• Kampus
  • Investasi di Kalangan Muda Meningkat, Apa Dampaknya Bagi Ekonomi Indonesia?

Investasi di Kalangan Muda Meningkat, Apa Dampaknya Bagi Ekonomi Indonesia?

OJK mencatat persentase investor individu dengan usia di bawah 30 tahun sudah mencapai kurang 57 persen.

Ilustrasi. Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. (Sumber: idx.co.id)

Penulis Iman Herdiana11 Februari 2022


BandungBergerak.idMinat generasi muda pada investasi di pasar modal meningkat dalam kurun beberapa tahun ini. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat berdasarkan demografi investor individu dengan usia di bawah 30 tahun sudah mencapai kurang lebih 57 persen.

Pengamat perbankan, keuangan dan investasi UGM, Eddy Junarsin, menilai banyaknya kalangan muda yang tertarik di dunia investasi sangat baik. Dengan berinvestasi atau menyalurkan dana melalui sekuritas sebenarnya sebagai upaya membantu pihak-pihak yang memerlukan dana.

“Upaya memajukan perekonomian ya seperti itu, termasuk di Indonesia. Untuk perekonomian cepat maju maka butuh dunia usaha dan dunia usaha ini butuh dana, dana buat modal, dana buat ekspansi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Uangnya darimana? Ya di antaranya dari penerbitan sekuritas," ujar Eddy Junarsin, mengutip laman resmi UGM, Kamis (10/2/2022).

Bahkan kalangan muda saat ini dinilai sudah berinvestasi sangat luas. Mereka tidak lagi sekadar menaruh uang di deposito tetapi sebagian besar bermain investasi melalui pasar saham, obligasi, warren buffet, pasar derivatif dan lain-lain.

“Ini saya kira bermanfaat untuk Indonesia karena dunia usaha akan cepat maju. Ada yang butuh dana dan semakin banyak pihak investor yang bersedia menanamkan investasi atau membeli sekuritas," ucapnya.

Selain sebagai sarana meningkatkan pendapatan alternatif di luar pekerjaan rutin, para kalangan muda yang berinvestasi ini juga sebenarnya membuka lapangan kerja. Dunia investasi bisa menunjang itu dan karena dengan perkembangan teknologi tentunya akan banyak sekali pekerjaan terhapus.

Eddy menuturkan, dengan teknologi saat ini banyak pekerjaan terpangkas, ada risiko pengangguran. Sebaliknya, di masa teknologi ini banyak anak muda bermain investasi.

“Ini bisa mengurangi pengangguran bahkan menambah lapangan kerja karena membuka cakrawala baru sehingga keduanya saling diuntungkan baik investor maupun dunia usaha karena bisa mendapatkan dana dengan lebih mudah," terangnya.

Hanya saja, kata Eddy, aliran darah muda yang pengin cepat kaya menjadi persoalan yang harus mendapat perhatian. Tanpa mendapat perhatian secara khusus bisa-bisa menjadikan kaum milenial mengambil keputusan berinvestasi yang tergesa-gesa.

Ia menyebutkan dalam 1 hingga 2 tahun terakhir marak komplain soal investasi bodong. Investasi yang tidak berizin dan tidak sedikit yang tidak mendapat endorce dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau jika itu berkaitan dengan payment tidak mendapat lampu dari Bank Indonesia (BI).

“Ya karena sifat dasar manusia tidak sabaran pengin cepat kaya. Terutama anak muda yang sering disebut darah muda, pengin cepat lantas gegabah dalam berinvestasi," ujarnya.

Sikap gegabah ini, menurut Eddy, memang bisa jadi karena ketidaktahuan. Tetapi bisa pula karena tuntutan situasi, dan itu sebagai pilihan yang berisiko tinggi.

“Memang semakin tinggi hasil atau return yang diharapkan semakin tinggi risiko yang harus ditempuh. Ini sangat alami dan karenanya minimal harus tahu pengetahuan dasar soal apa itu investasi," paparnya.

Eddy mengakui cara aman berinvestasi memang menaruh uang dengan dideposito berjangka. Hal itu dinilainya aman meskipun hasilnya sangat kecil sebesar 2,5 persen per tahun atau membeli surat berharga negara yang besarannya 4-5 persen per tahun.

