RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (20): Kompleks Gubernur Jenderal
Nama-nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda seperti Herman Willem Daendels sempat disematkan pada sejumlah jalan di Bandung. Tahun 1950, nama-nama tersebut lenyap.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
9 Mei 2022
BandungBergerak.id - “Agar perumahan dan jalan-jalan di bagian kota itu rapi, kami hendak mengusulkan bahwa nama-nama jalan baru seharusnya memakai nama seniman dan tokoh-tokoh terkemuka, dan lain-lain, seperti Idenburg-straat, van Limburg Stirum-straat, Koningsberger-straat, dan lain-lain,” kata seorang pembaca koran AID de Preanger-bode (6 Maret 1918).
Latar dari lahirnya pernyataan tersebut adalah di Kota Bandung sedang digembar-gemborkan perancangan dan pembangunan kompleks-kompleks perumahan baru, termasuk jalan, sehingga memerlukan nama-nama baru. Karena sebelum pernyataan tersebut, si pembaca antara lain menyentil ihwal “bebouwingsplan IA” atau rencana pembangunan IA yang sudah dirumuskan sejak tahun 1917 dan meliputi daerah di sekitar Kebon Jambu atau sekarang berada di sekitar Jalan Kamuning, Jalan Anggrek, Jalan Pudak, Jalan Gandapura, dan lain-lain.
Dua tokoh terkemuka yang disebut-sebut pembaca AID itu adalah nama dua gubernur jenderal Hindia Belanda: Alexander Willem Frederik Idenburg yang memerintah antara 1909-1916 dan Johan Paul van Limburg Stirum yang memerintah antara 1916-1921. Dengan kata lain, satu mantan gubernur jenderal dan satu lagi yang masih menjabat.
Apakah usulan pembaca koran AID itu mewujud? Bila memperhatikan Bandoeng Guide Map yang diterbitkan oleh AFNEI Headquarters Survey Department tahun 1946 berdasarkan rencana tata kota tahun 1933-1937, peta tahun 1930-1931 dan foto udara yang diambil pada Desember 1945, di sekitar Cikudapateuh ada nama-nama jalan yang menggunakan gubernur jenderal Hindia Belanda baik dari masa VOC maupun pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Di sana ada Both-straat, Reaal-straat, Coen-straat, Carpentier-straat, Van Diemen-straat, Speelman-weg,Van Riebek-weg, Camhuis-weg, Jacob Mossel-weg, Daendels-weg,Van der Wijck-weg, Rooseboom-weg, van Heutsz-weg, Idenburg-weg, Van Limburg Stirum-plein, dan De Graeff-weg. Nama-nama tersebut mengacu kepada Pieter Both yang memerintah antara 1610-1614, Laurens Reael (1615-1619), Jan Pieterszoon Coen (1619-1623, 1627-1629), Pieter de Carpentier (1623-1627), Anthony van Diemen (1636-1645), Cornelis Speelman (1681-1684), Johannes Camphuys (1684-1691), Abraham van Riebeeck (1709-1713), Jacob Mossel (1750-1761). Semuanya dari masa Kongsi Dagang Hindia Timur berkuasa.
Sementara yang namanya diambil dari nama gubernur jenderal masa pemerintahan kolonial adalah Herman Willem Daendels (1808-1811), Carel Herman Aart van der Wijck (1893-1899), Willem Rooseboom (1899-1904), Johannes Benedictus van Heutsz (1904-1909), Alexander Willem Frederik Idenburg (1909-1916), Johan Paul van Limburg Stirum (1916-1921), dan Andries Cornelis Dirk de Graeff (1926-1931). Ditambah dengan adanya nama jalan yang diambil dari khazanah radio yaitu Radio-straat, Antenne-straat, Poulsen-straat, Marconi-straat dan Marconi-plein.
Lalu, apa yang menjadi latar belakang penggunaan sekian tokoh penting Hindia Belanda itu? Sejak kapan nama-nama gubernur jenderal mulai digunakan?
Baca Juga: RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (17): Kompleks Babatan
RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (18): Kompleks Ikan Asin di Andir
RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (19): Jalan Pangeran Sumedang
Plan XI
Untuk jawaban pertama, kita dapat menelusurinya dari Prospectus voor de Uitgifte van Gronden terbitan 1923 dan 1931, dua buku rencana pembangunan Kota Bandung. Dari dua sumber pustaka itu, kita jadi tahu ada Plan XI yang antara lain dibatasi Groote Postweg, Daendels-weg, van der Wijck-weg, Kebonwaroe Noord, Kebonwaroe Zuid, Kebonwaroe Midden, Kebonwaroe-plein, Papandajan-laan, Verl. Galoenggoeng-laan, dan Windoe-straat.
