• Narasi
  • ESAI TERPILIH AGUSTUS 2023: Dari Kamp Interniran Cihapit, Peradaban dalam Kacamata Anarkisme, hingga Ketimpangan Dunia Pendidikan

ESAI TERPILIH AGUSTUS 2023: Dari Kamp Interniran Cihapit, Peradaban dalam Kacamata Anarkisme, hingga Ketimpangan Dunia Pendidikan

Tiga Esai Terpilih membahas beragam tema, mulai dari sejarah, filsafat, hingga dunia pendidikan di Indonesia yang tak bisa dinikmati oleh semua warga negara.

Tim Redaksi

Awak Redaksi BandungBergerak.id

Foto ilustrasi Esai Terpilih BandungBergerak.id bulan Agustus 2023. (Desain Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

7 September 2023


BandungBergerak.idKawanBergerak yang budiman, waktu telah mempertemukan kita pada paruh kedua bulan September ini. Sebagaimana bulan-bulan lalu, bulan ini kami ingin mengumumkan Esai Terpilih pada sepanjang bulan sebelumnya, yaitu Agustus. Total sepanjang Agustus kemarin kami menayangkan 38 esai di kanal Esai BandungBergerak.id.

Ada tiga Esai Terpilih yang telah kami pilih, dua esai dari penulis umum dan satu esai dari penulis mahasiswa. Berdasarkan alfabet, tiga Esai Terpilih masing-masing ditulis Alda Agustine Budiono, Alam Mahadika, dan Sidik Permana.

Sekali lagi kami sampaikan dengan penuh ketulusan bahwa pengumuman Esai Terpilih ini bukan ajang pemilihan esai terbaik yang terkesan ingin menafikan esai-esai lain yang tayang di BandungBergerak.id sepanjang bulan Agustus.

Pemilihan tiga Esai Terpilih tentu melewati beberapa pertimbangan (yang tidak sepenuhnya objektif) tim redaksi, tanpa bermaksud mengecilkan tulisan-tulisan lainnya yang seluruhnya terbaik dan untuk itu kami sangat berterima kasih dan menaruh hormat. Berikut ini sedikit ulasan terhadap tiga Esai Terpilih Agustus 2023:

Kamp Interniran Jepang

Alda Agustine Budiono merupakan pemerhati sejarah dan juga pengajar Bahasa Inggris. Esainya berjudul “Kamp Interniran Jepang di Bandung, Bagian Sejarah yang Terlupakan”. Esai ini memotret sisi kelam kolonialisme yang dialami orang-orang Belanda di negeri bekas jajahannya, nusantara.

Sebagaimana judulnya, Alda mengulas praktik interniran yang dijalankan fasisme Jepang setelah menggulung Belanda di Hindia Belanda pada perang dunia kedua. Salah satu kamp interniran yang didirikan Jepang berlokasi di Cihapit, Bandung. 

Para tawanan interniran dimanfaatkan Jepang untuk mengerjakan berbagai proyek, mulai membangun jalan, rel kereta api, atau jembatan. Salah satunya adalah membangun rel kereta api dari Pekanbaru ke Muaro, Sumatera Selatan, yang banyak memakan korban. 

“Tawanan wanita ditugaskan menjahit baju untuk tentara Jepang, selain bekerja di kebun sayur.  Mereka juga “dikaryakan” sebagai pemuas nafsu birahi para prajurit. Tidak jarang banyak yang hamil. Walaupun demikian mereka tetap harus tetap tinggal di kamp dan bekerja seperti tahanan lainnya. Tak jarang mereka melahirkan di kamp. Namun banyak juga yang bayinya diaborsi,” tulis Alda. 

Baca Juga: ESAI TERPILIH MEI 2023: Dilema Golput dan Catatan Seperempat Abad Reformasi
ESAI TERPILIH APRIL 2023: Napak Tilas Pengadilan Masa Kolonial di Bandung, Membedah Buku Bacaan Anak Zaman Belanda
ESAI TERPILIH JULI 2023: Politik untuk ASN, Fenomena Bahasa Jaksel, dan Kriminalisasi karena UU ITE

Kacamata Anarkisme

Alam Mahadika merupakan mahasiswa tinggal di Yogyakarta. Esainya berjudul “MAHASISWA BERSUARA: Mesin Jahanam Krisis Peradaban Modern” yang menganalisis peradaban modern ini dari sudut pandang anarkisme. Melalui esai ini Alam sekaligus “mengajari” pejabat atau aparat yang sembarangan menggunakan diksi anarkisme pada suatu gejolak sosial, kerusuhan, kaos, pengrusakan, dll. 

Alam menjelaskan bahwa anarkisme merupakan paham atau teori sosial yang bisa dipakai membedah fenomena sosial. Dalam kacamata anarkisme, peradaban yang terjadi saat ini dimotori kekuatan para pemodal yang hasilnya meminggirkan kemanusiaan dan menghancurkan alam. Pemanasan global dan berbagai bencana tak lepas dari andil para pemodal yang rakus. 

“Memahami anarkisme bukan hanya sekedar sebuah tindakan kekerasan dan vandalistis oleh kaum muda yang bersemangat, tetapi bisa kita pahami bersama melalui literasi. Dari tulisan ini bukan semestinya kita menolak mentah-mentah perkembangan teknologi dan peradaban modern, mereka sedikit banyak membantu untuk kehidupan saat ini dan untuk sekarang ini lebih banyak mudaratnya,” tulis Alam. 

Ketimpangan Dunia Pendidikan

Sidik Permana seorang freelancer. Esainya berjudul “Pendidikan Riwayatmu Nanti” mempersoalkan akses dan pemerataan pendidikan di Indonesia. Menurutnya, UNICEF (2023) mencatat ada 4,1 juta anak-anak dan remaja berusia 7-18 tahun di Indonesia yang tidak bersekolah. Fakta ini menunjukkan bahwa akses menuju kesempatan pendidikan masih belum bisa diterima secara meluas.

Nasib tidak bisa mengakses sekolah ini dialami anak dan remaja yang terlahir dari keluarga miskin, marginal, disabilitas, dan mereka yang tinggal di daerah terjauh, terpencil, dan tertinggal.

“Bila berbicara inklusivitas, maka poin penting yang perlu ditegaskan adalah bagaimana anak-anak usia partisipasi sekolah dapat sekolah. Bila negara cukup serius dan nekat, maka akses pendidikan perlu ditingkatkan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Ingat, akses tidak hanya sebatas, “oh, ini cara bisa sekolah”, tapi juga warga negara Indonesia benar-benar dapat bersekolah hingga lulus dan tuntas,” tulis Sidik.

Demikian sedikit ulasan tiga Esai Terpilih bulan Juli 2023. BandungBergerak.id akan menghubungi kedua penulis esai terpilih untuk mengatur pengiriman sertifikat dan kenang-kenangan. Seluruh biaya pengiriman ditanggung oleh bandungbergerak.id. Atau bisa juga para penulis esai terpilih berinisiatif menghubungi akun Instagram KawanBergerak atau nomor telepon 082119425310. 

Selamat untuk ketiga kawan penulis! Kami menunggu kiriman esai-esai bermutu dari kawan-kawan semua. Esai bisa dikirim ke [email protected]. Mari terus menulis, terus berdampak! Sesekali, mari mengkritik!  

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//