• Berita
  • Dari Bandung untuk Korban Tragedi Kanjuruhan, Gas Air Mata tak Sebanding dengan Air Mata Ibu

Dari Bandung untuk Korban Tragedi Kanjuruhan, Gas Air Mata tak Sebanding dengan Air Mata Ibu

Massa solidaritas dan suporter Bandung mendesak pengusutan pelaku Tragedi Kanjuruhan. Penggunaan gas air pada warga sipil mesti dilarang.

Peringatan 1 tahun tragedi Kanjuruhan di Taman Cikapayang, Dago, Bandung, Senin, 2 Oktober 2023. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah3 Oktober 2023


BandungBergerak.id - Menanti keadilan tegak di Indonesia ibarat menunggu Godot. Sudah satu tahun tragedi Kanjuruhan terjadi, namun hingga kini negara tak kunjung serius menuntaskan kasus yang menewaskan 135 nyawa itu. Mereka meninggal setelah panik dan sesak yang disebabkan tembakan gas air mata oleh aparat kepolisian usai menyaksikan tim kesayangan berlaga di rumput hijau.

Mengenang tragedi kemanusiaan di Stadiun Kanjuruhan 1 Oktober 2022 lalu, puluhan masyarakat Kota Bandung dari komunitas pecinta sepak bola dan masyarakat umum, dari kalangan pelajar hingga perempuan, terpanggil bersolidaritas di Taman Dago Cikapayang, Senin, 2 Oktober 2023 malam.

Acara solidaritas diisi dengan memutarkan film “Nisan Tanpa Keadilan” dari Watchdoc, mendoakan ratusan korban Tragedi Kanjuruhan, refleksi tragedi Kanjuruhan, orasi, pembacaan puisi, dan menyanyikan chants.

“Sudah setahun Kanjuruhan, keadilan buat korban belum didapat. Memang perlu untuk menyuarakan Kanjuruhan seperti malam ini di Cikapayang Dago. Teman-teman dari berbagai elemen atau kelompok (menyuarakan) bahwa keadilan belum didapat oleh keluarga korban, salah satunya dengan memutar film Kanjuruhan,” kata Zan (23 tahun), mahasiswa asal Bandung, saat ditemui bandungbergerak.id, Senin, 2 Oktober 2023.

Pemutaran film “Nisan Tanpa Keadilan” yang merekonstruksi ulang tragedi Kanjuruhan sangat penting, lanjut pria yang akrab disapa Ozan. Peristiwa kelam Kanjuruhan merupakan salah satu tragedi terbesar di dunia sepak bola yang tak hanya menjatuhkan korban dewasa namun juga perempuan dan anak-anak.

“Ini perlu kayak terus mengingat ada tragedi besar kematian terbesar kedua di dunia sepak bola. Ini perlu supaya masyarakat ada kekerasan negara penonton sepak bola, di mana di situ ada lansia, ibu-ibu, bahkan anak kecil. Ini suatu hal yang penting untuk menyuarakan Kanjuruhan tadi,” ungkap Ozan.

Sebagai pemangku kebijakan dan otoritas tinggi, Zan mendesak agar pemerintah Republik Indonesia menyelesaikan dan mengusut tuntas kasus ini. Pemerintah atau negara harus menindak tegas pelaku utama Tragedi Kanjuruhan.

“Karena sebagai polisi dia tidak mungkin melakukan tindakan tanpa komando. Jadi ada komando yang dilakukan malam itu, dan negara harus mencari pelakunya,” tambahnya.

Tak hanya itu, polisi sebagai institusi negara yang mengawal suporter di luar dan dalam stadion hendaknya memiliki hati nurani ketika bertugas.

“Jangan sampai terulang lagi, itu kayak di luar pikiran. Harusnya polisi memiliki nurani lebih tinggi, harusnya polisi memiliki urani lebih tinggi, jangan sampai membunuh masyarakat,” kata pelajar asal Kota Bandung, Gika (16 tahun).