Bila dibaca lebih lanjut, Plan XI yang berada di selatan Grooten Postweg (Jalan Ahmad Yani) dan arah jalan menuju Sumedang didesain sebagai kawasan industri (industriewijk) di Bandung. Alasannya karena berdekatan dengan rel kereta api, tidak seperti Bandoengsche Kininefabriek yang agak jauh dari rel, ditambah dengan adanya akses Jalan Raya Pos menuju Sumedang, yang lebar.
Demi terwujudunya rencana tersebut, pihak pemerintah Kota Bandung memasang harga yang terbilang sangat rendah untuk tanah-tanah di sekitarnya, yakni 2,75 gulden per meter persegi untuk pendirian pabrik dan 3,25 gulden untuk bangunan di sepanjang jalan.
Hingga 1931, di sekitarnya sudah ada gedung Ceramisch laboratorium met textielafdeeling (laboratorium keramik dan bidang tekstil), Opvoedingsgesticht voor jongens (insitut pendidikan untuk anak-anak muda), Magazijn en de werkplaatsen der Gemeente (gudang dan bengkel pemerintah kota), Magazijn van het GEBEO (gudang perusahaan listrik kota), Magazijn der Post- en Zegelwaarden (gudang pos dan perangko), Gasfabriek (pabrik gas), Constructiewerkplaats (bengkel konstruksi), Magazijnen der Staatsspoorwegen (gudang jawatan kereta api), Aardewerkfabriek (pabrik gerabah), dan lain-lain.
Bila dikaitkan dengan arah pembangunan Kota Bandung, daerah yang sekarang termasuk Cikudapateuh dan Kiaracondong itu diarahkan menjadi pengganti Centrum Industriewijk di sekitar Stasiun Ciroyom (AID, 17 Agustus 1920). Maksudnya, seperti yang diusulkan Bandoenger, agar tidak menganggu tata kota, pusat industri harus dipindahkan ke lokasi yang berada di antara rel kereta api dengan Jalan Raya Pos menuju Sumedang (AID, 21 November 1920).
Sebelumnya, di daerah sekitar Stasiun Ciroyom yang disebut juga “Bandoeng’s industrie-wijk” (daerah industri Bandung) sudah ada kompleks perusahaan antara lain bengkel N.V. Technisch Bureau Soenda, De Nederlandsch-Indische Caoutchouc Fabriek, pabrik oksigen N.V. Don’s Zuurstof-fabriek, dan pabrik minyak mentega De Nederlanden (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26 Juni 1923).
Itu sebabnya, dalam peta-peta lama Bandung kita dapat melihat adanya perumahan-perumahan yang dimaksudkan untuk pemukiman para pegawai di sekitar Cikudapateuh dan Kiaracondong. Di dekat Sportterrein SIDOLIG atau lapangan olah raga SIDOLIG dengan dilingkungi Marconi-straat, Marconi-plein, De Groot-straat, Telefunken-straat ada kompleks perumahan untuk para pegawai jawatan radio (Radiodienstwoningen). Sementara di sekitar Carpentier-straat, Halte Karees, Both-straat, Van Diemen-straat, dan Reaal-straat, meskipun tidak termasuk Plan IX, ada perumahan untuk para pegawai jawatan kereta api yang disebut S.S. Dienstwoningen (Map of Bandoeng, 1927/ KK 161-05-09).
Bila menyimak berita-berita lama, pembangunan S.S. Dienstwoningen sebagian selesai sejak 1913 dan berlanjut hingga 1918. Dalam de Expres (2 Desember 1913) ada tulisan tanggapan atas isu rendahnya antusiasme di kalangan pegawai kereta api untuk pindah ke rumah baru di Cikudapateuh. Hingga November 1917, pemerintah Kota Bandung mengeluarkan 10 persil di Jalan Riau dekat Jalan Raya Pos untuk dibangun, lalu ada pembangunan perumahan di Lembangweg, Karees, Oost Einde, dan lain-lain (AID, 22 November 1917). Di antara pembangunan di Karees ditujukan untuk perumahan pegawai jawatan kereta api (S.S.-woningen op Karees) (AID, 21 Maret 1918).
Antara Tahun 1920-1928
Untuk menjawab pertanyaan kedua, kita dapat menelusurinya dari pemberitaan koran-koran lama. Dalam AID edisi 12 Juli 1920 ada agenda pertemuan dewan Kota Bandung (Gemeenteraad van Bandoeng) pada 14 Juli 1920. Menurut rencananya, butir ke-15 yang akan dibahas dalam rapat adalah pemberian nama jalan di lingkungan perumahan pegawai jawatan kereta api di Cikudapateuh (“Punt 15. Voorstel tot het geven van namen aan straten in de S.S.-wijk te Tjikoedapateuh”).
Sesuai kesepakatan dengan komite keuangan, jalan-jalan baru itu disarankan untuk diberi nama (Pieter) Both-straat, (Jan Pieters-zoon) Coen-straat, (Laurens) Reaal-straat, (Antonie) van Diemen-straat, dan (Pieter) Carpentier-straat. Sehari berikutnya seusai dewan kota mengadakan sidang, koran AID edisi 15 Juli 1920 melaporkan bahwa semua usulan nama jalan baru tersebut diterima.
