Perjuangan Damiri, Aktivis Buruh dari Bekasi Digugat PHK oleh Perusahaan Tempatnya Bekerja
Damiri awalnya diminta perusahaan pensiun dini. Perusahaan berdalih sedang melakukan efisiensi karena pandemi Covid-19.
Penulis Emi La Palau20 Desember 2021
BandungBergerak.id - Damiri (36) sudah 11 tahun bekerja di perusahaan bidang konstruksi di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Perusahaan yang berdalih sedang efisiensi akibat pandemi Covid-19, meminta Damiri pensiun dini. Tetapi Damiri menolak karena keluar kerja di zaman sulit ini akan membahayakan ekonomi keluarga. Perusahaan kemudian menggugat pemutusan hubungan kerja (PHK) Damiri di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung.
Kasus sengketa tenaga kerja ini bermula dari penolakan Damiri terhadap kebijakan pensiun dini yang ditawarkan perusahaan tempatnya berkerja. Ia telah bekerja di perusahaan itu sejak 2009, dan masih ingin terus bekerja. Beberapa kali ia mengirimkan surat keberatan, dan menolak untuk pensiun dini, namun kemudian perusahaan memutuskan PHK.
Damiri melihat, kasus PHK dirinya cacat prosedur. Perusahaan memang berdalih akan melakukan efisiensi. Namun faktanya, perusahaan masih membuka lowongan pekerjaan baru, masih memberikan bonus, dan masih memberlakukan jam lembur.
“Ditawarin untuk pensun dini, tapi saya menolak, karena saya ingin tetap bekerja. Alasan efisiensinya kan katanya rugi, tapi faktanya gak rugi. Karena setahun kebelakang bahkan masih ada lembur, terus bonus juga dapat, terus pekerjaanku juga masih jalan, tapi alasannya efisiensi,” ungkap Damiri, ketika ditemui di PHI Jabar, Jalan Surapati, Bandung, Senin (20/12/2021).
Bukan kali itu saja Damiri diminta pensiun dini. Perusahaan pernah menawarkan hal serupa pada 2015. Ia menduga, tindakan kesewenang-wenangan perusahaan disebabkan karena aktivitasnya di organisasi serikat buruh yang ia ikuti.
Damiri sendiri selain tergabung dalam serikat kerja di perusahaan, juga aktif di Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-Sedar) Kabupaten Bekasi sejak tahun 2017.
“Tapi sih lebih ke karena keaktifan saya di organisasi di serikat buruh, makanya gak tahulah,” ucapnya.
Baca Juga: Di Tengah Pandemi, Buruh Bandung Digugat Ratusan Juta Rupiah oleh Perusahaan Sendiri
BIOGRAFI ACHMAD BASSACH (7): Rawe-Rawe Rantas, Bangunlah Hai Kaum Buruh
Pertanyaan tentang Kemerdekaan dari Buruh dan warga Tamansari Bandung
Melawan Seorang Diri
Di perusahaan, bukan Damiri saja yang diminta pensiun dini. Masih ada 43 pekerja lainnya yang mengalami hal serupa. Total ada 44 pekerja yang dipensiundinikan. Pekerja lainnya memilih menerima pesangon dan berhenti bekerja. Saat ini, tinggal Damiri, satu-satunya yang bertahan hingga menghadapi gugatan PHK di pengadilan.
Sebelum diperkarakan di pengadilan, perusahaan telah mentransfer uang pesangon senilai Rp 152 juta ke rekening Damiri. Karena, masih ingin bekerja, Damiri mengembalikan uang pesangon tersebut perusahaan. Setelah itu, ia mengajukan perundingan bipartit dengan pihak perusahaan sebanyak dua kali, namun permintaan itu ditolak oleh perusahaan.
Persoalan bergulir tak kunjung menemui kata sepakat. Perusahan tetap ingin mem-PHK dirinya. Ia akhirnya meminta mediasi dengan Dinas Ketenaga Kerjaan Kabupaten Bekasi, yang hasilnya perusahaan harus memperkajakan kembali dirinya.
