• Berita
  • Bencana Kekeringan belum Beres Terkelola, Banjir di Musim Hujan sudah Mengancam Bandung

Bencana Kekeringan belum Beres Terkelola, Banjir di Musim Hujan sudah Mengancam Bandung

Belum beres ancaman musim kemarau dan kekeringan, pada musim hujan mendatang Bandung diperingatkan akan menghadapi bencana banjir lebih luas.

Pedagang air bersih keliling kampung di sisi proyek flyover Ciroyom di jalur feeder kereta cepat Jakarta Bandung di sekitar Pasar Ciroyom, Bandung, Minggu (23/7/2023). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana14 September 2023


BandungBergerak.idTutupan lahan di Kota Bandung terus meningkat, menyisakan tinggal sedikit ruang terbuka hijau. Musim hujan diperkirakan akan datang Oktober nanti. Prakiraan cuaca ini memberikan dua peringatan. Pertama, kekeringan setidaknya masih sebulan lagi. Kedua, musim hujan yang akan datang bisa memicu bencana banjir. Apa yang disiapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung?

Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) memprakirakan sebagian besar wilayah Indonesia mengalami awal musim hujan 2023/2024 pada bulan Oktober hingga Desember 2023. Awal musim hujan ini mundur dibandingkan periode sebelumnya.

Dilihat dari sifatnya, BMKG mencatat sebagian besar daerah diprakirakan mengalami hujan normal, tetapi ada wilayah lain yang akan mengalami sifat hujan bawah normal dan atas normal.

Puncak musim hujan 2023/2024 sendiri akan terjadi pada Januari dan Februari. Jika dibandingkan terhadap normal durasi musim hujan, durasi musim hujan 2023/2024 di sebagian besar daerah Indonesia diprakirakan lebih pendek (62,80 persen dari zona yang ada).

“Sedangkan wilayah lainnya diprakirakan lebih panjang terhadap normalnya,” demikian dikutip dari laman resmi BMKG, Kamis, 14 September 2023. 

Meningkatnya Kawasan Tertutup, RTH Bandung Terus Menyusut

Fenomena kemarau panjang akibat pengaruh El Nino diperkirakan masih akan berlangsung sampai pertengahan tahun 2024. Artinya, kekeringan masih menjadi ancaman jangka pendek ini sebelum masuk periode musim hujan yang identik dengan bencana banjir.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Bandung Eric M Attauriq mengatakan, sekarang menjadi periode terpanas karena pengaruh El Nino. Menurutnya, musim kemarau menjadi momen untuk mengantisipasi bencana banjir di musim hujan.

"Momen musim kemarau saat ini tepat untuk bangun kolam retensi. Jangan sampai dibangun saat banjir melanda," kata Eric M Attauriq, dikutip dari siaran pers.

Eric menyatakan hal tersebut saat peresmian kolam retensi RW 12 Dian Permai, Kelurahan Babakan, Kecamatan Babakan Ciparay, Rabu, 13 September 2023.

Ia menambahkan, di tahun 2023 akan ada tiga kolam retensi yang dibangun, selain Dian Permai, juga akan ada kolam retensi di Bandung Inten Indah, Kelurahan Derwati, dan di Margahayu, Kelurahan Sekejati.

Ia menjelaskan, kolam retensi merupakan upaya Pemkot Bandung menghadapi kemungkinan bencana akibat dari kekeringan (El Nino) saat ini. Kolam retensi berfungsi sebagai konservasi air dan cadangan air saat masa kritis.

"Kota Bandung sudah memiliki beberapa infrastruktur penangkap air tanah, antara lain lebih dari 20 sumur resapan dalam, 647 sumur resapan dangkal, dan lebih dari 3.700 drumpori," sebutnya.

Membangun Kolam Retensi saja tidak Cukup

Bagi Kota Bandung yang kini mengalami krisis ruang terbuka hijau, mengantisipasi bencana kekeringan karena kemarau panjang maupun bencana banjir karena musim hujan tidak cukup mengandalkan pembangunan kolam retensi, sumur resapan, dan sejenisnya.

Akar masalah Kota Bandung adalah menipisnya ruang terbuka hijau karena tingginya laju tutupan lahan atau alih fungsi lahan menjadi bangunan. “Sehingga mengalami kekurangan daerah resapan,” tulis Nalumi Rahminadini, Mangapul P. Tambunan, Andry Rustanto, dalam jurnal ilmiah bertajuk “Perubahan Tutupan Lahan dan Prediksi Terhadap Tingkat Bahaya Banjir di Sub-DAS Cikapundung Kota Bandung”, diakses Kamis, 14 September 2023.

