Melihat Anomali Kehidupan dari Pameran Seni Kelompok Ambari
Pameran kelompok Ambari menyajikan ketidaknormalan pascapandemi Covid-19. Dari karakter orang gila di film Si Unyil hingga kekerasan seksual di dunia pendidikan.
Penulis Trystan Ramadhane2 September 2023
BandungBergerak.id - Gambar seorang berseragam sekolah perempuan berdiri di atas jasad tanpa kepala di ruang kelas yang tampak kosong. Satu tangan memegang golok, tangan yang lain memegang kepala. Anehnya, kepala pelajar berseragam SMA ini berbentuk tengkorak dengan rambut hitam lebat.
Lukisan cat akrilik di atas kanvas 80x100 sentimeter itu merupakan bagian dari pameran seni bertajuk “PRISMeu” yang dibuka Rabu (30/8/2023) lalu di Galeri Orbital Dago, Bandung. Ada sembilan orang anggota kelompok Ambari yang turut berpameran. Mereka menyajikan lukisan dan instalasi tentang anomali atau ketidaknormalan-ketidaknormalan dalam kehidupan yang riuh. Karya-karya pascapandemi Covid-19, suatu peristiwa yang membuat kehidupan manusia di dunia menjadi tidak normal, setidaknya selama dua tahun dari 2020 hingga 2022.
Salah satu perwakilan kelompok Ambari, Ismet Zainal Effendi mengatakan pameran ini sekaligus menjadi ajang penggalangan dana untuk menggelar pameran Ambari berikutnya. Diharapkan, pameran mendatang bisa diikuti seniman di luar Ambari. Setelah “PRISMeu”, kelompk ini juga berencana berpameran di Tokyo, Jepang.
Dalam pameran PrISMeu kali ini, Ismet menyajikan sebuah lukisan bertajuk The Balance of Life. Sebuah lingkaran menyerupai virus korona dengan biji mata di tengah-tengah, dengan latar belakang matahari menyala yang dikelilingi untaian huruf Arab, ular naga, janin, dan pohon. Lukisan ini terbuat dari cat minyak di atas kanvas 200x200 cm. Ismet melukisnya pascapagebluk tahun 2023 ini.
Orang Gila di Si Unyil
Salah satu instalasi seni yang menarik perhatian di pameran ini adalah Celah Lebur karya Yustinus Ardhitya. Melalui sebuah kemeja lengan panjang bercorak kotak-kotak, pengunjung seolah terbawa oleh pengertian anomali dunia kerja. Celah Lebur (Memisahkan 225 X 150 CM dari yang terpisah 3,2 X 2,4 cm x 278) merupakan instalasi dengan media kain, tiang besi, plastik, dan perekat.
Karya lainnya ditampilkan Julius Setiawan melalui lukisan bertajuk Pahlawan Seni Lukis. Lukisan ini berisi tiga figur seniman legendaris Indonesia, yakni Raden Saleh, Affandi, dan Basoeki Abdullah. Ketiganya tampil sebagai lukisan sedada. Affandi dengan gayanya yang eksentrik, Raden Saleh dengan pakaian tradisional Jawa, dan Basoeki Abdullah tampak serius dengan cangklong di mulutnya.
Julius Setiawan juga menyajikan lukisan berjudul Tebas Rudapaksa yang memperlihatkan sosok tengkorak berseragam SMA yang membabat pelaku kekerasan seksual di dalam kelas. Kasus kekerasan seksual yang terus tumbuh subur di negeri ini, entah selama atau setelah pandemi, telah mengubah wajah dunia pendidikan menjadi jalur tengkorak bagi masa depan murid.
Kelompok Ambari didirikan pada 1998. Nama Ambari berasal dari tokoh orang gila dalam film Si Unyil, serial televisi yang pernah tayang selama beberapa tahun di TVRI zaman Orde Baru. Selain IsmetZainal Effendi, Yustinus Adhitya, dan Julis Setiawan, keenam anggota lain yang berpameran adalah Andy Dwi Tjahyono, Ibnu Pratomo, Septian Harriyoga, Syahfadil Kurniawan, Syarif Munawar, dan Indra Widiyanto.
Baca Juga: Dwiharmoni Babak Satu, Mengenal Putra Sang Fajar dari Panggung Seni
Tarian Sunyi Menyusuri Jejak Sukarno di Bandung
Menggugat Redup Geliat Seni di Kota Bandung
Menarik, Khas
Pameran Ambari mendapat beragam tanggapan dari pengunjung. Salah satunya Iyus yang datang bersama istrinya ke Galeri Orbital Dago. Keduanya memiliki minat yang tinggi terhadap seni.
“Perhelatan seni yang manual di pameran ini menarik untuk saya di tengah banyaknya karya digital di era sekarang,” kata Iyus.
Elaine V.B. Kustedja, pengajar di Program Studi Integrated Arts Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), menuliskan pengantar untuk pameran ini. Menurutnya, kesembilan seniman memiliki gaya berinteraksi serta berkesenian yang khas sesuai dengan entitasnya masing-masing.
Sembilan perupa tersebut rata-rata memiliki latar belakang pendidikan seni di Fakultas Seni Rupa Desain Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB) angkatan paruh terakhir 1970. Secara konsisten mereka dinilai telah mempraktikkan berkesenian dalam hidup keseharian. Mereka tidak meleburkan kesenian menjadi satu, melainkan mengikatkannya menjadi satu kesatuan dalam dalam konteks pameran kali ini.
“Ambari dalam pameran ini serupa prisma dengan berbagai bidangnya masing-masing,” ucap Elaine.
Para pengunjung yang hendak menikmati anomali dari kelompok Ambari dapat mengunjungi Galeri Orbital Dago hingga tanggal 17 September 2023.