Pengelolaan Sampah Model TPA Sarimukti sudah Ketinggalan Zaman
Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mendesak pemerintah serius menangani sampah perkotaan. Kebakaran TPA Sarimukti sebagai puncak gunung es.
Penulis Iman Herdiana26 Agustus 2023
BandungBergerak.id - Tempat Pembuangan Akhir atau TPA Sarimukti di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB) terbakar sejak Sabtu (19/8/2023) lalu. Diketahui penyebab awal kebakaran akibat puntung rokok yang dibuang sembarangan, namun indikasi lain menyebutkan adanya akumulasi gas metana yang memperparah kejadian tersebut hingga api tak kunjung padam sampai hari ini.
Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mengecam tindakan kebakaran yang terjadi di TPA, sebab dampak yang ditimbulkannya bukan hanya pada lingkungan namun juga warga yang berada di wilayah Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Kepala Desa Sarimukti Uci Suwanda melaporkan warga sudah mengeluhkan tenggorokannya sakit, sesak napas, dan iritasi pada mata. Masalah kesehatan ini sudah mulai menyerang lebih dari 50 warga di 15 RW.
AZWI menyatakan, kebakaran TPA Sarimukti merupakan salah satu puncak gunung es dari pengabaian sistematis jangka panjang yang telah dilakukan oleh semua level pemerintahan. Kebanyakan TPA di Indonesia menggunakan sistem angkut buang tanpa proses pemilahan, seperti yang terjadi di TPA Sarimukti. Model open dumping ini dinilai sudah tidak relevan untuk saat ini.
“Open dumping merujuk pada praktik pembuangan sampah atau limbah secara sembarangan dan tidak teratur di tempat-tempat yang tidak sesuai. Praktik ini memiliki dampak buruk yang signifikan terhadap lingkungan, kesehatan manusia, serta keberlanjutan ekosistem,” ujar Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat Meiki W Paendong yang tergabung dalam AZWI, dalam siaran pers yang dikutip Sabtu (28/8/2023).
Sementara dalam acara X Space BandungBergerak.id bertajuk “Darurat Sampah Kok Terus Berulang?!”, Meiki mengatakan bahwa model pembuangan sampah seperti TPA Sarimukti yang open dumping sudah tidak efektif dalam mengatasi sampah perkotaan.
“Sudah ga efektif. Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tidak memandatkan open dumping,” kata Meiki.
Menurutnya, UU tersebut memandatkan pengelolaan sampah agar dilakukan dengan sistem pengelolaan desentralisasi, yaitu menerapkan prinsip mengurangi, mendaur ulang, memanfaatkan kembali atau 3R (reduce, reuse, dan recycle). Prinsip 3R ini harus diterapkan di lingkup terkecil masyarakat, bukuan dengan cara kumpul angkut buang seperti yang sekarang terjadi.
Dalam UU nomor 18 tahun 2008, lanjut Meiki, ada pasal-pasal dengan prinsip 3R tersebut. Masalahnya, implementasi dari undang-undang ini yang belum masif di kabupaten/kota, termasuk di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat.
“Kalau open dumping itu sudah gaya lama, metode lama, ga akan efektif. Kumpul angkut buang akhirnya berdampak pada penumpukan di tempat yang disentralkan (TPA). Jadi menurut kami metode open dumping itu tidak efektif dan harus ditinggalkan sebenarnya,” kata Meiki.
Andi Nurfauzi dari Forum Bandung Juara Bebas Sampah (BJBS) mengatakan, darurat sampah yang terjadi di Bandung Raya karena kebakaran TPA Sarimukti membuktikan bahwa pola pengelolaan sampah secara konvensional saat ini amat rentan. Sudah lama pola konvensional kumpul angkut buang ke TPA dilakukan di Bandung Raya. Namun jika terjadi kasus darurat seperti kebakaran, maka sistem ini akan lumpuh dan menimbulkan kondisi darurat. Kota Bandung sendiri sudah berulang kali mengalami kondisi darurat sampah.
“Kalau pemerintah ataupun pihak-pihak yang bertanggun jawab tidak belajar dari kondisi ini dan masih menerapkan pola pengelolaan sampah yang konvensional, pasti akan terus terjadi seperti ini ke depannya. Ini sangat rentan kondisi pengelolaan sampah seperti ini,” kata Andi.
