Yang Masih Bertahan di Pasar Banjaran
Sebagian pedagang yang terdampak penggusuran revitalisasi Pasar Banjaran bertahan di Jalan Desa. Mereka merintis kembali perekonomian keluarga dari nol.
Penulis Awla Rajul2 Agustus 2024
BandungBergerak.id - Di bawah megahnya bangunan baru Pasar Banjaran yang tengah dibangun, sejumlah pedagang "masih bertahan" di bawah genteng seng, di Jalan Desa atau Jalan Kiartasan, Banjaran, Kabupaten Bandung. Mereka yang masih bertahan kini membuat koperasi untuk membangkitkan kembali perekonomian yang hancur lembur pascadihantam gelombang Covid-19 dan penggusuran proyek revitalisasi pasar.
Salah satu pedagang sayur di "pasar seng", Elva (33 tahun) mengaku perekonomiannya mulai tumbuh kembali. Saat ini pasar seng sudah lebih berbenah, tertata, dan terorganisir. Para pedagang mengelola sendiri urusan kebersihan dan keamanan yang diwadahi Koperasi Jasa Pribumi Mandiri Raharja. Bahkan, hingga sekarang para pedagang masih rutin melakukan ronda malam.
"Alhamdulillah, jadi daripada yang dulu (sebelum proyek revitalisasi) dan dari pas huru-hara mah, alhamdulillah ada kemajuan. Walaupun belum maksimal kayak dulu, tapi sekarang sudah alhamdullah. Tapi untuk daftar mah masih belum, masih belum bisa membuka hati pada si PT (pengembang)," kata Elva, setengah tertawa, saat ditemui BandungBergerak.id, Kamis, 1 Agustus 2024.
Elva menyebutkan, meski berjualan di sebagian bidang jalan, fungsi jalan masih bisa digunakan secara optimal oleh pengendara motor. Ia juga memastikan jalanan itu rapi dan bersih lantaran para pedagang sendiri yang mengelola.
Setelah "penggusuran" pasar Banjaran untuk pembangunan proyek revitalisasi yang terjadi rentang Juli-Agustus 2023 lalu, para pedagang yang kini dikenal dengan sebutan pasar seng ini terus melakukan pertahanan. Mereka membuka lapak baru di depan reruntuhan dengan meja maupun terpal seadanya, pasca digusur. Ketika pembangunan jembatan yang menghubungkan bangunan pasar 1 dan 3 tepat di atas jalan desa itu hendak dilaksanakan, para pedagang sempat pindah ke blok Tumaritis selama dua bulan. Per Maret 2024, ketika bulan Ramadan, mereka kembali menempati ruas Jalan Desa untuk berdagang.
"Keinginan mah ingin terus di sini. Mudah-mudahan akan dan bisa terus di sini. Kan kita mah bukan ke PT, terus ini mah bukan jalan PT, ini jalan desa," harap Elva.
Pemasukan ekonominya sangat tidak menentu jika dibandingkan dengan kondisi ketika penggusuran tengah meruncing. Misalnya ia sudah belanja, tapi hanya bisa berjualan selama beberapa jam saja. Ketika berjualan di Blok Tumaritis, perekonomiannya pun tengah berada di titik paling rendah. Elva sangat bersyukur saat ini kondisi ekonominya mulai membaik. Penjualannya stabil. Kini ia memiliki pemasukan yang cukup untuk kehidupan sehari-hari dan untuk menabung.
"Mudah-mudahan bangkit kembali, stabil, dan lebih dari yang kemarin," katanya.
Berkaitan dengan proyek revitalisasi pasar Banjaran dengan skema BGS, Elva mengaku belum tertarik untuk membeli kios ke pengembang. Ia menilai belum ada kejelasan yang pasti kapan bangunan pasar rampung dan bisa ditempati. Dari saudaranya yang sudah mendaftar, ia melihat pengembang banyak menagih uang untuk DP, padahal belum jelas kapan pastinya pedagang bisa menempati lapak barunya. Belum lagi, lanjut Elva, kalau sejumlah uang, misal minimal 40 persen dari total harga kios tidak segera dilunasi, lapak yang sudah dipesan akan dialihkan ke orang lain yang lebih dulu melunasi.
"Sedangkan kan kalau jual beli harusnya udah ada kayak perjanjian kan meskipun dp-nya 100 ribu atau berapa pun gak bisa kayak gitu ya. Tapi ini mah ada yang udah beli daftar di depan misalnya, cuma dia uangnya mungkin minim, ditimpa sama yang banyak duit kan langsung digeser. Jadi ah lebih ragu we lah buat beli," ungkap Elva.
Ekonomi Stabil dan Berkoperasi
Di pasang seng itu ada sekitar 60 pedagang yang menjual berbagai macam dagangan. Ada sayuran, buah-buahan, ayam potong, daging, ikan, dan lainnya. Mereka masing-masing menempati lapak kios dengan ukuran 1,8 meter x 1,7 meter per lapaknya. Ada pedagang yang menempati satu lapak, ada yang dua lapak. Setiap lapaknya disediakan listrik yang dipasang secara swadaya dan dikelola oleh pedagang. Bangunan seng itu pun dibangun secara swadaya.
Pedagang tahu-tempe dan daun pisang, Usep Saefullah (54 tahun) mengaku belum mau pindah ke pasar revitalisasi lantaran belum melihat kepastiannya. Namun begitu, ia tidak menutup kemungkinan untuk pindah ke pasar modern Banjaran yang tengah dibangun itu.
