• Buku
  • BUKU BANDUNG (33): Gedung Balai Kota Bandung dan Sekitarnya yang Berawal dari Kebun Kopi

BUKU BANDUNG (33): Gedung Balai Kota Bandung dan Sekitarnya yang Berawal dari Kebun Kopi

Sebelum menjadi gedung Balai Kota Bandung, wilayah tersebut adalah tanah milik Andries de Wilde. Lokasi Gedung Balai Kota sekarang dulunya merupakan gudang kopi.

Buku Gemeente Huis (Balaikota) Bandung dan Sekitarnya dari Masa ke Masa, Sudarsono Katam, Penerbit: PT Kiblat Buku Utama. (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)

Penulis Reza Khoerul Iman13 Februari 2022


BandungBergerak.id – Mengenal suatu peninggalan sejarah akan semakin lengkap jika dibarengi dengan memahami konteksny. Begitu juga dengan perjalanan Gemeente Huis (Balai Kota) Bandung dan sekitarnya yang diulas buku Gemeente Huis (Balai Kota) Bandung dan Sekitarnya dari Masa ke Masa, Sudarsono Katam.

Buku yang ditulis secara kronologis tersebut menjelaskan rangakaian perjalanan Gedung Balai Kota Bandung, dari wilayah yang berupa hutan rimba lebat hingga menjadi sebuah kota yang padat penduduknya.

Dalam bukunya, Sudarsono Katam menilai, pembahasan tentang Gedung Balai Kota Bandung tidak bisa dijelaskan secara to the point, melainkan harus memahami konteks perjalanan sebelum menjadi Gedung Balai Kota.

“Sebelum membahas bangunan Balai Kota Bandung sebagai kantor pusat pengelolaan Kota Bandung, ada baiknya dikemukakan terlebih dahulu tentang Tatar Ukur sebagai kawasan cikal bakal Kota Bandung, kedatangan orang Belanda pertama ke Tatar Ukur, dan pemindahan Ibu Kota Kabupaten dari Krapyak ke Bandung. Karena ketiga hal tersebut sangat berkaitan erat dengan perlu adanya sebuah Balai Kota di Kota Bandung,” tulis Pak Katam, dikutip dari buku Gemeente Huis (Balai Kota) Bandung dan Sekitarnya dari Masa ke Masa.

Oleh karenanya, tedapat empat pembahasan sejarah singkat tentang berdirinya Kota Bandung yang mengawali buku tersebut. Empat pembahasan ini di antaranya tentang Berdirinya Kota Bandung, sejarah singkat Tatar Ukur, awal kedatangan orang Belanda ke Tatar Ukur, dan Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Ukur dari Krapyak ke Bandung.

Gudang Kopi Andries de Wilde

Sebelum menjadi gedung Balai Kota Bandung, wilayah tersebut adalah tanah milik Andries de Wilde yang ditukarkan dengan tanah miliknya di Bogor dan Sukabumi. Andries de Wilde meminta kepada pemerintah Hindia Belanda agar wilayah yang memanjang dari Cimahi di barat sampai Cibeusi di Timur, kemudian sebelah utara dibatasi dengan Gunung Tangkubanparahu sampai selatan Jalan Raya Pos ditukarkan dengan tanahnya tersebut.

Wilayah yang luasnya bukan main tersebut digunakan oleh Andries de Wilde untuk perkebunan Kopi sampai berternak sapi. Kemudian ia mendirikan sebuah rumah untuk dirinya di daerah Dago Atas yang bernama Desa Banon.

Di lokasi Gedung Balai Kota sekarang, dulunya merupakan gudang kopi milik Andries de Wilde. Kemudian setelah ia menjabat menjadi Asisten Residen Bandung, halaman gudang kopi miliknya dibangun sebuah rumah yang menghadap ke Jalan Aceh sekarang.

Baru setelah Kota Bandung mendapat status sebagai Kotapraja pada tahun 1906, maka Kota Bandung memerlukan satu kantor pusat untuk pengelolaannya, maka rumah bekas Andries de Wilde inilah yang dialih fungsikan sebagai Gedung Balai Kota Bandung.

Baca Juga: BUKU BANDUNG (30): Bandung di Masa Bergolak
BUKU BANDUNG (31): Abah Indra Thohir, Legenda Sepak Bola ASEAN asal Kota Kembang
BUKU BANDUNG (32): Petualangan Franz Wilhelm Junghuhn, dari Eropa Berakhir di Lembang

Gemeente Huis

Bersamaan dengan dibangunnya Gemeente Huis (Gedung Balai Kota Bandung), gudang kopi milik Andries de Wilde juga bernasib sama, namun tidak diketahui apakah gudang kopi tersebut dipindahkan ke lokasi lain atau dirubuhkan.