“Bahwa pihak perusahaan harus memperkerjakan saya kembali, dan selama di luar upahnya harus dibayar,” ungkapnya.
Kegigihannya untuk tak mau berhentikan oleh perusahaan, tentu bukan tanpa alasan. Dengan kondisi masih di tengah pandemi, pekerjaan baru akan sulit didapat. Terbukti, 43 kawan yang menerima uang pesangon hingga kini kesulitan mencari pekerjaan. Kebanyakan dari mereka menjadi tukang ojek atau bekerja serabutan.
Damiri, memiliki tiga orang anak, si sulung masih duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar, lalu anak keduanya masih duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar, dan si bungsu masih balita berumur tiga tahun. Tentu, keluar dari pekerjaan bukan hal yang diinginkan.
Selain itu, proses yang ditempuh perusahaan tidak sesuai prosedur. Merujuk UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa proses PHK tidak bisa dilakukan tanpa adanya kesepakatan antara buruh dan perusahaan. Karena itu PHK harus melalui langkah-langkah bipartit yang diajukan perusahan.
Namun, selama ini Damili melihat tidak ada itikad baik dari perusahaan. “Saya seharusnya diskorsing, selama skorsing seharusnya diupah. Kalau saya tidak, berarti tidak ada skorsing, saya mau masuk kerja diusir. Sudah masuk kerja itu tanggal 1 Desember 2020 diusir keluar,” ungkapnya.
Pengadilan Dinilai Janggal
Perusahaan kini menggugat Damiri ke PHI Bandung dengan nomor perkara 262/Pdt.Sus-PHI/2021/PN.Bdg. Hingga kini, persidangan telah memasuki agenda keenam. Pada 29 Desember mendatang, agenda sidang masuk pada putusan atau vonis.
Pada sidang siang tadi, buruh yang tergabung dalam serikat DP F-Sedar juga turut hadir. Mereka menggelar aksi di depan PHI Bandung seraya membentangkan sejumlah poster tuntutan: ‘Hakim PHI Harus Netral’, ‘Pecat Hakim PHI H. Wasdi Permana’, dan sejumlah tuntutan lainnya.
Buruh yang bersolidaritas untuk Damiri itu bertujuan mengawal proses persidangan rekannya agar berjalan adil. Pasalnya, buruh menduga salah seorang hakim memiliki track record kurang baik. Hal itu dilihat buruh selama persidangan di mana tiga kali berturut-turut dalam persidangan, pihak penggugat (perusahaan), tak mampu membawa bukti yang diperkarakan.
Sidang pertama bahkan digelar tanpa pemberitahuan mengenai adanya adanya pergantian sementara Hakim Adhoc. Selanjutnya sidang kedua yang digelar Senin (8/11/2021) dengan agenda Replik dari penggugat, hakim menunda perisadangan dan meminta penggugat menyerahkan alat bukti.
Pada sidang ketiga, Senin (15/11/2021), lagi-lagi penggugat melalui kuasa hukum belum bisa menyerahkan alat bukti sidang. Pengacara perusahaan beralasan alat bukti masih berada di perusahaan. Namun hakim masih memberi mereka kesempatan.
Masalahnya, pada sidang keempat, perusahaan juga belum menyerahkan alat bukti. Tetapi hakim masih tetap memberi kesempatan pada perusahaan. Hingga pada sidang kelima, persidangan banyak tertunda untuk memberikan kesempatan perusahaan melengkapi alat bukti.
Kuasa Hukum Damiri, Saeful Anam menyoroti sikap hakim yang selalu memberi kesempatan kepada penggugat. Sementara ia dan kliennya merasa kurang mendapatkan kesempatan berbicara selama persidangan. Meski demikian, ia berharap persidangan kasus PHK ini berjalan sesuai prosedur dan adil. “Meminta untuk diperaiki, dan berjalan sesuai prosedur,” kata Saeful Anam.