• Kolom
  • RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (17): Kompleks Babatan

RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (17): Kompleks Babatan

Kebakaran Kampung Babatan menghanguskan 200-an rumah. Pascakebakaran lahir jalan-jalan baru di sekitar kampung yang berlokasi di belakang Pasar Baru itu.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Jalan Durman, Kota Bandung, Senin (27/3/2022). Wilayah Babatan ini pada 11 Oktober 1927 pernah dilanda kebakaran besar. (Foto: Prima Mulia/ BandungBergerak.id)

4 April 2022


BandungBergerak.idPada 11 Oktober 1927 terjadi kebakaran besar sekitar Kampung Babatan. Menurut laporan Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie (11 dan 12 Oktober 1927) dan De Koerier (11 dan 12 Oktober 1927), sekitar pukul 10.00 pagi hari sekitar 200 rumah di Kampung Babatan, belakang Pasar Baru Bandung, terbakar.

Tidak lama kemudian pemadam kebakaran yang dilengkapi dua semprotan dan polisi datang ke lokasi. Namun, sayangnya tidak mudah, karena kekurangan air. Ditambah rumah-rumah berdinding bambu itu cepat terbakar karena angin berhembus kencang. Dengan bantuan penduduk, rumah-rumah tersebut diruntuhkan. Kemudian atas permintaan Residen Priangan Van Gessier Verschuir, pasukan KNIL ikut terlibat. Ketika api mulai mereda, hujan turun, dan sekitar pukul 12.00 bahaya kebakaran sudah terlewati.

Menurut laporan polisi, api berasal dari pondok Matahir, seorang kuli di Jawatan Kereta Api yang sedang bekerja. Sejak pagi masih gelap dia terserang semacam kutu, hingga menyalakan lampu untuk menemukannya. Lampu itu katanya sudah dimatikan saat dia pergi bekerja dan pondoknya dikunci. Tetapi ternyata lampu minyak tersebut tidak mati, sehingga akhirnya menyebabkan kebakaran yang memakan sekitar 200 rumah.

Polisi juga melaporkan selama kebakaran berlangsung ada kejadian pencurian atas barang-barang yang bila dijumlahkan seluruhnya sekitar 74 gulden. Kebakaran itu juga menerjang lahan milik seorang haji kaya yang menyewakan lahannya kepada para penjaja pribumi, dengan jumlah sekitar 160 buah.

Pada waktu yang bersamaan, para pejabat di lingkungan Keresidenan Priangan dan Gemeente Bandung sedang menyaksikan pendaratan merpati pos (postduif). Karena menurut pengumuman pada 10 Oktober 1927, merpati pos akan diterbangkan dari Cililitan ke Andir. Sekitar pukul 08.30, inspektur artileri dari markas pusat KNIL, staf penyelidik, residen Priangan dan wali kota Bandung hadir di Andir. Konon merpati itu akan mendarat antara pukul 11.30 hingga 12.00. Saat itu api sudah menjalar ke sekitar Kampung Babatan. Dengan demikian, wali kota Bandung langsung menuju ke lokasi kebakaran (De Koerier, 11 Oktober 1927).

Atas terjadinya peristiwa nahas tersebut, pada malam tanggal 12 Oktober 1927 diadakan rapat untuk menyusun kepanitiaan dalam rangka penggalangan dana bantuan untuk korban kebakaran (Steuncomité Brandslachtoffers). Panitia utamanaya terdiri atas Raden Demang Wiradi Atmadja (patih Bandung sebagai ketua), E.L.J. Tydeman (asisten residen Bandung, wakil ketua), Darna Koesoema, (sekretaris pertama), Abdul Hamid (sekretaris kedua), Said Wiratma (Direktur Mij Pasoendan, bendahara), dan komisarisnya Raden Roesdi (penghulu besar Bandung), Raden Martaatmadja (wedana kota), Wignja (swasta), Oey Seng Goan (wijkmeester atau kepala kampung Tionghoa untuk Bandung Timur), dan Goey Tjin Ho (wijkmeester Bandung Barat). Konon korban yang menderita di Babatan sebanyak 600 orang (De Koerier, 13 Oktober 1927).

