untuk tetap melanjutkan pendidikan atau karier setelah perkawinan nanti dan hal ini akan dituangkan ke dalam isi perjanjian perkawinan tersebut. Bisa juga mengenai tanggung jawab terhadap anak tentang cara mendidik anak, serta pengaturan tentang hak asuh jika terjadi perceraian.
Dalam kompilasi hukum Islam pasal 105 mengatakan, anak yang berusia dibawah 12 tahun adalah hak ibunya ,”Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 (dua belas) tahun adalah hak ibunya.” jadi jika suatu hari sang istri melakukan perselingkuhan dan terjadi perceraian, maka anak akan tetap ikut istri dan suami akan susah untuk mendapatkan hak asuh. Terakhir, juga bisa mengatur soal kekerasan dalam rumah tangga dan akibat hukum apa yang akan didapat jika salah satu pihak melakukannya.
Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Rumah Tropis Sebagai Solusi Iklim Panas Indonesia
MAHASISWA BERSUARA: Imbas Polarisasi Algoritma Media Sosial terhadap Kehidupan Pengguna Media Sosial
MAHASISWA BERSUARA: Ambigu Pemerintah dalam Menyikapi Praktik Khitan Perempuan
Waktu Pembuatan Perjanjian Perkawinan
Menurut KUHPerdata dan juga Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan tahun 1974, pada awalnya perjanjian perkawinan ini hanya dapat dilakukan saat atau sebelum dilangsungkan perkawinan, makanya masyarakat awam terbiasa menyebut perjanjian ini dengan perjanjian pranikah. Perjanjian pranikah ini juga sifatnya langsung berlaku sejak perjanjian dibuat dan perkawinan dilangsungkan serta tidak dapat ditarik kembali, kecuali kedua belah pihak yang bersangkutan sama-sama berniat untuk mengubah isi perjanjian serta tentunya tidak merugikan pihak ketiga atau negara.
Tetapi, melalui Putusan Mahkamah Konstitusi no 69 tahun 2015 atas respons terhadap pengajuan permohonan oleh Nyonya Ike Farida, akhirnya ditetapkan bahwa perjanjian perkawinan dapat dibuat sebelum atau sesudah dilangsungkannya perkawinan. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi ini ternyata terdapat sedikit perubahan yakni perjanjian perkawinan tidak hanya berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, tetapi juga bisa berlaku berbeda jika memang tertera dalam perjanjian tersebut. Maka, sekarang perjanjian perkawinan dapat dibuat sebelum perkawinan (prenuptial agreement) dan setelah perkawinan (postnuptial agreement).
Dampak Eksistensi Perjanjian Perkawinan
Perjanjian perkawinan memberikan banyak dampak dalam berlangsungnya suatu perkawinan. Pertama, mengenai pemisahan harta kekayaan yang diatur dalam Pasal 119 KUHPerdata: “Mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan istri, sekadar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain. Persatuan itu sepanjang perkawinan tak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami dan istri”. Pasal ini memberi kesimpulan bahwa jika tidak dibuat perjanjian, berarti setelah perkawinan, harta bawaan masing-masing pun langsung otomatis tercampur menjadi harta milik bersama.
Maka, perjanjian perkawinan penting dilakukan untuk memisahkan harta kekayaan, sehingga suatu saat jika terjadi perceraian, harta masing-masing pihak tetap terlindungi dan tidak akan ada situasi perebutan harta di antara keduanya. Kedua, mengenai hutang piutang atau kredit, akan ditegaskan dalam perjanjian tesebut bahwa hutang piutang yang mereka buat maupun kredit yang mereka ajukan sebelum perkawinan, selama perkawinan, dan setelah perceraian, bahkan saat kematian pun semua risiko yang timbul dari tindakan itu akan ditanggung secara pribadi oleh pihak yang melakukan dan pihak satunya tidak diharuskan untuk menanggung tanggung jawab itu bersama.
Ketiga, tindakan hukum seperti penjualan harta kekayaan oleh salah satu pihak, atau meletakkan suatu aset sebagai jaminan tidak harus lagi membutuhkan izin dari pihak satunya. Jadi, di ranah bisnis, hal ini sangat menguntungkan terutama biasanya untuk para suami yang tidak ingin repot harus selalu meminta izin istrinya(partner consent) saat ingin melakukan tindakan-tindakan hukum mengenai bisnisnya. Terakhir adalah tentang tanggung jawab terhadap anak-anak yang harus mengatur bagaimana kontribusi masing-masing orang tua dalam membiayai anaknya, terutama dalam uang pendidikan dan kebutuhan sehari-hari. Bisa juga mengatur tentang bagaimana dan siapa yang akan mengurus anak-anak jika suatu hari terjadi perceraian.
Manpaat Perjanjian Pranikah
Perjanjian perkawinan bisa memberikan manfaat yang sangat besar bagi pasangan suami-istri. Perjanjian perkawinan dinilai sangat penting dan disarankan untuk dibuat sebelum menikah supaya dari awal sudah memperjelas hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Meski sangat disarankan untuk dibuat sebelum perkawinan, tetapi jika hendak membuat setelah perkawinan berlangsung juga diperbolehkan untuk semakin memberi ruang bagi satu sama lain untuk saling terbuka dan menjalankan hak dan kewajibannya dengan lebih baik lagi serta mencegah permasalahan-permasalahan atau cekcok di masa yang akan datang.
Perjanjian perkawinan menjadi fondasi dasar atau tonggak penting dalam sebuah perkawinan, yang dipenuhi syarat-syarat yang harus dan ingin dilakukan oleh kedua pihak dan tentunya kedua pihak harus mencapai kata sepakat. Terutama untuk pasangan-pasangan muda di luar sana yang akan melangsungkan perkawinan, jadikanlah perjanjian perkawinan ini sebagai tonggak dalam kehidupan pernikahan kalian, karena bisa menyelamatkan banyak hal yang membuat suatu hubungan pernikahan menjadi langgeng, seperti komunikasi soal kondisi finansial, tanggung jawab terhadap anak, tentang karier, pendidikan, dan lain sebagainya.