Nalumi Rahminadini dkk. merupakan peneliti dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Mereka menghitung perubahan tutupan lahan di Kota Bandung dari tahun 2010 ke 2020. Kawasan terbuka yang menjadi lahan terbangun di Kota Bandung meliputi hutan, perkebunan, sawah, serta rumput, dan semak dengan total 127,22 hektare. Alih fungsi lahan terbesar terjadi pada sawah. 

“Luasan konversi tutupan lahan yang terbesar pada periode ini adalah kelas sawah menuju lahan terbangun dengan luasan sebesar 48,9 hektare,” tulis Nalumi dkk.

Menurut Nalumi dkk, pembangunan lahan vegetasi yang terjadi di Kota Bandung tidak signifikan menambah ruang-ruang resapan. Singkatnya, Kota Bandung di Sub-daerah aliran sungai (DAS) Cikapundung sudah padat akan permukiman sehingga daerah resapan berkurang.

Dampaknya, bencana banjir kerap melanda pada permukiman penduduk yang padat. Berdasarkan data kejadian banjir BPS Kota Bandung kejadian banjir tertinggi tahun 2011 dan 2018 berada di Kecamatan Lengkong, dan banjir dengan kejadian tertinggi tahun 2020 berada di Kecamatan Batununggal.

Baca Juga: Runyam, Transportasi Publik Bandung belum Nyaman
Sudah Pahamkah DPRD bahwa Bandung Darurat Sampah?
Dari Caleg Perempuan ke Parlemen yang Melahirkan Kebijakan Pro Perempuan di Kota Bandung

Kecamatan yang mengalami kenaikan kejadian banjir dari tahun 2011 ke tahun 2020 adalah Kecamatan Astanaanyar, Kecamatan Batununggal, dan Kecamatan Bojongloa Kidul. Kecamatan-kecamatan ini didominasi lahan terbangun alias padat penduduk.

Bila dilihat dari klasifikasi perubahan tutupan lahan, kecamatan yang mengalami konversi tutupan lahan menuju lahan terbangun dan mengalami banjir di tahun 2011, 2018, dan 2020 adalah Kecamatan Bandung Kulon, Kecamatan Babakan Ciparay, Kecamatan Bandung Kidul, dan Kecamatan Margacinta (Buahbatu).

“Akibat dari berkurangnya lahan vegetasi untuk daerah resapan air menyebabkan tingkat infiltrasi pada kawasan tersebut menurun sedangkan kecepatan dan debit aliran permukaannya meningkat. Ketika turun hujan lebat dalam waktu yang lama, maka sebagian besar air hujan akan mengalir diatas permukaan tanah dengan kecepatan dan volume yang besar dan selanjutnya terakumulasi menjadi banjir,” papar Nalumi dkk. 

Nalumi dkk juga memprediksi tutupan lahan sub DAS Cikapundung Kota Bandung tahun 2030 akan terus bertambah. Lahan terbangun mengalami luasan sebesar 8.430 hektare dengan persentase 81,2 persen. Dengan adanya lahan terbangun masih mendominasi, maka wilayah sub-DAS Cikapundung Kota Bandung berpotensi banjir. 

Kabar buruknya, tingkat bahaya banjir di sub-DAS Cikapundung Kota Bandung tahun 2030 tergolong sangat tinggi dengan luas sebesar 4,323 hektare atau sekitar 42 persen dari total luas wilayah.

“Wilayah dengan tingkat bahaya tinggi berupa lahan terbangun dengan kemiringan lereng dan ketinggian yang rendah,” tulis Nalumi dkk.

Usulan Pembebasan Lahan untuk Ruang Terbuka Hijau

Ketua Komisi C DPRD Kota Bandung Yudi Cahyadi yang menghadiri Peresmian Kolam Retensi RW 12 Dian Permai mengakui Kota Bandung menghadapi masalah tata ruang. Saat ini tutupan lahan di Kota Bandung sudah lebih dari 80 persen. Artinya lahan yang tersisa harus dioptimalkan.

Yudi menyatakan, Kota Bandung kekurangan ruang untuk bisa menghadirkan pembangunan infrastruktur penyerapan air, parkir air, seperti kolam retensi ini. Ia berharap Pemkot Bandung memanfaatkan aset-asetnya sebagai daerah konservasi, bila perlu melakukan pembebasan-pembebasan lahan.

“Saya juga sering menyampaikan kepada Pak Kadis, kalau perlu pembebasan kita lakukan pembebasan, karena kalau kita menunggu untuk pembebasan lahan akan semakin mahal. Maka pembebasan lahan merupakan bagian kita untuk investasi untuk pembangunan keseimbangan ekosistem lingkungan hidup kita ke depan,” ujar Yudi, dikutip dari laman resmi DPRD Kota Bandung

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//