Sosialisasi Setengah Hati Program Pasar Bebas Plastik Bandung
Pantauan BandungBergerak.id di Pasar Kosambi, penjual masih menyediakan plastik kepada konsumen yang tidak membawa tas belanja.
Penulis Awla Rajul15 November 2021
BandungBergerak.id - Melalui Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung dan beberapa pihak lainnya, Pemerintah Kota Bandung melakukan Uji Coba Program Pasar Bebas Plastik di Pasar Kosambi dan Pasar Cihapit, Senin (15/11/2021). Hasilnya, banyak pembeli yang tidak membawa kantong belanja sendiri.
Rendahnya sosialisasi menjadi sorotan pengelola maupun pedagang pasar. Padahal sosialisasi menjadi syarat mutlak untuk mengurangi sampah plastik. Program Pasar Bebas Plastik mustahil terwujud tanpa sosialisasi berkelanjutan. Program ini tidak mungkin jalan hanya dengan sekali atau dua kali sosialisasi.
Pantauan BandungBergerak.id di Pasar Kosambi, penjual masih menyediakan plastik kepada konsumen yang tidak membawa tas belanja. Salah seorang pedagang Sayuran, Fajar (25) mengaku dibagikan kertas bungkus untuk membungkus dagangan yang dibeli konsumen agar meminilisir penggunaan plastik. Namun tetap saja, plastik masih digunakan sebab konsumen tidak membawa tas belanja sendiri.
Beralih ke pedagang buah, Imas yang telah berdagang selama 20 tahun di Kosambi, bilang kalau ia juga sudah menanyakan kepada konsumen apakah membawa tas belanja sendiri atau tidak. Namun, pembeli kebanyakan masih tidak membawa tas belanjanya.
“Nanti kalau gak ngasih (kantong plastik) gimana? Nanti ibu dibilang pelit,” tukas Imas.
Imas juga bilang, ia sudah mendapatkan dua kali sosialisasi mengenai plastik. Pihak DLHK juga sudah sempat membagikan tas belanja kepada konsumen waktu itu. Namun masih sedikit konsumen yang sadar. Jadinya, ia merasa tidak enak jika harus menegur semua konsumen. Imas berharap, sosialisasi dapat digencarkan kembali bagi konsumen maupun pedagang.
Pelaksana Perumda Pasar Kosambi, Deni Kartiwa menyampaikan, sosialisasi program bebas plastik baiknya dilakukan terlebih dahulu di tingkat paling rendah, yaitu mulai RW atau kelurahan. Jika langsung diterapkan di pasar, pedagang kewalahan mengingat masyarakat sendiri belum memiliki kesadaran yang baik terhadap penggunaan plastik.
“Sosialisasi ke pengunjung melalui daerah, bisa lewat RT, lewat lurah atau kecamatan dulu. Membagikan atau mengenalkan kepada warga bawa kota Bandung bebas dari kantong plastik dengan cara belanja ke pasar membawa tas belanja ke pasar. Kemudian baru ke pasar. Misal ada pengunjung yang datang ke pasar tidak bawa tas belanja, tidak dilayani,” ungkapnya saat ditemui BandungBergerak di Pasar Kosambi.
Ia juga mengomentari, seharusnya pihak terkait menyediakan juga wadah-wadah untuk pembelian kecil. Sebab, jika pemerintah hanya menyediakan tas belanja besar, plastik-plastik kecil juga tetap akan digunakan untuk membungkus belanjaan yang kecil.
Pasar Cihapit
Pasar Cihapit juga sedang dalam uji coba program Pasar Bebas Plastik. Kolektor Pasar Cihapit, Hendra bilang bahwa sosialisasi sudah jauh-jauh hari dilaksanakan. Pihak DLHK juga sudah pernah membagi-bagikan tas belanja kepada konsumen di Pasar Cihapit.
Salah seorang Pedagang Sayur di pasar Cihapit, Soni (32) juga menyampaikan kalau kesadaran konsumen masih sedikit. Ia mencoba mengingat, kira-kira hanya dua sampai tiga orang yang membeli padanya dengan membawa tas belanja. Ia bahkan bilang, setelah pembagian tas belanja beberapa waktu lalu, tidak terlihat lagi konsumen yang berbelanja dengan membawa tas tersebut.
“Saya sudah nanyain juga, bawa kantong sendiri apa enggak. Kalau kemarin-kemarin saya gak perlu nanyain, karena pasti bawa sendiri. Ada yang bagi-bagi. Jadi tinggal masukin saja ke kantong. Kalau bawa kantong kan keliatan gitu,” cerita Soni saat ditemui di pasar Cihapit.
Ia juga menyampaikan, sosialisasi dan pembagian memang sudah dilakukan. Namun, pengunjung pasar Cihapit sangat beragam dan berbeda-beda setiap harinya. Ia menyarankan agar sosialisasi dan pembagian dapat dilakukan lebih lama lagi. Agar skala penyampaian sosialisasi dapat terjangkau lebih luas.
Senada dengan Soni, Ati yang dagang sayur berdekatan dengan Soni juga bilang, masih sedikit pembeli yang membawa tas belanja. Ati menyebutkan, kalau konsumen yang membeli banyak, ada beberapa yang sudah membawa tas belanja. Namun jika beli sedikit, tetap saja pembeli tidak membawa tas belanja dan akhirnya menggunakan plastik.
“Kalau yang beli banyak mah ada (tas belanja). Kalau yang beli sedikit tetap saja pake plastik,” pungkasnya.
Meski ia sudah menggunakan kertas bungkus yang dibagikan, namun tetap saja, plastik masih digunakan. Namun ia mengakui, penggunaan plastik bungkus (yang bening, kiloan) sudah menurun dengan adanya kertas bungkus.
Sebenarnnya, program bebas plastik diakui Ati menguntungkan pedagang. Namun, untuk menghadapi konsumen yang mayoritas ibu-ibu sulit.
“Lawan ibu-ibu susah sih ya. Kalau kita mah penjual enak-enak saja. Itu kita ambilin kresek plastik itu kan mahal, sedangkan kita di-free kan saja (ke pembeli). Jelas untung pedagang (kalau kurang penggunaan plastik). Kita ini dua minggu kadang habis 500 ribu untuk plastik hungkul. Cuma masak kita mau menantang pembeli. Paling mengingatkan mah sok aja,” ceritanya.
Baca Juga: Data 5 Jenis Sampah Harian Terbanyak di Kota Bandung 2020, Sisa Makanan dan Plastik di Urutan Teratas
Data Volume Rata-rata Sampah Plastik Harian Kota Bandung 2020, Mewaspadai Tren Kenaikan
Masyarakat masih Tergantung pada Plastik
Program Pasar Bebas Plastik digagas Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) bersama Pemerintah Kota Bandung, Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung, dan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Juara. Program ini awal bergulir pada Februari 2021 dan berakhir di Februari 2022 nanti, dengan Pasar Cihapit dan Kosambi sebagai percontohannya.
Dari namanya, Program Pasar Bebas Plastik memang terdengar menjanjikan di tengah repotnya Kota Bandung dalam mengelola sampah yang per harinya bisa lebih dari 1.000 ton, termasuk sampah plastik di dalamnya.
Tetapi rupanya program mulia ini tak mudah diimplementasikan. Ada masalah rumit yang harus dipecahkan, yakni begitu tergantungnya masyarakat pada plastik. Kenyataan inilah yang sulit ditembus oleh program yang berusaha mengubah ketergantungan tersebut, apalagi jika program ini hanya mengandalkan sosialisasi setahun dua tahun.