Pemadam kebakaran berusaha memadamkan api yang melalap sekitar 200 rumah di Kampung Babatan. (Sumber: Sin Po, Wekelijksche-editie, 22 Oktober 1927)
Pemadam kebakaran berusaha memadamkan api yang melalap sekitar 200 rumah di Kampung Babatan. (Sumber: Sin Po, Wekelijksche-editie, 22 Oktober 1927)

Plan Babatan

Buntut kebakaran di Kampung Babatan adalah upaya pembangunan kembali kompleks perumahannya, pembangunan jalan di sekitarnya, serta perluasan pembangunan kompleks perumahan. Dengan demikian, termasuk lahirnya nama-nama jalan baru di sekitar Kampung Babatan.

Rencana pembangunan kembali Kampung Babatan disebut sebagai Plan Babatan dan mulai mengemuka pada tahun 1928. Ini antara lain terbaca dalam pengumuman yang disampaikan Wali Kota Bandung B. Coops pada 2 Juli 1928. Ia menyatakan bahwa wali kota dan wethouder (pembantu wali kota) Bandung mengumumkan akan membangun garis sempadan baru di sekitar Jalan Entje Adjis dan Gang Kartabrata yang termasuk Plan Babatan (De Koerier, 3 Juli 1928).

Ihwal sempadan tersebut kemudian dibahas dalam rapat dewan Kota Bandung pada 25 Juli 1928, sekaligus memberi nama pada jalan-jalan sekitar projek baru seiring dengan diwujudkannya Plan Babatan (De Koerier, 24 Juli 1928).

Setahun kemudian, sudah dikatakan mengenai “Stadsontwikkeling in Bandoeng. Uitbreidingsplannen” atau pengembangan wilayah perkotaan di Bandung atau rencana perluasan kota. Maksudnya adalah selama kuartal kedua tahun 1929, rancangan dan anggaran untuk 35 rumah, 8 toko, dan 2 warung pada Plan Babatan sudah dipersiapkan. Langkahnya dimulai dengan menggambar denah rinci pembangunannya (Bataviaasch Nieuwsblad, 1 Agustus 1929).

Kebakaran besar di Kampung Babatan pada 11 Oktober 1927. (Sumber: Sin Po, Wekelijksche-editie, 22 Oktober 1927)
Kebakaran besar di Kampung Babatan pada 11 Oktober 1927. (Sumber: Sin Po, Wekelijksche-editie, 22 Oktober 1927)

Berdasarkan rapat dewan Kota Bandung, untuk anggaran tahun 1930 sudah ada proposal pembangunan Plan Babatan, dengan anggaran sebesar 70.702 gulden untuk membangun 35 rumah, 8 toko, dan 2 warung. Kemudian memberi wewenang kepada dinas pekerjaan umum untuk menyelenggarakan tender, yang di antaranya 8.866 Gulden untuk perumahan; memberi wewenang kepada dinas perumahan kota untuk membuat perbedaan antara harga tanah dan harga yang telah dijanjikan kepada pemilik aslinya; dan memberi wewenang untuk mengeluarkan persil terbangun dengan preferensi untuk pemilik awal tanah di Plan Babatan (De Koerier, 21 September 1929).

Dalam De Preangerbode, 1 April 1931 disebutkan bangunan-bangunan baru dalam Plan Babatan yang didirikan pada 1930 terdiri atas 45 bangunan, serta 17 di antaranya sudah tersewa. Di antara bangunan-bangunan yang sudah jadi itu, yang terbilang sangat laku adalah Roemah Singer (disebut demikian dengan analogi pada sistem beli-sewa mesin jahit), sekaligus menunjukkan bahwa secara umum perumahannya sudah dihuni dan terpelihara.

Menurut berita De Koerier (13 September 1930), harga sewa rumah di Kompleks Babatan yang ada di belakang Pasar Baru dan termasuk pusat kota (“Woningen en tok'os in huur en huurkoop [Nieuwbouw] Complex Babatan [Achter Passar Baroe] in het centrum der stad”) itu antara 12.5 hingga 20 Gulden, sementara harga sewa toko sebesar 42.5 gulden.

