Jejak Berserak Nazi Jerman di Bandung
Walther Hewel, orang Jerman bekas penjual kopi di Bandung, memberi informasi kepada Hitler. Jalan Naripan menjadi tempat permukiman orang Jerman di Bandung.
Alda Agustine Budiono
Pemerhati Sejarah dan Pengajar Bahasa Inggris
28 September 2023
BandungBergerak.id - Pada tahun 2011, Henry Mulyana memutuskan untuk membuka sebuah cafe dengan tema yang tidak biasa. The Soldatenkaffe atau Cafe Tentara. Kafe ini memajang atribut-atribut Perang Dunia II terutama yang berkaitan dengan Nazi. Pengunjung bisa makan sambil melihat memorabilia seperti masker gas dan pakaian tentara Jerman.
Dinding The Soldatenkaffe dihias bendera Nazi dengan lambang swastika yang terkenal. Sayangnya, cafe ini kurang menarik perhatian urang Bandung, karena tidak banyak yang familiar akan sejarah Perang Dunia II khususnya peristiwa pembantaian warga Yahudi (the Holocaust).
Di luar negeri, keberadaan The Soldatenkaffe di Bandung memicu amarah komunitas Yahudi internasional. Rabbi Abraham Cooper, seorang pegiat HAM Yahudi berbasis di Los Angeles, Amerika Serikat, mengirimkan email kepada AFP:
“Saat ini The Simon Wiesenthal Center mengontak diplomat tinggi di Indonesia dan menyatakan kemarahan dan kemuakan atas nama 400 ribu anggota dan korban Holocaust Nazi," tulis Cooper.
Saat ini cafe kontroversial tersebut sudah ditutup. Namun jejak-jejak Nazi di Indonesia, khususnya di Bandung, masih tersisa dan beberapa di antaranya masih bisa dilihat. Menurut Kodar Solihat, pengamat sejarah Nazi, dulu Jalan Asia Afrika ke arah timur bernama Jalan Kaca-kaca Wetan. Tempat ini berhubungan dengan keberadaan orang-orang Jerman dan Nazi di Kota Kembang. Bendera Swastika dikibarkan pertama kali pada tahun 1933 di salah satu ruas Jalan Asia Afrika, tepatnya di halaman gedung Deutscher Club, gedung perkumpulan orang-orang Jerman.
Dulu, orang-orang Jerman bermukim di sepanjang Jalan Naripan. Bahkan, salah satu rumah di jalan ini pernah dijadikan kring huis atau rumah kontak Nazi pada tahun 1940. Dari rumah inilah orang-orang Jerman di Bandung bisa mendapat kabar tentang perkembangan yang terjadi di negerinya, juga perintah-perintah Hitler. Sayangnya, rumah ini sekarang tidak ada akibat dirusak seiring gagalnya kudeta orang-orang Jerman terhadap Belanda.
Menariknya, orang-orang Jerman atau keturunannya yang ada di Bandung pada masa itu, tidak bersikap anti-Yahudi. Mereka diinstruksikan untuk menghindari urusan politik dengan negara lain. Mereka pun harus bersatu serta menunjukkan bahwa mereka adalah anggota Nazi.
Di kota Bandung, cabang partai besutan Adolf Hitler ini berdiri pada tahun 1935 atas inisiatif Walther Hewel. Antara tahun 1933 -1936, salah satu pengikut setia Hitler ini sudah terbiasa menghadapi berbagai karakter orang Eropa saat berjualan kopi di Bandung. Berkat kepiawaiannya sebagai administratur Perusahaan Perkebunan Anglo-Dutch Plantation di Subang, pada tahun 1936 dia dipanggil pulang ke negaranya lalu ditugaskan di Kementerian Luar Negeri Jerman.
Selama tinggal di Jawa Barat, Hewel menjalin hubungan bisnis dengan pengusaha Inggris untuk mengelola perkebunan teh Malabar di selatan Bandung. Dia juga yang memberi informasi pada Hitler tentang potensi kekayaan yang ada di wilayah Nusantara. Berdasarkan hal ini, der Fuhrer memutuskan untuk mengirim kapal selam U-Boat ke perairan Laut Jawa untuk membantu sekutunya, Jepang. Dengan pangkalan di Batavia (Jakarta) dan Surabaya, armada ini terdiri dari lebih dari 60 kapal selam.
