ESAI TERPILIH NOVEMBER 2023: Dari Konflik Israel-Palestina, Fenomena Bahasa Jaksel, hingga Politik Gen Z
Tema Esai terpilih bulan November 2023 terdiri dari serangan terhadap Palestina, fenomena bahasa Jaksel, hingga kampanye iklim dalam Pilpres 2024 di mata Gen Z.
Tim Redaksi
Awak Redaksi BandungBergerak.id
20 Desember 2023
BandungBergerak.id - Sepanjang November 2023 lalu, redaksi BandungBergerak.id menerima sedikitnya 18 esai dari kawan-kawan penulis (audiens BandungBergerak.id yang selanjutnya kami sapa KawanBergerak). Dua tulisan di antaranya kami taruh di Narasi, kanal yang kami sediakan khusus untuk tulisan-tulisan dari luar redaksi yang bersifat reportase, feature, atau laporan perjalanan.
Esai kiriman dari KawanBergerak menegaskan bahwa sampai saat ini tulisan masih menjadi medium tepat untuk menyampaikan gagasan ataupun kritik. Kami meyakini bahwa opini analitik, dibangun dengan argumentasi kuat, dilengkapi data dan referensi akurat yang dikemas dengan rasa dari penulisnya takkan tergantikan oleh mesin pembuat tulisan seperti AI. Khusus bagi BandungBergerak.id, esai-esai kiriman KawanBergerak adalah dukungan yang sangat berarti.
Akhirnya, melanjutkan tradisi bulanan yang sudah dirintis selama beberapa bulan terakhir, kami sampaikan tiga Esai Terpilih yang masuk sepanjang bulan November. Sebelumnya, kembali kami menekankan bahwa pengumuman Esai Terpilih bulanan BandungBergerak.id ini bukan ajang pemilihan esai terbaik yang terkesan ingin menafikan esai-esai lainnya – seluruh tulisan yang masuk ke BandungBergerak.id memiliki kelebihan masing-masing, dan untuk itu kami haturkan terima kasih dan hormat setulus-tulusnya kepada para penulis. Berikut ini ketiga Esai Terpilih BandungBergerak.id periode November 2023:
Mahasiswa Bersuara
BandungBergerak.id menyediakan wadah khusus bagi mahasiswa-mahasiswa yang senang menulis kritis melalui esai dengan tag Mahasiswa Bersuara. Esai Terpilih untuk tag Mahasiswa Bersuara jatuh pada Patricia Rachelle, mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Bandung, dengan esai “Bagaimana Respons Dunia Internasional pada Konflik Berkepanjangan Israel-Palestina?”.
Patricia Rachelle merespons serangan Israel terhadap Palestina. Ia menganalisis konsep two state solution yang ditawarkan dunia internasional untuk menengahi konflik di negeri yang memiliki tempat sakral bagi tiga agama langit. Menurut Patricia, konsep two state solution telah masuk ke dalam salah satu resolusi Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB. Namun konsep ini mendapat penentangan dari Amerika Serikat yang secara sepihak mengklaim bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel dan Amerika Serikat juga memindahkan kedutaan besarnya dari Tel-Aviv ke Yerusalem.
Patricia menilai sikap Amerika Serikat yang mewujudkan janji kampanye Donald Trump itu bertentangan dengan konsep two state solution. Patricia kemudian mendorong PBB agar lebih berperan aktif lagi dalam menangani konflik ini.
“Dengan adanya berbagai tantangan dari Amerika Serikat terhadap upaya perdamaian konflik Israel-Palestina seharusnya membuat PBB sebagai organisasi internasional melakukan introspeksi dan melihat apakah selama konflik ini berlangsung perannya sudah cukup adil atau belum,” tulis Patricia.
Bahasa Jaksel
Esai Terpilih berikutnya dari Siti Julaeha, mahasiswa Sastra Inggris Universitas Pasundan (Unpas), Bandung yang menulis “Boleh Gak Sih Ngobrol Kayak Anak Jaksel?”. Siti mencermati fenomena bahasa gaul Jaksel yang campur sari, menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam pergaulan sehari-hari.
Menurut Siti, orang Indonesia sebenarnya sudah biasa menggunakan bahasa campur sari baik yang bersifat campur kode inner (mencampurkan bahasa daerah dengan bahasa Indonesia) maupun campur kode outer (mencampurkan bahasa asing dengan bahasa Indonesia). Sebagai contoh, bagi orang Sunda mungkin sudah akrab dengan ungkapan, “Bjir lah kata gue-teh, Aku mah apa atuh.., Iya meureun,” tulis Siti.
