• Kolom
  • CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #66: Perjalanan Membuat Sejarah

CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #66: Perjalanan Membuat Sejarah

Menelusuri seluk-beluk Kampung Jambu Leutik di Rancaekek mengungkap kisah-kisah terpendam. Pada titik inilah kami para pelajar sedang membuat sejarah.

Syabila Ramadani

Siswi Kelas XI PPI 24 Rancaekek

Presentasi siswa pada acara Studium Generale. (Foto: Dokumentasi Pantia Studium Generale)

25 September 2024


BandungBergerak.id – Tak terlintas dalam benak saya akan melewati dan menapaki proses ini sebelumnya. Hal yang baru bagi saya dan mungkin bagi kawan-kawan seperjuangan. Kami diberikan kesempatan untuk menyelami kembali peristiwa lampau yang dapat menjadi sejarah. Di Kampung Jambu Leutik, Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, kami menjelajahi seluk-beluk masa lalu sekaligus membuat sejarah kami sendiri.    

Tanggal 13 Agustus 2024, menjelang momen Kemerdekaan Republik Indonesia, Bendera Merah Putih bertengger di setiap tempat yang kami lewati. Embusan angin terus mengibarkan bendera itu dengan tak beraturan. Pada titik ini kami akan menemui beberapa warga lokal untuk menggali cerita. Dari sini kami bekerja sama mengungkap dan menyingkap rahasia dengan berbagai tanya yang selanjutnya dibalas fakta dan kisah-kisah yang belum terdengar sebelumnya. Kami berusaha mencatat segala informasi yang kami dapatkan. Diskusi kami pun terus berlanjut hingga terhenti kala jam di tangan menunjukkan pukul 13.45 WIB siang itu.

Kampung Jambu Leutik adalah bukti nyata wilayah yang terdampak perkembangan zaman. Kilas balik di kala itu terekam dari kisah warga setempat bahwa dulu udara masih terasa segar dan aliran sungai tampak jernih tanpa sampah maupun limbah. Setiap sudut dikelilingi perkebunan, dipenuhi tanaman ubi, singkong dan jambu yang melimpah. Bahkan jarang sekali rumah-rumah permukiman yang dibangun.

Itulah Jambu Leutik 34 Tahun silam, tahun 1990-2000. Bahkan pada tahun 1980 Rancaekek adalah wilayah penghasil beras terbaik, namun seiring berkembangnya waktu kualitas beras terbaik diambil alih oleh wilayah lain di Jawa Barat.

Salah satu hal menarik lainnya yang kami temukan adalah keberadaan pabrik yang mulai berdiri pada akhir 1970 dan awal 1990-an, yaitu Vonex dan Kahatex. Kedua pabrik ini, konon telah mengubah wajah Jambu leutik. Kemunculannya membuat jumlah penduduk semakin bertambah sekaligus mengubah dinamika sosial. Kini warga Jambu Leutik harus beradaptasi dengan kehidupan yang lebih beragam. Sementara kenangan pada suasana asri dan alami perlahan-lahan kian memudar.

Tak hanya mengumpulkan data hasil wawancara, kami pun merancang tulisan karya kami sendiri yang akan kami presentasikan pada acara Studium Generale. Acara ini mengusung tema “Memahami Kelokalan, Menyelami Kampung Halaman” yang akan berlangsung pada 14 September 2024. Hari demi hari telah kami lewati dengan penuh dedikasi. Saya bersama rekan-rekan lainnya bekerja sama mengerahkan semangat, usaha serta doa terbaik dan berharap hasil yang tidak sia-sia.

Baca Juga: CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #63: Semarak Gema Kemerdekaan di Cicalengka
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #64: Perlawanan Mahasiswa pada Revisi UU Pilkada
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #65: Warga Kampung Babakan Dka yang Terhalang Tembok Pembangunan

Pameran Arsip dan Dokumentasi

Tak terasa saat yang kami tunggu akan segera tiba. Rabu, 11 September 2024 menampilkan atmosfer yang berbeda dari biasanya. Kali ini panitia Studium Generale mengadakan pameran arsip dan pameran dokumentasi masa lalu, selain bazar buku dan perpustakaan jalanan.

Tersusun rapi beragam kisah silam di sana. Di atas meja tertata dengan baik berbagai lembaran yang berisi informasi baru. Buku-buku itu seakan melambai-lambai, memanggil siapa saja untuk membuka halaman demi halaman, mencermati dan membaca untaian demi untaian kata yang membentuk kalimat indah.