Dengan demikian, saya kira penggunaan nama-nama gubernur jenderal Hindia Belanda di Bandung mulai digunakan sejak dewan Kota Bandung memutuskannya pada 14 Juli 1920. Ini tentu saja mengandung arti seiring dengan selesainya pembangunan kompleks perumahan pegawai jawatan kereta api di Cikudapateuh.
Sementara nama-nama gubernur jenderal yang digunakan di sekitar kompleks perumahan pegawai jawatan radio mulai diusulkan setahun berikutnya, yaitu Februari 1921. Hal ini, misalnya, terungkap dari berita tentang sedang berlangsungnya dan sudah usainya berbagai pembangunan jalan di Bandung. Dalam AID (15 Februari 1921) dikatakan beberapa jalan telah dibangun di kawasan industri yang ada di timur Kota Bandung dan nampaknya akan diberi nama mantan gubernur jenderal, yaitu Rooseboom, Van Heutsz, Idenburg dan Van der Wijck. Ke sebelah baratnya di sekitar Radiopark (perumahan untuk staf jawatan radio), jalan-jalannya akan diberi nama Antenne-straat, Radio-straat, De Groot-straat dan Marconi-plein.
Secara resmi, nama-nama tersebut mulai digunakan sejak April 1921, setelah disahkan oleh dewan Kota Bandung, sebagai mana yang diwartakan AID edisi 30 April 1921. Di situ dikatakan nama-nama jalan baru yang diajukan antara lain Antenne-straat, Daendels-weg, De Groot-straat, Van Heutsz-weg, Idenburg-weg, Van Limburg Stirum-plein, Marconi-plein, Marconi-straat, Radio-straat, Telefunken-straat, dan Van der Wijck-weg.
Kemudian, karena dalam Plan XI juga menyertakan Kebonwaroe Noord, Kebonwaroe Zuid, Kebonwaroe Midden, dan Kebonwaroe-plein, ada baiknya juga menambah keterangan waktu mulai digunakan namanya. Dalam hal ini, saya mendapatkan keterangannya dari rencana sidang dewan Kota Bandung pada 25 April 1928 (De Koerier, 20 April 1928).
Butir ketiga yang menjadi agenda pembahasan rapat anggota dewan kota itu adalah ihwal usulan perubahan nama jalan Kebonwaroe Kaler, Kebonwaroe Kidoel dan Kebonwaroe Tengah menjadi Kebonwaroe Noord, Kebonwaroe Zuid dan Kebonwaroe Midden (“Voorstel om de straatnamen Kebon Waroe Kaler, Kebon Waroe Kidoel en Kebon Waroe Tengah te veranderen in Kebon Waroe Noord, idem Zuid en Midden”).
Dengan demikian, dapat dikatakan penamaan jalan pada kompleks yang menggunakan nama-nama gubernur jenderal Hindia Belanda paling tidak dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama terjadi pada 1920, seiring dengan selesainya pembangunan kompleks perumahan untuk pegawai jawatan kereta api dan tahap kedua terjadi pada 1921 setelah kompleks perumahan pegawai jawatan radio selesai dibangun. Ditambah perubahan nama Jalan Kebonwaru yang semula bernuansa Sunda menjadi Belanda pada 1928.
Namun, pada tahun 1950, semua nama gubernur jenderal itu lenyap dan umumnya diganti dengan nama bebungaan berbahasa Sunda serta nama daerah di wilayah Jawa Barat, saat itu. Tetapi ada juga yang berganti menjadi nama gunung dan nama pulau.
Sebagaimana yang saya baca dari Perubahan Nama Djalan-djalan di Bandung (1950), Both-straat menjadi Djalan Tarate, Reaal-straat (Djalan Samodja), Coens-traat (Djalan Malabar), Carpentier-straat (Djalan Kembang Dajang), Van Diemen-straat (Djalan Kembang Sapatu), Speelman-weg (Djalan Tjenteh),Van Riebek-weg (Djalan Patjar), Camhuis-weg (Djalan Kembang Tandjung), dan Jacob Mossel-weg (Djalan Bogor).
Selanjutnya Daendels-weg berubah menjadi Djalan Djakarta,Van der Wijck-weg (Djalan Banten), Rooseboom-weg (Djalan Riau), van Heutsz-weg (Djalan Serang), Idenburg-weg (Djalan Sukabumi), Van Limburg Stirum-plein (Lapangan Bengawan), dan De Graeff-weg (Djalan Lebak). Sementara jalan-jalan yang berkaitan dengan radio berubah dari Poulsen-straat menjadi Djalan Tjiandur, Marconi-straat (Djalan Tjirebon), Marconi-plein (Lapangan Tjirebon), Antenne-straat (Djalan Tasikmalaja), dan Radio-straat (Djalan Sumedang).