• Nusantara
  • Mengajarkan Mitigasi Bencana Tsunami pada Anak-anak SD Pangandaran

Mengajarkan Mitigasi Bencana Tsunami pada Anak-anak SD Pangandaran

Bencana gempa bumi maupun tsunami tak bisa dicegah atau diprediksi. Pemahaman risiko bencana perlu ditanamkan pada anak-anak sejak dari dini.

Aktivitas warga di muara Cidamar, Cidaun, di Pantai Selatan (Pansela) Jabar, Selasa (27/6/2023). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana30 Agustus 2023


BandungBergerak.idBerada di cincin api, Indonesia rentan menghadapi bencana gempa bumi maupun tsunami. Potensi bencana geologi ini tersebar di berbagai pulau, salah satunya di pantai selatan Jawa Barat. Tahun ini, genap 17 tahun tsunami Pangandaran yang memakan korban ratusan jiwa.

Meski demikian, bencana alam tak bisa dicegah ataupun diprediksi kapan datangnya. Yang bisa dilakukan adalah meminimalkan risiko bencana agar tidak menimbulkan banyak korban, yaitu dengan mitigasi bencana.

Terkait 17 tahun bencana tsunami Pangandaran, Tim Pengabdian Masyarakat (PM) ITB melakukan edukasi terhadap siswa-siswa SD Negeri 2 Batukaras, Kabupaten Pangandaran. Tim terdiri dari mahasiswa sarjana dan pascasarjana serta didampingi peneliti dari Kelompok Keilmuan (KK) Hidrografi FITB, Wiwin Windupranata, Gabriella Alodia, dan Intan Hayatiningsih.

Murid-murid SD antara lain mendapatkan materi yang tertuang dalam Siap Siaga Tsunami. Modul ini didesain untuk siswa anak-anak SD.

“Jadi kalau modulnya sendiri kami desain untuk menargetkan anak-anak SD, sehingga mereka memiliki awareness dan kesiapsiagaan sejak dini,” ujar Gabriella Alodia, dikutip dari laman ITB, Rabu (30/8/2023). 

Kegiatan yang dilaksanakan pada 17 Juli 2023 ini dilakukan di dalam kelas yang berisi siswa kelas lima dan enam. Kegiatan terbagi menjadi dua sesi, yaitu sesi materi dan sesi kuis. Pada sesi materi, siswa-siswa dibekali pengetahuan terkait gempa bumi dan tsunami, dari penyebab hingga langkah-langkah yang harus dilakukan ketika bencana tersebut terjadi. Sesi materi diisi oleh Tiara Vani (GD’20) dan Kevin Agriva Ginting (GD’20).

Diperkenalkan pula Sistem Informasi Geografi yang menunjukkan rute evakuasi ketika terjadi bencana gempa atau tsunami. Pengenalan sistem ini dipandu oleh mahasiswa pascasarjana, seperti Alqintara Nuraghnia dan Candida Aulia de Silva Nusantara.

Setelah materi, siswa mengikuti sesi kuis berhadiah yang dipandu oleh Michael Aventa (GD’20) dan Sonia Kartini (GD’20). Setiap siswa yang berhasil menjawab pertanyaan akan mendapat hadiah seperti botol minum, modul Siap Siaga Tsunami, kaos, hingga tas siaga bencana yang lengkap dengan isinya.

Sementara itu, Tiara Vani mengatakan bahwa edukasi ini sangat penting dilakukan mengingat tempat tinggal siswa yang berada dekat di sekitar pantai. “Edukasi tentang tsunami ke anak SD kemarin menurut aku penting karena tempat tinggal mereka yang dekat dengan pantai, sehingga perlu diberi tahu juga sejak dini mengenai bahayanya tsunami dan apa yang harus dilakukan kalo ada tsunami,” ujarnya.

Sementara itu, Michael Aventa berharap ilmu yang didapat oleh siswa dapat diajarkan pula ke orang lain. “Harapannya, anak anak yang telah terlatih dapat mengajarkan pula ke orang tua dan teman-teman di sekitarnya untuk siap siaga apabila terjadi gempa dan tsunami di daerah Batukaras,” tuturnya.

Baca Juga: Ekspedisi Indonesia Baru, dari Nasib Ibu Poniyem sampai Film Dragon for Sale
Floresa.co Meraih Udin Award 2023 dari AJI, Jalan Jurnalisme Berkualitas Melawan Kekerasan
Selain Warga Air Bangis, Jurnalis dan Advokat Publik juga Mengalami Kekerasan oleh Kepolisian

Tsunami Pangandaran

Anita Zaitunah (Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara) bersama tiga Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor terdiri dari Cecep Kusmana, I Nengah Surati Jaya, dan Oteng Haridjaja dalam penelitiannya menyatakan tsunami merupakan gelombang yang dipicu gempa bumi tektonik di laut. 

Anita dkk mencatat, tsunami pantai selatan Jawa Barat yang terjadi 17 Juli 2006 menghasilkan gelombang bervariasi antara 2-8 meter. Tsunami dengan ketinggian lebih dari 6 meter teramati di Kecamatan Cikalong (Kabupaten Tasikmalaya), Kecamatan Pangandaran (waktu itu masih Kabupaten Ciamis), dan Kecamatan Binangun (Kabupaten Cilacap). Catatan BMG, tsunami Pangandaran di bagian barat mencapai ketinggian 7 meter.  

“Tsunami ini menimbulkan kerusakan bangunan dan jumlah korban di wilayah pantai selatan Jawa Barat termasuk Kabupaten Ciamis,” demikian tulis Anita dkk dalam jurnal berjudul Kajian Potensi Daerah Genangan Akibat Tsunami di Pantai Ciamis Jawa Barat. 

Kerusakan rumah paling banyak tercatat di Kecamatan Cimerak yaitu lebih dari 400 rumah hancur total, sedangkan di Kecamatan Pangandaran tercatat lebih dari 200 rumah hancur total.  

Korban jiwa tertinggi tercatat di wilayah Pangandaran yaitu 137 orang meninggal, kemudian diikuti Kecamatan Cimerak tercatat 97 orang meninggal.  Di kedua tempat tersebut juga banyak korban dengan luka parah dan ringan dan hilang dalam peristiwa tsunami tersebut.  Korban jiwa dan kerusakan fisik juga tercatat di wilayah Kabupaten Tasikmalaya yaitu khususnya di Kecamatan Cikalong dan Cipatujah namun tidak separah yang terjadi Kabupaten Ciamis. 

Dalam catatan World Food Program PBB dan LAPAN tahun 2006 diketahui korban meninggal di wilayah Jawa Barat adalah 427 orang sedangkan yang hilang dan terluka 856 orang.  Rumah yang hancur total lebih dari 900 rumah dan lebih dari 1.200 rumah mengalami kerusakan parah dan ringan.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//