Baca Juga: Polusi Kabut Asap dari Kebakaran Sampah TPA Sarimukti Menyerang Kampung dan Sekolah
Parade Foto Trotoar-trotoar Rusak di Kota Bandung
Aksi Kamisan Bandung Mengecam Represi Polisi di Dago Elos
Potret Buruk Pengelolaan Sampah
AZWI menyatakan pemerintah ousat dan daerah seharusnya sejak awal memberikan perhatian serius terhadap kondisi TPA di Indonesia. Kejadian terbakarnya TPA Sarimukti menjadi potret buruk dari praktik open dumping di mana kondisi sampah tercampur dalam tempat pembuangan sampah terbuka, sering kali ada banyak bahan mudah terbakar seperti kertas, plastik, dan bahan organik. Jika bahan-bahan ini terkena api atau panas yang tinggi, mereka dapat dengan mudah terbakar dan memicu kebakaran. Parameter yang menjadi perhatian adalah karbon monoksida, hidrogen sulfida, merkuri, dioksin, furan, bahan-bahan kimia organik dan anorganik lain.
Beberapa bahan kimia yang terakumulasi dari sampah dapat bereaksi dengan air atau udara, menghasilkan gas metana yang mudah terbakar atau bahkan pencetus percikan api kecil. Jika sampah ini tidak dikelola dengan benar dan terjadi reaksi kimia yang tak terkendali, kebakaran bisa terjadi
"Pengoperasian TPA sudah tidak diperbolehkan lagi dengan sistem terbuka (open dumping), standar Indonesia minimal harus controlled landfill dengan tutupan urugan tanah harian atau mingguan agar kebakaran dan pencemaran lingkungan dapat dicegah,” tegas Yuyun Ismawati selaku Senior Advisor Nexus3 Foundation, yang juga bagiand ari AZWI.
Yuyun menyatakan, harus ada SOP yang dijalankan terutama pada musim kemarau. SOP ini meliputi, tanda larangan merokok atau membawa api, arahan menghadapi percikan api sampai terjadi kebakaran besar, dan ‘warning system’ agar warga waspada. Panduan teknis pemadaman api harus dikeluarkan dan sebaiknya dengan menggunakan urugan tanah, pakai air hanya waktu awal dan hindari penggunaan AFFF/fire foam, karena mahal dan lebih beracun (mengandung PFAS).
Di sisi lain, Direktur Eksekutif YPBB David Sutasurya mengatakan, sampah organik merupakan penyebab terjadinya sebagian besar masalah di TPA. Kebakaran ini terjadi karena emisi gas metan yang juga merupakan Gas Rumah Kaca (GRK) yang 25 kali lebih kuat dari C02. Beratnya beban IPAL dan kumuhnya kondisi TPA dan sarana pengelolaan sampah lainnya juga turut memperparah kondisi TPA. Pemerintah di semua level harus memastikan terjadinya pemisahan, pengolahan, dan pemanfaatan sampah organik sebagai langkah strategis untuk mendorong perbaikan kondisi TPA dan sarana pengelolaan sampah lainnya.
“Tidak siapnya aspek tata kelola ini menyebabkan Kota Bandung, Kota Cimahi, dan pemerintah daerah gagal menjalankan pemilahan dan pengolahan sampah organik secara maksimal. Pemerintah pusat juga ikut bertanggung jawab atas masalah ketidaksiapan tata kelola pemerintah daerah. Saat ini, peraturan-peraturan teknis mengenai pengelolaan sampah dan pelaksanaan undang-undang pemerintah belum memberikan arahan yang spesifik, serta tidak menciptakan kondisi yang mendukung agar pemerintah daerah berani menegakkan hukum dan meningkatkan alokasi anggaran yang diperlukan,” kata David.
Setiap tahun, kasus kebakaran TPA yang menggunakan metode open dumping selalu terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Selain TPA Sarimukti, pada minggu yang sama, kebakaran juga terjadi di TPA-TPA Kota Palu (TPA Kawatuna), Kabupaten Tegal (TPA Dermasuci dan TPA Penujah), Palembang (TPA Sukawinatan), lalu ada kebakaran kecil di sekitar TPA Imogiri dan TPA Sumur Batu. TPA dan lingkungan sekitarnya rawan api karena banyak lapak yang sudah dipilah pemulung dan ada gudang penyimpanan sampah terpilah.