Fesyen Pemberontak dari Prapatan Rebel
Dari jalanan, Prapatan Rebel menjelma menjadi brand lokal yang menawarkan fesyen-fesyen perlawanan orang muda Bandung sejak 26 tahun lalu.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah18 April 2024
BandungBergerak.id - Kata-kata adalah senjata. Nubuat ini dimaknai betul oleh Prapatan Rebel, brand fesyen yang menjadi ikon pemberontakan orang-orang muda Bandung. Selama 26 tahun jenama pakaian distro ini nge-hits hingga kini. Tak hanya di kota kelahirannya, Prapatan Rebel merambah ke kota-kota lain di pulau Jawa.
Kata-kata rebel yang disablon sebagai desain kaus identik dengan produk-produk clothing brand ini. Contohnya, “Anjing Teriak Anjing”, “Batur Jadi Dulur, Dulur Jadi Batur”, “Maneh Otak Nihil Tapi Arogan”, “Urus Diri Sia Sorangan Saacan Ngurus Aing”, “Aku Ingin Jadi Pejabat Agar Bisa Memakan Uang Rakyat”, dan masih banyak lagi.
Kaus-kaus produk Prapaten Rebel umumnya berwarna gelap atau hitam, lengan pendek atau panjang. Selain memiliki kata-kata memberontak dan tak jarang nyeleneh, banyak juga nama-nama band cadas ataupun album musiknya yang menjadi desain, mulai dari band lokal maupun luar negeri yang umumnya mengusung aliran musik underground.
Para penggemar punya cerita dan kenangan dengan produk-produk Prapatan Rebel. Soal harga, mereka mengaku masuk akal dan terjangkau. Di masanya, para penggemar biasa melakukan saling tukar pakaian untuk memakai produk Prapatan Rebel secara gratisan.
Iyan (30 tahun) asal Kiaracondong menuturkan, pada saat dirinya duduk di bangku sekolah dasar, ia pernah menggumpulkan uang untuk membeli barang-barang dari distro dan saling menukarnya. Untuk mendapatkan tas Prapatan Rebel, ia membarternya dengan seorang teman.
Maraknya barter antarkawan dilatarbelakangi beragam motif. Di antaranya, mereka masih bisa tampil berbeda dengan dana pas-pasan.
“Karena harganya ekonomis. Saya dulu pernah memakai tas selendang bersablon band punk “Bad Religion” dari Prapatan Rebel, hasil tukar pakai dengan kawan yang diberi jajan cukup banyak, karena orang tuanya punya toko sepatu. Otomatis uang jajannya besar. Saya sendiri mengandalkan uang jajan dan barang pakaian bekas kakak atau saudara,” tutur Iyan, saat ditemui BandungBergerak, Rabu 17 April 2024.
Produk-produk distro Prapatan Rebel menjadi representasi kultur tandingan orang muda Bandung atas brand-brand besar yang dipajang di mal-mal yang tak bisa diakses semua orang. “Adanya distro dan clotingan menjadi mode pakaian alternatif dan membuka kreativitas dan ruang ekonomi,” kata Iyan.
Awal menggemari produk Prapatan Rebel bagi Iyan bukan karena muatan ideologis. Ia justru terpengaruh lingkungan sekitar yang orang-orang mudanya menggemari aksesoris underground. Maklum, Iyan tumbuh ketika musik cadas ini sedang naik daun di Bandung. Dari situ Iyan mulai merasakan ada muatan ideologis di balik fesyen.
“Menirunya membuat saya mulai memasuki ruang-ruang ekspresi dan penuh pertarungan identitas,” terang Iyan.
Iyan juga menilai kualitas produk Prapatan Rebel cukup konsisten dengan desain-desain yang tidak naif meskipun banyak yang nyeleneh. “Harga memang ekonomis karena materialnya sesuai,” kata lulusan sastra Inggris UIN SGD Bandung yang juga penikmat musik underground ini.