Peringatan 1 tahun tragedi Kanjuruhan di Taman Cikapayang, Dago, Bandung, Senin, 2 Oktober 2023. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)
Peringatan 1 tahun tragedi Kanjuruhan di Taman Cikapayang, Dago, Bandung, Senin, 2 Oktober 2023. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)

Gas Air Mata Versus Air Mata Ibu

Film dokumenter “Nisan Tanpa Keadilan” memperlihatkan para orang tua yang kehilangan anak-anaknya. Dari 135 korban meninggal tragedi Kanjuruhan, 43 orang di antaranya anak-anak di bawah umur, dan 44 orang perempuan.

Puluhan ibu dan ayah harus merelakan anak mereka, beradunya tangisan tersebab gas air mata menyebabkan anak dan saudara-saudara mereka harus kehilangan nyawa. Film “Nisan Tanpa Keadilan” memperlihatkan bagaimana seorang ibu membawa spanduk bertuliskan: “Gas Air Mata Versus Air Mata Ibu”

Amnesty Internasional Indonesia dalam siaran pers satu tahun tragedi Kanjuruhan menyatakan, penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian kepada masyarakat sipil terus menerus terjadi pascatragedi Kanjuruhan, seperti yang terjadi di Dago Elos, Bandung, 14 Agustus 2023 lalu. Amnesty menyesalkan tragedi Kanjuruhan tidak menjadi pelajaran untuk tidak menggunakan gas air mata pada masyarakat sipil.

Warga Dago Elos Ayang (40 tahun) mengaku betapa gemetar saat menonton penayangan film dokumenter “Nisan Tanpa Keadilan”. Tragedi di Kota Malang itu memiliki benang merah yang sama dengan Dago Elos, sama-sama mendapatkan tembakan gas air mata dari aparat kepolisian.

“Terus terang kita baru liat filmnya. Kita tidak tahu detail Kanjuruhan ini, kita tahu garis besarnya, benang merah yang sama yaitu serangan gas air mata. Saat 14 Agustus lalu, kita ada di ruang terbuka, dan justru kita mempunya cukup udara, mempunyai udara yang lebih segar setelah serangan gas air mata itu,” tutur Ayang.

Sebagai perempuan dan seorang ibu, Ayang mebayangkan para korban tragedi Kanjuruhan mengalami sesak napas, kekurangan oksigen, dan terkepung.

“Saya gemeteran melihat seorang ibu menceritakan seorang anaknya seperti apa, jantung saya sampai degdeg-an. Kok bisa ya, kejadian seperti itu dan orang-orang tersangkanya sebagian bebas. Hanya dihukum satu tahun, satu tahun enam bulan,” tutur Ayang, tentang film “Nisan Tanpa Keadilan”.

Ayang berserta solidaritas suporter Bandung mendoakan korban Kanjuruhan dan berharap negara segera bertanggung jawab menyelesaikan tragedi tragis persepakbolaan di Indonesia ini. Menurutnya, 135 nyawa korban tragedi Kanjuruhan bukanlah sekadar angka.

Ayang setuju dengan pendapat narasumber yang dikutip pada film “Nisan Tanpa Keadilan”, bahwa para pelaku tidak hanya akan dihukum di dunia tapi juga akan mendapat hukuman di akhirat.

“Dan, kami semua tadi mendoakan 135 jiwa ini, dengan keikhlasan ibu mereka untuk melepaskannya supaya jiwa mereka tenang,” beber Ayang.

Gas air mata dengan air mata ibu tak sebanding bagi Ayang. Ia menceritakan juga bagaimana malam jahanam di Dago Elos, 14 Agustus 2023 lalu yang diserang gas air mata. Bahkan di selongsong gas air mata yang kumpulkan warga Dago Elos, tak ada tanggal kedaluarsa (expired date)-nya.

Pada film “Nisan Tanpa Keadilan” Ayang melihat selongsong gas air mata yang kedaluarsa yang bisa jadi efeknya jauh berbahaya.