"Masih tanda tanya. Bukannya gak mau, tapi nanti ajalah kalau udah kisaran 80 persen udah jadi, insya Allah mau daftar. Masih mau liHat dulu. Karena kan belum taHu zaman kapan beresnya, belum bisa diprediksi," kata Usep, usai melayani seorang pembeli tahu oncom.
Usep menyebut, selama pasar seng itu terta rapi, pendapatannya sudah membaik. Meskipun memang dalam berdagang, ada naik-turun. Ia juga berharap para pedagang bisa terus berdagang di pasar seng di Jalan Desa. Sebab, jalan ini memang sudah menjadi ikon Pasar Banjaran yang telah ada sejak lama.
"Soalnya ini kan ikon pasar Banjaran, dari dulu. Ini kan tanah carik, jalan desa, dari dulu dari saya masih kecil udah ada. Suratnya juga surat di atas jalan desa. Itu masih ada (suratnya). Penginnya terus ada. Cuma nanti mah kalau bisa penataan yang bagus, mejanya seragam gitu, kiosnya," ungkapnya.
Usep juga mengatakan, para pedagang merasakan manfaat setelah terwadahi koperasi. Salah satunya yang paling kentara sejauh ini adalah pinjaman modal tanpa bunga.
Koperasi tersebut kini beranggotakan lebih 100 pedagang. Sebanyak 60 pedagang di antaranya adalah pedagang di pasar seng. Sisanya adalah pedagang relokasi pasar Banjaran di Alun-Alun Banjaran dan TPA. Sekretaris Koperasi Jasa Pribumi Mandiri Raharja, Cecep menerangkan, koperasi berdiri lantaran adanya kebutuhan dan persoalan setelah lahirnya proyek revitalisasi. Beberapa contohnya adalah pedagang mengeluhkan sepi pengunjung yang membuat pendapatan menurun.
"Atas dasar beberapa persoalan kemudian dibentuklah koperasi dengan harapan bisa sedikit membantu pedagang. Salah satunya misal ada pedagang yang kekurangan modal koperasi bisa bantu. Atau misalnya ada sejumlah usaha yang dijalankan koperasi, pedagang juga tetap punya keuntungan," kata Cecep, saat ditemui di pasar.
Cecep menerangkan, salah satu upaya yang tengah diupayakan koperasi adalah mengembangkan Pasar Banjaran Online. Unit usaha ini menargetkan para pembeli dengan partai besar. Nantinya barang dibeli oleh koperasi dari pedagang. Barang yang dibeli itu juga terdapat sistem pengantaran sekaligus. Nantinya, hasil penjualan otomatis didapatkan oleh dua pihak, koperasi dan para pedagang. Sebab dalam sistem koperasi, lembaga memiliki kewajiban untuk memberikan Sisa Hasil Usaha (SHU).
"Dasar berdiri koperasi lebih kepada kebutuhan dan keprihatinan karena ada beberapa persoalan yang memang terkesan diabaikan oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab," tegasnya.
Baca Juga: Pasar Banjaran dalam Angka, Kebijakan yang tidak Memihak Rakyat akan Meningkatkan Angka Kemiskinan di Kabupaten Bandung
Komnas HAM Menengahi Masalah Revitalisasi Pasar Banjaran
Cerita Pedagang Pasar Banjaran Penolak Proyek Revitalisasi: Tidak Didengarkan Bupati, Takut Pasar Dibakar
Berbenah dengan Persoalan
Cecep berpandangan, persoalan yang dihadapi pedagang memang tidak bisa dipungkiri salah satunya karena kurang maksimal dan baik sosialisasi program revitalisasi Pasar Banjaran. Akhirnya, pedagang menghadapi dilema, di antaranya mau tidak mau menerima kebijakan revitalisasi karena pembangunan terus belanjut dan pedagang yang harus terus berdagang dengan cara apa pun karena minim pemasukan untuk membeli kios ke pengembang.
Berkaitan dengan itu, pedagang yang kini berjualan di Jalan Desa memang sudah bertahan sejak kios mereka dirobohkan. Mereka terus bertahan berjualan dengan sisa reruntuhan yang mereka miliki, seperti terpal bekas, kayu-kayu reruntuhan, dan meja seadanya. Mereka juga sempat menghadapi konflik ketika jembatan hendak dibangun. Namun konflik ini lantas dimediasi oleh muspika.
"Alhamdulillah dimediasi oleh muspika dengan kesepakatan pedagang bersedia pindah untuk sementara tapi ketika jembatan selesai pedagang meminta agar bisa kembali lagi ke sini. Balik lagi ke sini bulan Maret dengan kesepakatan sejumlah lapak diperbaiki secara swadaya. Pedagang juga minta untuk mundur kurang lebih 1,5 meter supaya fungsi jalan berguna dengan baik," tambahnya.
Cecep berharap agar para pedagang bisa terus bertahan jualan di pasar seng. Sebab, para pedagang meyakini kalau lokasi mereka berjualan seharusnya menjadi kewenangan pemerintah desa. Hal ini pun memang memiliki nilai historis tersendiri.
*Kawan-kawan yang baik, solakan tengok berita-berita yang ditulis Awla Rajul atau tentang Pasar Banjaran