Baca Juga: RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (14): Kompleks Cipaganti
RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (15): Indisch Bronbeek Suka Karang dan Sirna
RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (16): Kompleks Wayang di Cicendo

Gang Kartabrata, Kota Bandung, Senin (27/3/2022). Gang ini masuk wilayah Babatan yang pada 11 Oktober 1927 pernah dilanda kebakaran besar. (Foto: Prima Mulia/ BandungBergerak.id)
Gang Kartabrata, Kota Bandung, Senin (27/3/2022). Gang ini masuk wilayah Babatan yang pada 11 Oktober 1927 pernah dilanda kebakaran besar. (Foto: Prima Mulia/ BandungBergerak.id)

Penamaan Jalan

Dari sisi penamaan jalan di sekitar Plan Babatan atau Kompleks Babatan antara lain dapat diikuti dari peta-peta lama Kota Bandung. Dalam peta Bandoeng en Omstreken (1910), di sekitar Babatan baru ada Gardoedjatiweg, Achter Pasarstraat, Kebon Djatiweg di belakangnya, Pasarbaroeweg di timur, sementara nama-nama gang belumlah muncul. Dalam peta Plan of Bandoeng (1924) sudah bertambah dengan Doerman Road dan Entji Adjis Road.

Selanjutnya dalam Kaart van Bandoeng (1926), selain yang sudah disebutkan di sekitar Kompleks Babatan sudah ada Djalan Saritem, Gang Klenteng, Gang Soekamanah, Gang Sim Tjong, Gang Kebontangkil, Gang Kompathosian, Djalan Doelatip, Gang Hadji Jacob, Gang R. Kartabrata, Gang Hadji Pahrodji, Gang Tamin, dan Soembistraat. Pada tahun 1928 sebagaimana yang terlihat dalam peta Gemeente Bandoeng bertambah dengan Babatanweg, meskipun jalannya masih berupa tanda-tanda putus yang barangkali artinya masih dibangun.

Pada Kaart van de gemeente Bandoeng (1930) di sekitarnya sudah bertambah lagi dengan Gang Sekolah dan Tjikakak dan pada Kaart van de Gemeente Bandoeng (1933), tambahannya adalah Gang Lim Siong, Gang Ongtoa Tin, Gang H. Rasid, Gang Siti Basarah, Gang Doerasid, Gang Entoet, dan Gang Oedit. Akhirnya, dari peta Bandoeng (1945), saya melihat adanya tambahan jalan berupa Gang Hadji Basar, Gang H. Sabandi, Gang Harasi, dan Gang Moesrip.

Sekitar tahun 1910, di sekitar Kompleks Babatan baru ada Achter Pasarstraat, Gardoedjatiweg, Kebon Djatiweg, dan Pasarbaroeweg. (Sumber: Peta Bandoeng en Omstreken, 1910)
Sekitar tahun 1910, di sekitar Kompleks Babatan baru ada Achter Pasarstraat, Gardoedjatiweg, Kebon Djatiweg, dan Pasarbaroeweg. (Sumber: Peta Bandoeng en Omstreken, 1910)

Sementara dari guntingan koran antara lain saya mendapatkan fakta paling tidak Gang Tamim sudah dipakai pada Mei 1927 (De Koerier, 27 Mei 1927), Gang Doerman juga paling tidak pada 1927 sebagaimana yang terbaca dari berita tentang Mas Warna yang kehilangan sepeda merek Opel di depan rumahnya di Gang Doerman (De Koerier, 8 Juli 1927). Sedangkan Babatanweg, baru terekam pada tahun 1935 sebagaimana munculnya rencana sebuah perusahaan yang akan memproduksi susu dari kacang kedelai (“Melk uit Sojaboonen”). Perusahaan tersebut akan berlokasi di Babatanweg (De Avondpost, 14 Juli 1935).

Dari rekaman koran pula saya menemukan waktu pasti penamaan beberapa gang di sekitar Kompleks Babatan. Dalam De Koerier edisi 20 September 1932, disebutkan wali kota Bandung dan para pembantunya sudah mengajukan usulan 30 nama jalan baru. Untuk di sekitar Babatan, yang berada di Bandung Selatan, yaitu seberang rel kereta api, nama-nama gang baru yang diajukan adalah Gang Hadji Doerasid, Gang Aldjabri dan Gang Awod.

Demikianlah, setelah kejadian kebakaran tanggal 11 Oktober 1927 itu, perumahan di Kampung Babatan atau Kompleks Babatan dibangun lagi secara bertahap sejak masa perencanaan pada tahun 1928 hingga selesainya sebagian pembangunannya pada 1930. Karena jumlah yang terbakarnya sekitar 200 rumah, artinya pembangunan di Kompleks Babatan terus berlanjut hingga 1932 bahkan lebih dari itu, karena terbukti dengan adanya penamaan gang-gang baru di sekitarnya.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//