“Saya mikir lagi kejadian tanggal 14 kayak gimana, dan kita pun tahu di sana di solongsongnya kita mendapatkan bahwa tidak ada expired date, dan efeknya lumayan. Di situ saya berpikir kenapa gas air mata ditiadakan saja,” tambah Ayang.

Ayang berharap semoga rakyat di Indonesia tak akan bertemu lagi dengan gas air mata.

“Trauma yang membuat kita ketakutan, kita khawatir, kita benci, semua vibes negatif itu ada kalau kita melihat gas air mata. Kita pribadi hampir semua Dago Elos itu gak tahu bentukan gas air mata itu gimana, sekarang kita tahu, dan tidak akan bertemu lagi,” jelasnya.

Tragedi Kanjuruhan merupakan contoh tragis betapa bahayanya penembakan gas air mata untuk menangani kerumunan hingga mengakibatkan kematian bagi warga sipil seperti di Stadion Kanjuruhan setahun yang lalu.

Amenesty Internasional Indonesia menyatakan kritik terhadap penggunaan gas air mata bukan usaha untuk menghambat aparat kepolisian dalam menjalankan tugas mereka. Namun, kritik ini sebagai seruan untuk memastikan bahwa penggunaan kekuatan serta taktik oleh kepolisan harus berada dalam kerangka hukum, seusai standar hak asasi manusia.

“Kritik ini juga mendorong negara untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan perubahan yang dibutuhkan untuk melindungi masyarakat sipil dari penggunaan kekuatan yang berlebihan dan berpotensi berbahaya,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.

Usut Tuntas Demi Keadilan dan Kebenaran

Ayang mempertanyakan komitmen negara untuk menyelesaikan kasus pelanggaran-pelanggaran hak asasis kemanusian dengan seadil-adilnya, termasuk penyelesaikan Tragedi Kanjuruhan. Ayang percaya bahwa ilmu dan hati nurani menjadi dua senjata untuk melawan ketidakadilan dan menegakkan kebenaran. Dia juga menaruh harap pada mahasiswa-mahasiswa yang saat ini duduk di bangku kuliah fakultas hukum bisa mengusut tuntas segala bentuk ketidaksewenangan-wenangan.

“Kalau kita tidak melawan ini semua tanpa ilmu, kita akan buta. Kita harus (punya) hati nurani dan ilmu untuk melawan ketidakadilan. Dan saya berharap mahasiswa sekarang yang berada di fakultas hukum, mereka mempertajam hati nurani dan ilmu hukum semoga di kemudian hari menjadi orang yang berani dan amanah dalam mengemban sebagai praktisi hukum dan membela kebenaran dan keadilan,” harap Ayang.

Film “Nisan Tanpa Keadialn” juga menayangkan aliran dukungan dari beragam kalangan, seperti yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) Batu, Miftah Ramli yang mengayuh sepeda dari Malang-Jakarta untuk mengekspresikan solidaritasnya sambil membawa replika keranda simbol dari tragedi Kanjuruhan.

Begitu pun dengan malam itu di Taman Dago Cikapayang yang konsisten menjadi tempat serta monumen melawan lupa kekerasan negara. Di sana massa solidaritas menanyikan chants: “135 itu bukan angka, itu korban jiwa, arek-arek Malang kalian tak sendiri”.

Baca Juga: Temuan Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil Terkait Pelanggaran HAM di Stadion Kanjuruhan
Doa dari Taman Cikapayang atas Tragedi Kanjuruhan
Menyuarakan September Hitam, Ratusan Orang Mahasiswa Berunjuk Rasa di Bandung

Pernyataan Sikap Suporter Bandung

Massa solidaritas serta suporter Kota Bandung menyatakan sikap bersama terkait satu tahun Tragedi Kanjuruhan, sebagai berikut:

1. Menuntut proses hukum yang adil dan tuntas, serta transparan terhadap seluruh pihak yang terkait dan bertanggung jawab dalam Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022;

