• Kolom
  • RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (27): Asia-Afrika, Merdeka, dan Dwiwarna

RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (27): Asia-Afrika, Merdeka, dan Dwiwarna

Banyak perubahan nama yang terjadi pada Jalan Asia Afrika dan bangunan di sekitarnya. Concordia menjadi Gedung Merdeka, Pensioenfondsen menjadi Dwiwarna.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Pensioenfondsen menjadi Gedung Dwi Warna, Bandung, Sabtu (25/6/2022). Sukarno meresmikan Gedung Dana Pensiun menjadi Gedung Dwi Warna terkait persiapan Konferensi Asia Afrika 1955. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

11 Juli 2022


BandungBergerak.id - Salah satu jalan di Kota Bandung yang termasuk kerap berganti nama adalah Jalan Asia-Afrika. Paling tidak, antara tahun 1921 hingga 1955, sebagaimana yang saya lihat dari peta-peta dan guntingan koran lama, jalan tersebut sempat beberapa kali mengalami perubahan. Bahkan sempat ada pula nama-nama jalan pendek di antara yang panjang merentang itu.

Semula tentu saja Groote Postweg (jalan raya pos) yang digagas oleh Gubernur Jenderal H.W. Daendels sejak 1808. Namun, dalam perkembangannya, seperti yang masih dapat kita saksikan pada Kaart van de gemeente Bandoeng (1921, KK 161-05-01/07), di jalan yang sekarang merentang dari Jalan Sudirman hingga Cicaheum itu, ada ruas-ruas jalan kecil seperti Katja-katja Koelon, Kanoman, dan Katja-katja Wetan.

Selengkapnya dari arah barat hingga Waringin-weg masih disebut sebagai Groote Postweg. Kemudian antara Waringin-weg dan Gardoedjati-weg ada jalan pendek Katja-katja Koelon. Selanjutnya dari Gardoedjati-weg hingga Pasarbaroe-weg adalah Kanoman. Dari Kanoman hingga Tamblong-weg jalannya kembali menjadi Groote Postweg. Lalu dari Tamblong-weg hingga Oost Einde atau Parapatan Lima disebut Katja-katja Wetan. Akhirnya dari Katja-katja Wetan hingga Cicaheum nama jalannya Groote Postweg lagi.

Pada tahun 1930-an, jalan panjang itu berubah nama lagi menjadi Groote Postweg-West (jalan raya pos barat) dan Groote Postweg Oost (jalan raya pos timur) yang bermula dari Parapatan Lima hingga Cicaheum. Sedangkan Katja-katja Wetan diganti namanya menjadi Nieuwe Binnenweg. Selanjutnya, pada masa pendudukan Jepang yang terbilang singkat, sejak April hingga Agustus 1945, Groote Postweg diganti namanya menjadi Higasi Yamato Doori.

Setelah Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda, pada tahun 1950, Groote Postweg-West diganti menjadi Djalan Raya Barat, Groote Postweg Oost menjadi Djalan Raya Timur, dan Nieuwe Binnenweg menjadi Djalan Katja-katja Wetan (Perubahan nama djalan-djalan di Bandung, 1950). Dalam peta yang disajikan dalam Petundjuk Kota Besar Bandung (1951), Djalan Raya Barat itu terentang dari Djalan Garuda hingga Djalan Tamblong, sementara Djalan Raya Timur dimulai dari Djalan Tamblong dan berakhir di Cicaheum.

Societeit Concordia yang oleh Presiden Sukarno diusulkan untuk diganti menjadi Gedung Merdeka pada 7 April 1955. (Sumber: KITLV 1400268)
Societeit Concordia yang oleh Presiden Sukarno diusulkan untuk diganti menjadi Gedung Merdeka pada 7 April 1955. (Sumber: KITLV 1400268)

Persiapan Konferensi Asia-Afrika

Pada hari Kamis, 7 April 1955, dalam kerangka meninjau tahap akhir persiapan penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika, Presiden Sukarno berkunjung ke Bandung. Ruangan di Sociëteit Concordia untuk sesi panel sudah hampir lengkap. Hotel-hotel besar telah dipersiapkan untuk menerima kunjungan wakil dari 29 bangsa Asia-Afrika. Di Gedung Pensioenfondsen, ruangan kecil dan besar untuk konferensi juga sudah dilengkapi. Pokoknya pada kunjungan tersebut, presiden melihat Bandung telah mengalami metamorfosis selama dua bulan terakhir, sesuatu yang tidak terbayangkan bila berkunjung pada bulan Februari 1955.

