• Berita
  • Aksi Kamisan Bandung Mengecam Represi Polisi di Dago Elos

Aksi Kamisan Bandung Mengecam Represi Polisi di Dago Elos

Negara terus menabung pelanggaran hak asasi manusia (HAM) melalui tindakan keras aparatnya. Kekerasan terbaru terjadi di Dago Elos.

Aksi Kamisan Bandung di Taman Cikapayang mengecam represi aparat kepolisian di Dago Elos, Kota Bandung, Kamis (24/8/2023) sore. (Foto: Dini Putri/BandungBergerak.id)

Penulis Dini Putri25 Agustus 2023


BandungBergerak.idOrang-orang berkumpul menggunakan baju bernuansa hitam di bawal langit berwarna jingga yang menaungi Taman Cikapayang, Dago, Kota Bandung, Kamis (24/8/2023) sore. Kendaraan berlalu lalang tak terlalu padat. Satu persatu payung hitam bertuliskan peristiwa kejahatan-kejahatan kemanusiaan yang pernah terjadi di Indonesia dibuka.

Aksi yang dilakukan setiap hari Kamis di Bandung ini sudah berlangsung sebanyak 396 kali. Bermula pada 18 Januari 2007, gerakan sosial ini dilakukan untuk menuntut negara menuntaskan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang terjadi di Indonesia. Tidak hanya di Bandung, kegiatan yang dinamai Aksi Kamisan ini juga gencar dilakukan di berbagai penjuru daerah Indonesia.

Aksi Kamisan Bandung kali ini bertema "Di Dago, Polisi Sok Jago". Fay dari Aksi Kamisan Bandung menjelaskan, tema tersebut sebagai respons terhadap tragedi yang terjadi di Dago Elos pekan lalu.

“Kita mencoba merespons hal yang terjadi di Dago kemarin, yang mana bebagai bentuk brutalitas dan represivitas dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap warga Dago,” kata Fay kepada BandungBergerak.id.

Aksi Kamisan Bandung sangat mengecam tindakan represif aparat dalam menyikapi protes warga Dago Elos terkait sengketa lahan dengan pengusaha dari keluarga Muller. Dalam peristiwa kaos yang berlangsung Senin, 14 Agustus 2023 itu, polisi melakukan penembakan gas air mata secara masif, pendobrakan juga pengrusakan rumah-rumah warga yang di dalamnya ada anak-anak dan perempuan, pelecehan fisik maupun verbal, hingga penangkapan dan penahanan warga secara illegal.

Aksi Kamisan Bandung menyayangkan aparat seolah tidak belajar dari tragedi yang sebelumnya terjadi di Stadion Kanjuruhan yang menelan ratusan korban karena gas air mata. Aksi Kamisan Bandung menilai aparat terus memproduksi ketakutan dan trauma yang tak berkesudahan.

“Hidup korban! Jangan diam, jangan diam, lawan!” demikian seruan peserta Aksi Kamisan Bandung.

Diselingi penampilan musik akustik dengan lagu-lagu berlirik perlawanan, Aksi Kamisan Bandung disambut antusiasme warga. Aksi ini juga berkolaborasi dengan Pasar Gratis Bandung yang menyediakan pakaian gratis untuk masyarakat yang membutuhkan. Selain itu juga tersedia barber jalanan, perpustakaan jalanan, live graffity, dan street feeding.

Berbagai elemen masyarakat bersolidaritas dan berkumpul untuk memupuk kembali kesadaran atas keadaan yang sedang tidak baik-baik saja. Ahmad Budie Santoso dalam orasinya menerangkan tindakan yang dilakukan aparat terhadap warga Dago Elos jelas menyalahi aturan hukum yang berlaku, dan tim kuasa hukum dago melawan sangat mengecam tindakan tersebut.

“LBH Bandung dan tim kuasa hukum menuntut dan mengusut semua kekerasan yang terjadi di Dago Elos yang membuat trauma warganya,” terang Ahmad.

Baca Juga: Mahasiswa Bandung Mengawal Dago Elos
Mengapa Hukum Kolonial Belanda masih Punya Kuasa di Dago Elos?
Tiga Jam Lewat Tengah Malam di Dago Elos

Aksi Kamisan Bandung di Taman Cikapayang mengecam represi aparat kepolisian di Dago Elos, Kota Bandung, Kamis (24/8/2023) sore. (Foto: Dini Putri/BandungBergerak.id)
Aksi Kamisan Bandung di Taman Cikapayang mengecam represi aparat kepolisian di Dago Elos, Kota Bandung, Kamis (24/8/2023) sore. (Foto: Dini Putri/BandungBergerak.id)

Menuntut Hak Asasi Manusia dari Negara

Aksi Kamisan Bandung sudah menginjak usia 10 tahun. Fay mengungkapkan, sejatinya Aksi Kamisan Bandung tidak akan terus ada jika negara memberikan hak asasi manusia kepada warga negaranya.

“Yang kita harapkan adalah tidak adanya Aksi Kamisan, yang artinya pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia sudah hilang dan sudah mendapakan pemulihan yang sebagaimana mestinya. Akan tetapi faktanya hari ini kita melihat bahwasannya negara masih terus melakukan tindakan-tindakan represif, tindakan-tindakan brutal terhadap masyarakatnya sendiri, yang artinya itu telah merenggut hak asasi kita sebagai manusia,” terang Fay, dalam orasinya.

Fay juga berharap masyarakat untuk terus menggaungkan semangat solidaritas dan kesadaran atas tindakan penindasan yang terjadi. Juga, simpul-simpul solidaritas di berbagai kota dan titik daerah. Karena solidaritas adalah senjata masyarakat miliki untuk melakukan perlawanan dan semangat pejuangan harus terus ditebarkan.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//