2. Menuntut Presiden RI Joko Widodo sebagai kepala pemimpin tertinggi eksekutif yang mana kepolisian dan kejaksaan berada dibawanya untuk menghentikan impunitas kepada para pelaku Tragedi Kanjuruhan;

3. Mendesak Presiden RI Joko Widodo sebagai pemimpin tertinggi dengan otoritas yang telah rakyat amanatkan untuk memaksa pihak kepolisian dan pihak lain yang terkait untuk menjalankan rekomendasi tim yang dibentuk atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2022 (TGIPF) atas Tragedi kanjuruhan;

4. Menuntut Presiden RI Joko Widodo bersama dengan Kementerian PUPR untuk menghentikan proyek renovasi Stadion Kanjuruhan sebelum rekonstruksi sebagai gambaran utuh kejadian benar-benar dilaksanakan di tempat kejadian perkara;

5. Mendesak Presiden RI Joko Widodo bersama dengan DPR-RI untuk segera melakukan evaluasi serius terhadap penggunaan gas air mata dalam pengendalian massa;

6. Menuntut Kapolri untuk segera menerbitkan Peraturan Kapolri terkait moratorium gas air mata yang ditujukan ke warga sipil;

7. Menuntut Kapolri untuk segera menindak tegas kejanggalan terhadap penghentian penyelidikan Laporan Model B di Polres Kabupaten Malang dan mengambil alih penanganan proses hukum ke Bareskrim Mabes polri;

8. Mendesak Komnas HAM agar menetapkan Tragedi Kanjuruhan sebagai peristiwa Pelanggaran HAM Berat;

9. Mendesak KPAI, Komnas Perempuan, Ombudsman dan lembaga lain yang dibentuk atas perintah undang-undang untuk terus memonitoring, mengawal serta membersamai keluarga korban serta semua pihak yang terlibat dalam perjuangan untuk keadilan korban Tragedi Kanjuruhan;

10. Menuntut PSSI selaku induk organisasi sepak bola nasional untuk melakukan perbaikan dan perubahan secara menyeluruh terutama terkait aspek keselamatan dan keamanan dalam pertandingan sepak bola; menetapkan tanggal 1 Oktober sebagai hari duka sepak bola nasional dengan ditiadakannya jadwal pertandingan sepak bola pada tanggal tersebut, baik di liga profesional hingga amatir, untuk mengingat, mengenang, dan menghargai para korban Tragedi Kanjuruhan; menghimpun diri ke dalam satu barisan dalam rangka merebut keadilan bagi para korban;

11. Menyerukan kepada seluruh keluarga korban Tragedi Kanjuruhan untuk kajian ulang terhadap Perjanjian Kerja Sama (PKS) PSSI Polri serta dampak yang ditimbulkan atasnya;

12. Menuntut PSSI selaku induk organisasi sepak bola nasional untuk solidaritas dari gerakan mahasiswa, pelajar, buruh, perempuan, dan lain-lain untuk bersama-sama kami, keluarga korban kanjuruhan, menuntut diadakannya perubahan pada sektor keamanan;

13. Menyerukan kepada seluruh Arek-arek Malang serta simpul-simpul solidaritas dari gerakan mahasiswa, pelajar, buruh, perempuan, dan lain-lain untuk bersama-sama kami, keluarga korban kanjuruhan, menuntut diadakannya perubahan pada sektor keamanan; solidaritas dari gerakan mahasiswa, pelajar, buruh, perempuan, dan lain-lain untuk bersama-sama kami, keluarga korban kanjuruhan, menggalang solidaritas antarwarga terdampak kekerasan polisi;

14. Bersolidaritas kepada warga Tamansari, Dago Elos, Pakel, Rempang-Galang, Bara-baraya, Poco Leok, Halmahera Timur, Wawoni dan titik-titik api lain yang sampai hari ini masih berjuang seperti kami untuk mendapatkan secercah harapan akan keadilan.

*Baca juga tulisan-tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel tentang Tragedi Kanjuruhan 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//