Dalam perkembangannya Gedung Balai Kota Bandung mengalami beberapa kali perubahan. Pada tahun 1927 bangunan lama rumah Andries de Wilde dirobohkan untuk membangun gedung yang baru. Kali ini arsitek Ir. E. H. de Roo yang merancang bentuk bangunan balai kota yang baru.

Pada tahun 1935, Gedung Balai Kota Bandung memerlukan tempat yang lebih luas. Maka pada waktu itu dibangun bangunan baru di sisi belakang Gedung Gemeente Huis. Baru pada waktu itu bangunan tersebut menghadap ke Selatan. Pada pembangunan ini, arsitek de Roo membangun balai kota dengan gaya Art Deco yang lebih memberikan kesan modern. Pada waktu itu pula gedung tersebut mendapat julukan Gedong (Gedung) Papak (Rata), karena atapnya yang rendah sehingga terlihat datar.

Seiring waktu berjalan, perkembangan yang tidak bisa dihentikan dan kebutuhan yang terus bertambah membuat pembangunan terus terjadi di Gedung Balai Kota Bandung. Banyak hal yang harus dikorbankan dari perkembangan dan pembangunan gedung ini.

Bangunan Sekitar Gemeente Huis

Bukan hanya Gedung Balai Kota Bandung saja yang terus mengalami perkembangan dan perubahan, tapi di sekeliling gedung ini juga terdapat bangunan lain yang terus berkembang dan berubah setiap masanya.

Jika dilihat dari peta, wilayah Balai Kota Bandung terletak dikelilingi oleh berbagai bangunan lain di setiap penjurunya. Di sebelah utara Balai Kota Bandung, pernah terdapat toko Almanak milik Almanak NV, peternakan sapi perah di Pangalengan pada tahun 1920-an.

Sekitar tahun 1930-an toko ini menjual susu segar, produk olahan berbahan dasar susu dan kue, restoran, makanan kalengan dan minuman, roti dan kopi bubuk. Keberadaan toko ini berkahir hingga tahun 1970-an, sebab bangunan ini dibeli oleh Universitas Parahyangan (Unpar) untuk perpustakaan dan perkantoran.

Selain itu masih ada bangunan lama lainnya yang pernah ada di utara Balai Kota Bandung, yaitu Pom bensin hingga tahun 1970-an, Gedung Dinas Pemuda dan Olahraga Jawa Barat yang kemudian berubah menjadi Asrama Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP).

Kemudian di sebelah timur Balaikota Bandung, ada Universitas Parahyangan (Sekitar tahun 1950-an), Sekolah Santa Angela, I.E.V Kweekschool (Tahun 1950-an berubah menjadi SD Banjarsari), Kweekschool Voor Inlandsche Onderwijzern atau sekolah guru bagi kaum pribumi (Tahun 1950-an berubah menjadi Gedung Perkantoran Polisi Wilayah Kota Besar Bandung), Katedral Santo Petrus, hingga rumah-rumah tua yang terdapat di sepanjang timur Balaikota Bandung.

Adapun di sebelah selatan, pernah terdapat Gereja Santa Franciscus Regis yang diresmikan pada tahun 1895, kemudian direnovasi yang menjadikan bangunan tersebut menjadi Gedung Perkumpulan Sosial Katolik. Pada kemudian hari bangunan tersebut beralih fungsi kembali menjadi bioskop yang kemudian diberi nama Bioskop Vanda, namun pada tahun 1990-an bangunan tersebut dirubuhkan untuk perluasan lahan Bank Indonesia. Sementara pembangunan Bank Indonesia sudah dilakukan sejak 30 Juni 1909.

Terakhir, di sisi barat Balai Kota Bandung, terdapat Gereja Bethel, Europeesche Lagere School yang kemudian berubah menjadi SMKN 1, Loge Sint Jan (tempat berkumpulnya para freemason Loge Bandung) kemudian pada tahun 1998 dibongkar untuk dijadikan masjid Al-Ukhuwwah, dan gedung Interlink.

Begitu banyak pembangunan gedung-gedung di sekitar Balai Kota Bandung, dengan seiringnya waktu berjalan dan pembangunan tersebut, Kota Bandung berubah menjadi kota yang ramai dikunjungi orang dan dipadati berbagai bangunan di dalamnya.

Informasi Buku:

Judul: Gemeente Huis (Balaikota) Bandung dan Sekitarnya dari Masa ke Masa

Penulis: Sudarsono Katam

Penerbit: PT Kiblat Buku Utama

Jumlah Halaman: 140 Halaman

ISBN: 978-979-8003-43-1

Editor: Redaksi

COMMENTS

//