• Berita
  • Calon Pemilih Muda Rentan Menjadi Sasaran Hoaks Politik

Calon Pemilih Muda Rentan Menjadi Sasaran Hoaks Politik

Jumlah calon pemilih muda di Kota Bandung sangat besar. Kota Bandung akan melaksanakan Pilwalkot Bandung dan Pilgub Jabar dalam agenda Pemilu 2024 serentak.

Petugas KPU menempatkan kotak suara di area diorama Rumah Pintar Pemliu KPU Provinsi Jawa Barat di Bandung, Rabu (8/6/2022). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana31 Agustus 2023


BandungBergerak.idBerita bohong atau hoaks banyak mewarnai dalam setiap pemilu, baik pesta demokrasi level pemilihan kepala daerah (Pilkada) maupun pemilihan presiden (Pilpres). Pada Pemilu 2024 pun hoaks diprediksi bakal marak merebak. Pemilih muda perlu menyadari hoaks politik ini.

Pemilih muda merupakan pemegang suara terbanyak dalam setiap perhelatan pemilu. Tingginya jumlah pemilih anak muda (usia produktif) dapat dilihat dari Sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 bagi Tenaga Pengajar PKN di SMA/Sederajat yang digelar Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Bandung, Rabu (30/8/2023).

Dari sosialisasi tersebut terungkap bahwa sekitar 40 persen dari 1,8 juta Data Pemilih Tetap (DPT) Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 Kota Bandung adalah usia produktif. Di antara pemilih usia produktif ini terdapat pemilih pemula dari kalangan muda usia SMA atau sederajat. Mereka merupakan murid-murid yang pada pelaksanaan pemilu 2024 nanti sudah berusia 17 tahun sehingga memiliki hak pilih.

Kota Bandung sendiri masuk dalam agenda Pemilu 2024 yang diselenggarakan serentak. Kota Bandung akan melaksanakan Pemilihan Wali Kota atau Pilwalkot Bandung, dan provinsi Jawa Barat akan menyelenggarakan Pemilihan Gubernur atau Pilgub Jabar.

Selain memiliki potensi suara, pemilih muda juga rentan menjadi sasaran hoaks politik. M. Faisal Husna, Tri Reni Novita, Nuraini Hasibuan (Faisal dkk.) dalam jurnal ilmiahnya menjelaskan hoaks adalah informasi palsu, berita bohong, atau fakta yang diplintir atau direkayasa untuk tujuan lelucon hingga serius (politis).

“Hoaks juga bisa dijadikan alat propaganda dengan tujuan politis, misalnya melakukan pencitraan atau sebaliknya, memburukkan citra seseorang atau kelompok,” terang Faisal dkk., dikutip dari jurnal “Antisipasi Hoax bagi Pemilih Pemula dalam Pemilihan Presiden Tahun 2019”, UMN Al Washliyah, diakses Kamis (31/8/2023).

Secara nasional, Faisal dkk. mencatat jumlah pemilih pemula dan muda pada tahun 2019 ada di kisaran 14 juta, suatu angka yang besar dan bakal mempengaruhi para calon legislatif dan calon presiden untuk bisa merebut hati para pemilih muda.

Bahkan menurut data Perludem, jumlah pemilih muda memang lebih dari 50 persen. Jika dikategorisasi hingga usia 35 tahun, maka jumlahnya mencapai 79 juta, tetapi jika sampai 40 tahun maka jumlahnya mencapai 100 juta.

Selain itu, Faisal dkk juga menjelaskan bahwa kelompok milenial atau muda memiliki adaptasi politik yang berbeda dengan kelompok umur yang lebih tua. Mereka lebih dinamis dan lebih cepat berubah persepsi politiknya, terutama sangat terpengaruh oleh lingkungan. 

Jika para pemilih pemula dan milenial dikelola dengan baik maka mereka bisa menjadi penentu kemenangan. Tetapi sangat disayangkan kalau pemilih muda ini terpengaruh oleh nilai-nilai politik yang kurang baik dari lingkungan.