Dalam kunjungan tersebut, Sukarno ditemani Menteri Luar Negeri Mr. Sunarjo dan Menteri Informasi Dr. Lumbang Tobing. Menurut rencana, Presiden Sukarno akan membuka Konferensi Asia-Afrika pada 18 April 1955 dengan pidato pembukaan dalam bahasa Inggris selama 40 menit. Malamnya, presiden akan mengadakan jamuan resmi bagi para peserta di kediaman Gubernur Jawa Barat Sanusi Hardjadinata.

Sukarno kemudian pergi ke Djalan Raya Timur, ke gedung konferensi, Hotel Homann dan Hotel Preanger. Saat berkunjung ke gedung Sociëteit Concordia, ia menyatakan bahwa ke depannya lebih baik nama Djalan Raya Timur diganti Djalan Asia-Afrika, sedangkan Concordia lebih baik diberi nama baru Gedung Merdeka. Saat itu, gedung klub itu hampir seluruhnya direnovasi. Pengerjaannya dilakukan tanpa henti. Orang-orang bergantian mengerjakannya dari pukul enam pagi hingga pukul sepuluh malam. Bahkan akhirnya hingga tengah malam.

Itulah riwayat asal-usul di balik perubahan nama Djalan Raya Timur menjadi Djalan Asia-Afrika dan Gedung Societeit Concordia menjadi Gedung Merdeka. Warta kunjungan Presiden Sukarno di atas saya simak dari pemberitaan koran Java-bode edisi 9 April 1955 dan De Nieuwsgier juga edisi 9 April 1955.

Baca Juga: RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (24): Setyabudhi, Lembong, Petunjuk Kota Bandung
RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (25): Kompleks Dangdeur dan Kompleks Cipaganti
RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (26): Kompleks Cikaso Baru

Jalan Kaca-kaca Wetan yang bermula dari Tamblong-weg hingga Oost Einde atau Parapatan Lima. (Sumber: Kaart van de gemeente Bandoeng (KK 161-05-01/07, 1921))
Jalan Kaca-kaca Wetan yang bermula dari Tamblong-weg hingga Oost Einde atau Parapatan Lima. (Sumber: Kaart van de gemeente Bandoeng (KK 161-05-01/07, 1921))

Dewan Kota Rapat Mendadak

Lalu bagaimana pihak pemerintahan Kota Bandung menyikapi gagasan yang disampaikan Presiden Sukarno? Dalam Java-bode edisi 16 April 1955 ada jawabannya. Rupanya dewan Kota Bandung menanggapinya dengan mengadakan rapat mendadak.

Dewan Kota Bandung yang bertemu di balai kota (“het gemeentehuis van Bandung”) mendiskusikan perubahan-perubahan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika (“de A.A-conferentie”). Ketua Dewan Kota Bandung E.Z. Muttaqien yang membuka rapatnya. Ia menyatakan dukungannya atas penyelenggaraan konferensi dan menegaskan bahwa perhelatan itu dapat memberikan signifikansi internasional bagi Kota Bandung.

Dalam rapat, para peserta umumnya menerima secara aklamasi usulan dari Presiden Sukarno, terkait perubahan Concordia menjadi Gedung Merdeka, Pensioenfondsen menjadi Dwiwarna, mengubah sebagian Djalan Raya Timur antara perempatan Pasarbaru dan perempatan lima (Katja-katja Wetan) menjadi Djalan Asia-Afrika.

Selain itu, dewan memutuskan akan membuat medali peringatan untuk Konferensi Asia-Afrika, yang akan diberikan kepada masing-masing peserta konferensi sebagai tanda mata dari pemerintahan Kota Bandung. Akhirnya, dewan juga memutuskan untuk memberi nama baru bagi jalan di depan Masjid Agung Bandung (Alun-alun Barat) menjadi Djalan Mesdjid Agung.

Alhasil, setelah diselenggarakannya Konferensi Asia-Afrika, nama-nama jalan yang zaman Belanda umumnya diberi nama Groote Postweg itu berganti lagi ke nama-nama baru. Djalan Raya Barat diganti menjadi Jalan Jenderal Sudirman (dari Jalan Oto Iskandar di Nata ke sebelah barat, hingga Jalan Laksamana Muda Nurtanio), Jalan Asia-Afrika yang berawal dari Jalan Oto Iskandar di Nata hingga perempatan lima (Jalan Asia-Afrika, Jalan Sunda, Jalan Karapitan, Jalan Jenderal Ahmad Yani, dan Jalan Jenderal Gatot Subroto), dan Djalan Raya Timur menjadi Jalan Jenderal Ahmad Yani hingga Cicaheum. 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//