Pada Kamis, 11 Desember 2014, Mayor Laut (P) Yudo Ponco Ari, Komandan Datasemen Tiga Satuan Kopaska Armatim Surabaya, mengumumkan bahwa telah ditemukan bangkai kapal selam U-Boat di kedalaman 25 meter dari Laut Jawa oleh sepuluh penyelam TNI Angkatan Laut. Dikatakannya bahwa bangkai kapal selam sudah dalam keadaan tidak utuh; hanya bagian torpedo sampai conning tower yang tersisa. Terdapat juga lubang-lubag bekas torpedo yang ditembakkan tentara Sekutu.
Baca Juga: Kamp Interniran Jepang di Bandung, Bagian Sejarah yang Terlupakan
Anti-Woeker Vereeniging dan Perang Melawan Lintah Darat di Masa Kolonial Belanda
Mooi Bandoeng, Majalah Wisata Bandung Tempo Dulu
Tentara Jerman Membantu Republik
Tidak banyak yang tahu bahwa tentara Jerman juga berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Banyak di antaranya yang terjun ke medan perang bersama tentara republik. Kadet Sayidiman Suryohadiprojo mengingat seorang lelaki berkulit putih yang menjadi pelatih jasmani. Dia adalah Herr Hupfer yang dikenal sangat disiplin dan ulet. Dia berhasil membuat para kadet Indonesia menguasai gerakan-gerakan senam yang tadinya hanya bisa dilakukan oleh orang-orang Belanda. Di Sarangan, seorang seorang eks markonis Jerman yang ahli mengirimkan kode Morse dalam kecepatan tinggi, membagi pengetahuannya kepada para kadet Akademi Militer Yogyakarta.
Seorang ahli sejarah Jerman, Herwig Zahorka, menyebutkan bahwa setelah Perang Dunia II berakhir, paling tidak ada dua prajurit Kriegsmarine (Angkatan Laut Jerman) dari kapal selam U-219 yang bergabung dengan gerilyawan Indonesia untuk memerangi Belanda. Mereka adalah Warner dan Losche. Keduanya, serta seorang tentara Jerman yang tidak diketahui namanya, ditugaskan melatih sebuah kesatuan tentara Indonesia di perkebunan kopi di Ambarawa, Jawa Tengah). Losche bahkan gugur saat sedang melatih gerilyawan republik membuat semacam pelontar api.
Karena itu tidak heran bila terdapat permakaman orang Jerman di Tanah Air, salah satunya adalah Arca Domas, terletak di ketinggian 1.000 meter dekat Bogor, tepatnya di Desa Cikopo, 70 km selatan Jakarta. Pada awal abad ke-20 daerah tersebut merupakan bagian dari suatu perkebunan teh yang besar milik dua bersaudara asal Jerman Emil dan Theodor Helfferich (kakak tertua mereka Karl Helfferich pada masa Perang Dunia I menjabat sebagai Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Wakil Kanselir Jerman).
Pada tahun 1926 mereka membeli tanah seluas 900 hektare di Sukaresmi, lalu membuat perkebunan teh serta mendirikan tugu peringatan untuk mengenang Skuadron Kekaisaran Jerman di Asia Timur. Monumen tersebut masih ada dan merupakan bagian dari makam. Setiap tahun pada peringatan Hari Berkabung Nasional, Duta Besar dan Atase Militer Jerman meletakkan karangan bunga untuk menghormati para korban perang dan korban kekerasan. Setelah itu diadakan acara kebaktian oikumene/misa arwah berbahasa Jerman oleh Komunitas Katolik dan Protestan.
Holocaust yang dilakukan Hitler memang menjadi catatan kelam dalam sejarah Perang Dunia II. Namun ini tidak berarti bahwa semua orang Jerman jahat seperti pimpinan Nazi itu. Bahkan banyak tentara Jerman yang berperan besar dalam membantu Indonesia meraih kemerdekaan. Jasa mereka akan selalu dikenang.
*Simak tulisan-tulisan lainnya dari Alda Agustine Budiono atau artikel-artikel lain tentang zaman kolonial