Baca Juga: Partai-partai Baru Berhaluan Kanan Berebut Calon Pemilih di Bandung Raya
Anak Muda Bandung Menyindir Situasi Lingkungan Jawa Barat dengan Spanduk Festival Sampah Jabar
Surat Terbuka untuk Raja Willem-Alexander: Benarkah Tiga Bersaudara Muller Merupakan Kerabat Keluarga Kerajaan Belanda?

Karakteristik Anak Muda sebagai Calon Pemilih

Perilaku atau karakteristik pemilih muda juga menjadi kajian Arliana Wijayanti Laksmi dari Prodi Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia dalam jurnal “Perilaku Informasi Pemilih Pemula Menghadapi Pemilu 2019 Di SMA 103 Jakarta”.

Dari responden anak-anak muda usia SMA yang diteliti, Arliana menyimpulkan bahwa hampir semua peserta paham akan pemilu yang akan mereka hadapi. Mereka sudah mempunyai kesadaran untuk mengikutinya dalam mewujudkan demokrasi di negara ini. Dalam pengambilan keputusan, para peserta tidak akan terpengaruh oleh orang lain. Sebagian besar mereka akan lebih melihat data dan informasi yang ada pada calon pemimpin serta visi misi ke depannya. 

“Untuk itu KPU harus menyusun strategi dalam sosialisasi pemilu lebih dalam di dua media, internet dan televisi. KPU harus menciptakan suasana pemilu senyaman mungkin, seperti mengawasi perkembangan berita-berita hoax,” tulis Arliana.

Arliana mengatakan, pemilih pemula tidak lepas dari pengaruh teknologi karena mereka tumbuh bersama perkembangan teknologi. Fenomena ini sedikit menggambarkan perilaku pencarian informasi mereka.

Ia kemudian memaparkan sejumlah penelitian terhadap calon pemilih muda, seperti yang dilakukan Rahman (2015) dalam jurnal berjudul “Kebiasaan Pencarian Informasi Murid Sekolah Menengah Atas pada Pemilihan Umum di Indonesia”. Jurnal ini menunjukan bahwa pemilih pemula menggunakan media sosial untuk menjaga pembaruan tentang pemilihan umum. Pemilih pemula juga mendapatkan informasi dari orang tua mereka dan teman-teman dekat.

“Namun, mereka tidak dapat mengidentifikasi informasi yang yang benar atau tidak, sehingga mereka bergantung pada orang di sekitar mereka untuk memastikan apakah mereka melakukan keputusan yang tepat,” tulis Arliana.

Maka dari itu, KPU perlu mengembangkan strategi promosi yang cocok untuk remaja tentang pemilihan umum. Arliana kemudian mengulas penelitian Ibrahim (2018) dengan judul “Perilaku Pemilih Pemula pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014” yang menunjukan pemilih muda sebagian besar menjatuhkan pilihan berdasarkan persepsi setelah melihat dari visi dan misi dari calon presiden dan wakilnya.

Beberapa pemilih muda pun ada yang menunjukan model pilihan rasional yang memilih kandidat berdasarkan prestasi, keberhasilan dan kepemimpinan yang ditunjukan. Sehingga, dibutuhkan komitmen untuk melakukan sosialisasi mengenai pemilihan umum dan adanya pendidikan politik sejak dini.

Antisipasi Hoaks Politik

Anak muda memiliki peran besar dalam peta politik lokal maupun nasional. Namun mereka juga dalam posisi rentan termakan hoaks politik. Untuk itu diperlukan antisipasi untuk meningkatkan pemahaman anak muda terhadap hoaks.

Faisal Husna, Tri Reni Novita, Nuraini Hasibuan (Faisal dkk.) menyatakan, Dewan Pers telah merumuskan ciri-ciri umum dari hoaks, yakni: mengakibatkan kecemasan, kebencian, dan permusuhan; hoaks umumnya memiliki sumber yang tidak jelas. 

“Hoax di media sosial biasanya pemberitaan media yang tidak terverifikasi, tidak berimbang, dan cenderung menyudutkan pihak tertentu. Bermuatan fanatisme atas nama ideologi, judul, dan pengantarnya provokatif, memberikan, penghukuman serta menyembunyikan fakta dan data,” papar Faisal dkk.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//