• Nusantara
  • Pembangunan Infrastruktur di Jawa Barat tidak boleh Menafikan Lingkungan

Pembangunan Infrastruktur di Jawa Barat tidak boleh Menafikan Lingkungan

Tol Cisumdawu baru saja diresmikan Presiden Jokowi. Pembangunan infrastruktur mesti ditopang dengan prinsip-prinsip lingkungan dan demokrasi.

Presiden Jokowi meresmikan Tol Cisumdawu di Twin Tunnel Sumedang, Selasa (11/7/2023). Tol sepanjang 61,6 KM ini selesai dibangun dengan anggaran 18,3 triliun rupiah. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana14 Juli 2023


BandungBergerak.idPresiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja mengunjungi Bandung. Selain menyambangi sejumlah tempat wisata, Jokowi juga meresmikan Tol Cileunyi Sumedang Dawuan (Cisumdawu). Tol yang dibangun memakan waktu 12 tahun ini terkait erat dengan pembangunan infrastruktur besar di Jawa Barat yang menuai kritik dari sisi lingkungan.

Dengan diresmikannya Tol Cisumdawu, terhubung sudah akses menuju jalur tengah Sumedang ini ke Tol Cikampek Palimanan (Cipali) yang menjembatani Jakarta dan wilayah utara Jawa sampai Surabaya. Selain itu, pemerintah berharap keterhubungan ini bisa menghidupkan Bandara Internasional Jawa Barat, Kertajati, Majalengka yang selama ini sepi.

Seiring dengan diresmikannya Tol Cisumdawu, rencananya seluruh penerbangan dari Bandara Husein Sastranegara Bandung akan dialihkan ke Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati mulai Oktober 2023.

"Nantinya dimulai bulan Oktober, (Bandara Kertajati) akan operasi penuh. Artinya dari Bandara Husein Sastranegara akan digeser ke Kertajati, utamanya untuk yang pesawat jet," ungkap Jokowi, saat berkunjung ke BIJB Kertajati, dalam siaran pers, Rabu (12/7/2023).

Saat ini BIJB Kertajati sudah terhubung dengan Tol Cisumdawu. Dengan begitu perjalanan masyarakat, kata Jokowi, khususnya dari Kota Bandung akan makin singkat dan lebih mudah ke Kertajati.

"Plus ini telah selesai dan diresmikan tol Cisumdawu, sehingga jarak tempuh antara Bandara Kertajati dan Bandung hanya kurang lebih 1 jam ini juga akan mempercepat perkembangan Bandara Kertajati," beber Jokowi.

Infrastruktur lainnya yang secara tidak langsung jadi terhubung dengan Tol Cisumdawu adalah Pelabuhan Patimban Subang dan kawasan Rebana yang menjadi kebanggaan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Di luar pembangunan ini, ada isu lingkungan yang tak bisa dilewatkan begitu saja.

Pembangunan infrastruktur besar-besaran pertama-tama akan memicu alih fungsi lahan secara besar-besaran juga. Kawasan yang terbangun di Jawa Barat umumnya berada dalam iklim agraris, yaitu pertanian dan hutan. Pembangunan infrastruktur di sana jelas berdampak besar pada kawasan agraris ini.

Baca Juga: Proyek Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan di Kota Bandung Memerlukan Pengawasan dari Masyarakat
Co-firing Biomassa, Akal-akalan Memperpanjang Umur PLTU
Sungai-sungai Indonesia Banjir Mikroplastik, Jawa Barat Peringkat ke-10

Dampak Pembangunan BIJB Kertajati

Bambang Hermanto dalam Jurnal Imu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jambi (JISIP-UNJA) Volume 5 Nomor 2 (2021) menganalisa Dampak Pembangunan BIJB terhadap lingkungan. “Untuk daerah perdesaan (rural) dengan pola pembangunan yang menitikberatkan pada sektor pertanian, justru kerap terjadi konversi lahan pertanian khususnya lahan sawah,” tulis Bambang, diakses Jumat (14/7/2023). 

Menurutnya, sumber daya lahan pertanian memberikan manfaat yang sangat luas secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dari aspek ekonomi, konversi lahan pertanian menjadi kawasan Bandara Internasional Kertajati berkaitan dengan adanya perubahan pendapatan rumah tangga petani, perubahan produksi padi, dan berkurangnya kesempatan kerja di sektor pertanian. 

Alih fungsi lahan pertanian menyebabkan perubahan pada aspek kesempatan kerja. Selain itu, alih fungsi lahan pertanian menyebabkan terjadinya perubahan luas lahan garapan usaha tani masyarakat.

“Hal tersebut berdampak pada hilangnya pendapatan usahatani padi yang biasa didapatkan setiap tahunnya. Hal ini dapat menimbulkan kerentanan pada ekonomi rumah tangga karena selain pendapatan berkurang, mereka juga tidak dapat memenuhi kebutuhan pangannya dari hasil lahannya sendiri, sehingga harus mengeluarkan biaya tambahan,” papar Bambang.

Bambang mengingatkan suatu pembangunan mestinya meberikan kesempatan kepada warga neraga secara kolektif untuk berpatisipasi dalam proses-proses pebuatan kebijakan publik baik bersifat ekosentrisme maupun antrosentrisme (eko-demokrasi). Tanpa prinsip eko-demokrasi ini diharapkan pembangunan tidak menuai krisis.

“Masyarakat dan peradaban bisa bertahan hidup jika dibangun diatas prinsip-prinsip ekologi. Prinsip-prinsip itu antara lain: kesadaran dan keberlansungan ekologi, demokrasi akar rumput, keadilan sosial dan persamaan kesempatan, anti kekerasan, desentralisasi, ekonomi berbasis komunikasi dan berkeadilan, feminisme dan kesetaraan gender, penghormatan terhadap keberagaman, tanggung jawab personal dan global, serta fokus pada masa depan dan keberlanjutan,” beber Bambang.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//