Kata-kata di atas, kata Siti, merupakan kata yang sering digunakan pada masyarakat dwibahasa di daerah Jawa Barat. Tentunya kata-kata tersebut digunakan dalam kondisi nonformal. Sedangkan, fenomena yang menggabungkan bahasa nasional dengan bahasa asing seperti di Jaksel sebenarnya secara tidak sadar sudah sering dipakai orang Indonesia, hanya saja tidak se-medok anak-anak Jaksel.
“Contohnya penggunaan kata one way yang digunakan dalam sistem tutup buka jalan pada lalu lintas. Penggunaan istilah healing yang mengganti kata jalan-jalan. Penggunaan kode-kode bahasa Inggris di tempat umum seperti open/close dan masih banyak lagi,” papar Siti.
Siti melihat gejala campur kode yang terjadi bukan sebuah keanehan atau sesuatu yang bisa merusak tatanan bahasa Indonesia. Fenomena tersebut sebagai salah satu hal yang wajar dan boleh dilakukan sebagai bentuk ekspresi diri.
“Campur kode merupakan hal normal yang terjadi pada masyarakat multibahasa. Baik itu campur kode inner ataupun campur kode outer, selama kita melakukan campur kode sesuai dengan kondisi yang tepat bersama mitra lawan bicara yang tepat, bukan sebagai ajang menyombongkan diri karena menguasai berbagai bahasa,” ungkap Siti.
Baca Juga: ESAI TERPILIH AGUSTUS 2023: Dari Kamp Interniran Cihapit, Peradaban dalam Kacamata Anarkisme, hingga Ketimpangan Dunia Pendidikan
ESAI TERPILIH SEPTEMBER 2023: Dari Kritik atas Jam Kerja, Rivalitas Persib vs Persija, hingga Kebakaran Bromo
ESAI TERPILIH OKTOBER 2023: Dari “Dosa†Lingkungan para Capres hingga Kongres Bahasa Indonesia
Pemilu dan Gen Z
Esai Terpilih berikutnya terkait politik. Moh. Hairud Tijani, pegiat Literasi Gen Z dan mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam UIN SGD Bandung, juga alumnus PP Annuqayah Madura, menulis esai “Skeptisisme Gen Z Terhadap Janji Iklim Capres”.
Melalui esai ini Hairud Tijani mendesak semua pasangan capres dan cawapres pada Pilpres 2024 serius memperhatikan isu perubahan iklim jika ingin merebut suara Generasi Z atau Gen Z. Ia memapakan, pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengusung visi “Menuju Indonesia Unggul: Gerak Cepat Mewujudkan Negara Maritim yang Adil dan Lestari”, berbicara mengenai perubahan iklim dan energi baru terbarukan (EBT) dengan tegas.
Pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) tampil dengan visi “Indonesia Adil Makmur untuk Semua”, mencantumkan masalah energi dalam agenda “Jalan Perubahan” yang menjadi misinya. Pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming dengan visinya “Bersama Indonesia Maju, Menuju Indonesia Emas 2045” memaparkan mengenai masalah perubahan iklim dan EBT cukup detail.
Hairud Tijani menyatakan, generasi Z terbukti sangat prihatin terhadap krisis iklim, hal ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa Gen Z tumbuh di dunia di mana perubahan iklim merupakan isu yang semakin mendesak, dan mereka sangat sadar akan potensi konsekuensi dari tidak adanya tindakan.
“Generasi Z adalah generasi yang akan paling menderita jika presiden terpilih nantinya jauh dari kata prihatin akan iklim. Gen Z harus mau memprioritaskan isu ini ketika memberikan suaranya. Hal ini dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap hasil pemilu mendatang, untuk menghasilkan kandidat yang mau memprioritaskan perubahan iklim dan mencari solusi yang signifikan bagi kelanjutan generasi berikutnya,” papar Hairud Tijani.
Demikian sedikit ulasan tiga Esai Terpilih bulan November 2023. BandungBergerak.id akan menghubungi ketiga penulis untuk mengatur pengiriman sertifikat dan kenang-kenangan. Seluruh biaya pengiriman ditanggung oleh bandungbergerak.id. Atau bisa juga para penulis berinisiatif menghubungi akun Instagram KawanBergerak atau nomor telepon 082119425310. Selamat untuk ketiga kawan penulis!
Kami menunggu kiriman esai-esai bermutu dari kawan-kawan semua. Esai bisa dikirim ke [email protected]. Mari terus menulis, terus berdampak! Sesekali, mari mengkritik!
*Esai-esai BandungBergerak.id dapat disimak di tautan ini