Oleh karena itu, ia berharap sikap kehati-hatian para milenial muda sebelum melakukan trading. Menurutnya para milenial ini sangat perlu membekali diri pengetahuan terkait produk-produk keuangan.

Disamping itu, mereka pun diharapkan mengikuti guidence yang disarankan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Sebab, guidance milik OJK mirip BPOM jika itu di industri obat yaitu memastikan semua telah teruji melalui berbagai uji klinis.

“Meski tidak ada yang aman 100 persen setidaknya produk investasi yang sudah dilisensi oleh OJK bisa menjadi acuan untuk masyarakat umum," jelasnya.

Karena investasi lagi tren di kalangan muda dan bisa dilakukan siapapun dengan latar belakang apapun, Eddy pun berharap  ada semacam materi soal pengelolaan keuangan yang bisa disampaikan ke semua program studi. Edukasi atau literasi ini untuk meningkatkan pengetahuan dasar tentang produk investasi.

“Karena kebanyakan di anak muda saat ini kan tidak sabaran, lebih instan, lebih melek teknologi,  memiliki kepercayaan diri tinggi, tidak suka pekerjaan yang sifat rutin. Saya kira penting sekali memberikan pada mereka materi soal pengelolaan uang atau apalah karena sayang sekali kalau bakat-bakatnya bagus tetapi melakukan kecerobohan atau gegabah karena tidak tahu. Tapi kalau sudah tahu, namun gegabah itu kan pilihan hidup," tandasnya.

Baca Juga: Belajar Investasi di Musim Pandemi lewat Film dan Jurnal
Data Penanaman Modal di Kota Bandung 2016-2020, Realisasi Investasi Meroket di Tahun Pandemi
Potensi dan Risiko Investasi Crypto

Mewaspadai Investasi Bodong

Kegiatan investasi bagian dari personal financial planning, yaitu proses mencapai tujuan hidup seseorang. Maka proses mencapai itu harus melalui manajemen keuangan yang terintegrasi. Diperlukan pula perencanaan keuangan yang matang.

Dekan FIA UI, Chandra Wijaya, mengatakan terdapat 6 pendekataan dalam perencanaan keuangan di antaranya punya pemahaman terhadap cash flow management, perencanaan pengelolaan risiko dan asuransi, perencanaan investasi, perencanaan perpajakan, perencanaan pensiun di hari tua, dan perencanaan hibah atau warisan.

“Dalam perencanaan investasi dibutuhkan komitmen dari setiap individu untuk mengalokasikan sejumlah dana dengan tujuan memperoleh return di masa mendatang. Sehingga dibutuhkan komitmen untuk mengalokasikan dana pada saat ini dengan harapan pokok dan imbal hasil di masa mendatang,” tutur Chandra Wijaya, mengutip laman resmi Universitas Indonesia yang diakses Jumat (11/2/2022).

Ia juga mengingatkan dalam dunia investasi ada risiko besar yang dihadapi. Di antaranya kasus-kasus invesasi bodong atau ilegal.

Berdasarkan data Satgas Waspada Investasi OJK, total kerugian masyarakat akibat investasi ilegal pada 2011-2021 sebesar Rp 117,4 triliun. Pada 2021 terdapat 83 investasi dan 592 fintech P2PL illegal dan 17 gadai illegal.

“Ciri-ciri investasi ilegal yaitu menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat, menjanjikan bonus dari merekrut anggota baru member get member, memanfaatkan tokoh masyarakat/tokoh agama, public figure untuk menarik minat berinvestasi, klaim tanpa resiko, dan legalitas tidak jelas,” tutur Satgas Waspada Investasi OJK Irhamsah.

Sementara itu, Kepala Kantor BEI Perwakilan Jakarta Marco Poetra Kawet mengatakan, pada BEI tercatat 750 perusahaan terdaftar dengan kapitalisasi sebesar Rp 8170,85 triliun yang terbesar di ASEAN.

“Resiko dalam pasar modal yaitu market risk, pailit, dan delisting. Cara meminimalisasi resiko yaitu BEI mengeluarkan basis indeks sehingga bisa bisa mempermudah masyarakat untuk investasi, di antaranya LQ45, IDX Growth 30, IDX HIDIV 20, Jakarta Islamic Index, dan ESG Leaders 20,” katanya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//