Baca Juga: Ketakutan Rezim Orde Baru pada Musik dan Pemuda Berambut Gondrong
14 Tahun Sabtu Kelabu atau Tragedi AACC, Luka Besar Jagat Musik Bandung
Konser Musik Cadas untuk Dago Elos

Kata Menjadi Senjata
Istilah “kata menjadi senjata” yang diusung Prapatan Rebel sejak lebih dari dua dekade lalu merupakan luapan emosi dari hati yang paling tulus semangat orang muda. “Perasaan diri, meluapkan hati, kan loba kahayang ngomong tapi teu ngomong, sampai sekarang juga gak rubah. Apalagi melihat keaadan sekarang,” ujar Kurnia RIdho, pemilik Prapatan Rebel, saat disambangi di distronya, Jumat, 22 Maret 2024.
Prapatan Rebel kini menempati toko di Jalan Dewi Sartika, Bandung. Nama Prapatan Rabel sendiri diambil dari awal mula bisnis clothing ini dimulai, yaitu di kaki lima di sebuah prapatan. “Karena dulunya memang jualan di prapatan. Kalau rebel itu melawan arah, banyak yang tidak puas apalagi pada pemerintah,” tutur Ridho.
Sebelum tahun 1997, Prapatan Rebel menjual kaset-kaset musik undergound. Krisis moneter lalu menggulung perekonomian nasional. Indonesia di bawah penguasa otoriter Suharto mulai limbung. Bagi Prapatan Rebel, di momen krisis moneter justru mendapatkan modal untuk mengembangkan usaha. Pascareformasi tahun 2000-an, Prapatan Rebel mulai menggarap bisnis clothing dan menempati toko di Plaza Prahiyangan, mal yang terkenal dengan produk-produk distronya.
Jiwa mandiri Ridho sudah muncul semenjak dirinya duduk di bangku sekolah menengah pertama. Ia pernah berjualan asongan seperti rokok dan aneka ragam kebutuhan lainnya. Kehidupan di jalanan itu menggajarkan ia banyak hal, termasuk berkenalan dengan skena musik sampai akhirnya merintis usaha.
“Baheula awalna asongan, tahun 92-an inget keneh di kejar-kejar tibum (Satpol PP). Garalak zaman Suharto harita mah. Sampai kabur ke Jawa, di Jawa mah pada baik tibumnya,”ceritanya.
Dari kehidupan jalanan, Ridho melahirkan Prapatan Rebel yang sempat menjadi official merch sejumlah band undergound papan atas di Bandung, salah satunya band Beside. Prapatan Rebel sempat meredup setelah kejadian Sabtu Kelabu yang membuat duka mendalam jagat musik underground Bandung.
“Ikut juga ngaluarkeun album kaset 50 album. Yang terakhir Beside, dan berhenti waktu kejadian di Braga, di dinya ereun total,”tuturnya.
Prapatan Rebel sampai sekarang masih menjadi sponsor bagi beberapa band undergound di Bandung. Namun, iklim musik kekinian berbeda dengan di masa lalu. “Sekarang mah pada bisa bikin sendiri, baheula mah bikin kaus jeung kaset ka Rebel dijieun. Ayeuna mah sorangan papisah-pisah,”ucapnya.
Meski begitu, Prapatan Rebel memiliki pelanggan loyal di sejumlah daerah. Ketika ditemui BandungBergerak.id, Prapatan Rebel sedang siap-siap mengirim pesanan ke Jawa. Barang-barang dikemas ke dalam karung-karung besar.
Prapatan Rebel mesti “Ngindung ka Waktu Mibapa ka Jaman”—sebagaimana tertulis dalam salah satu desain kausnya. Ridho mau tak mau harus berjualan di marketplace selain memiliki kios. “Ayeuna mun teu kieu kumaha deui. Banyak yang nanya juga mana Tiktok, Shopee-na, jadi live oge dilakukeun. Baru ada lima bulan, kudu nuturkeun zaman, kan bergerak,” ujarnya
Sebelum pagebluk Covid-19, penjualan produk-produk Prapatan Rabel begitu melonjak. Maraknya penjualan secara digital turut mempengaruhi penjualan Prapatan Rebel. Di era digital ini, semua orang bisa bikin desain sendiri dan menjualnya sendiri. Prapatan Rabel tetap berdiri mengikuti zaman. Kini Prapatan Rebel memiliki empat toko dengan hampir 400 karyawan.
*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artiikel lain tentang Musik Underground Bandung