Saya pun sempat berkunjung ke bazar buku itu sampai tak kuasa ingin mengambil salah satunya. Akhirnya saya mengambil buku bertajuk Ziarah, karya Iwan Simatupang. Buku ini memang tak terlalu tebal, namun membuat saya sebagai pembaca merasakan hal unik ketika membacanya. Betapa tidak, Iwan Simatupang dengan sangat cerdas menghasilkan gaya penulisan yang mengguncang dalam setiap rangkaian kalimatnya. Bahkan novel ini, katanya, telah memenangkan penghargaan Sastra Asean pada tahun 1977. Sungguh, sangat mengagumkan sekali!

Setelah meminjam novel itu saya lalu bergegas menuju kelas yang terletak di lantai paling atas, tetapi langkah dan pandangan saya terhenti saat melihat berbagai dokumentasi lawas terpampang di sekitar area dinding sekolah yang terpusat di area tangga sekolah. Tokoh-tokoh terdahulu, seperti tokoh Indische Partij dan dua orang perempuan Eropa di Cicalengka, Radio Nirom di Rancaekek hingga berbagai nuansa sejarah lainnya menyatu dalam bingkai gambar yang menyajikan gambaran tempo dulu. Saya tak henti-hentinya memandangi satu per satu dokumentasi itu sampai akhirnya terdengar suara bel sekolah menandakan kelas akan segara dimulai.

Selain buku-buku bersejarah dan dokumentasi foto, panitia juga menampilkan berbagai arsip sejarah. Papan mading sekolah dipenuhi informasi baru yang menarik berupa koran-koran masa Hindia Belanda yang dikemas dengan suasana estetik.

Presentasi di Studium Generale

Tiba saatnya, Sabtu 14 September 2024, waktu yang kami tunggu-tunggu. Pagi itu sekitar pukul 06.45 WIB saya dan rekan-rekan siswa lainnya telah hadir di sekolah, karena rangkaian acara akan dimulai pada pukul 07.30 WIB pagi. Berbagai persiapan dan proses yang kami lakukan sebelumnya akan berakhir dalam hitungan jam, namun cerita dan usaha kami bersama akan selalu terekam di dalam kenangan.

Tentu saja, hal ini tidak mungkin terlepas daripada kehendak Tuhan, Allah SWT, yang membimbing kami pada titik ini. Saya juga merasa sangat berterima kasih kepada guru-guru kami yang telah banyak membantu, baik dalam memberikan informasi tentang Kampung Jambu Leutik maupun dorongan terhadap kami selama penelusuran. Tak lupa kepada rekan-rekan seperjuangan, saya merasa sangat bangga kepada mereka karena tak pernah mendengar keluhan.

Setelah mempresentasikan penelusuran kami, guru sejarah kami, Hafidz Azhar mengapresiasi tulisan yang kami buat. Pada titik ini kami sangat merasa senang, meskipun kami sadar masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisannya. Ini bukan puncak dari segalanya. Ke depannya kami mesti berusaha menghasilkan karya yang lebih baik.

Teringat sebuah ungkapan dari John F. Kennedy bahwa usaha dan keberanian tidak cukup tanpa tujuan dan arah perencanaan. Maka tujuan dan perencanaan adalah suatu hal yang perlu dipersiapkan bila kita ingin memperbaiki kesalahan menjadi sebuah keberhasilan. Zig Ziglar, seorang motivator kawakan asal Amerika juga pernah berkata bahwa kamu tidak perlu menjadi luar biasa untuk memulai, tetapi kamu mesti memulai untuk menjadi luar biasa. Itulah prinsip yang harus kita tanamkan. Kegagalan dan kesalahan itu adalah hal biasa ketika kita memulai sesuatu namun berani memulai untuk terus berkembang adalah hal menakjubkan.

Kami yakin, dengan menelusuri seluk-beluk kampung halaman, sedikit banyaknya telah menghasilkan sejarah yang masih terpendam sebelumnya. Pada titik inilah kami para pelajar sedang membuat sejarah!

* Tulisan kolom CATATAN DARI BANDUNG TIMUR merupakan bagian dari kolaborasi BandungBergerak.id dan Lingkar Literasi Cicalengka. Simak artikel-artikel lainnya tentang Cicalengka.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//