• Buku
  • BUKU BANDUNG (34): Keterpurukan Persib yang Terlihat Samar di Masa Silam

BUKU BANDUNG (34): Keterpurukan Persib yang Terlihat Samar di Masa Silam

Di samping bertabur prestasi, Persib di masa lalu pernah terpuruk. Benarkah Persib pernah terdegradasi?

Buku Persib dan Kisah Kompetisi Perserikatan 1978, ditulis Novan Herfiyana (Fandom Indonesia, Juli 2019). (Sumber: Penulis)

Penulis Yogi Esa Sukma Nugraha20 Februari 2022


BandungBergerak.idBagi warga Bandung dan sekitarnya, Persib bukan lagi sekadar klub sepakbola. Lebih dari itu, acap kali dimaknai sebagai budaya. Meski publik luas dapat meragukan klaim demikian. Dan memang dibutuhkan kajian yang lebih serius dan mendalam. Tapi yang jelas nampak di permukaan, Persib menjadi hal-ihwal yang sulit dilepaskan dari setiap aspek kehidupan.

Dalam hal ini, kita kerap menemui bagaimana para tetua kampung kota menceritakan kisah “halik ku aing” Robby Darwis di pos hansip. Atau juga bagaimana mereka mengulang-ngulang cerita kehebatan Ajat Sudrajat. Meski belakangan dicela karena menyebrang ke Bandung Raya. Yang pasti, hingga detik ini, wujud ekspresi seni patung dengan model Ajat Sudrajat masih berdiri tegak di bilangan Jalan Tamblong dan Veteran.

Perbincangan ihwal Persib juga dapat dengan mudah ditemui di sekolah-sekolah, atau tempat mencari nafkah. Satu realita empirik yang kerap tercerap pancaindera saya, adalah perbincangan ihwal Persib yang sering kali menjadi bahasan utama bapak-bapak dalam perjalanan pulang dari masjid menuju rumah masing-masing dari mereka setelah melaksanakan ibadah shalat berjemaah.

Dalam kerangka itu pula, bahkan termasuk berbagai wilayah di luar Jawa Barat, Persib kerap kali menjadi bahan pembuka obrolan yang menarik. Yang mengagumkan, hal ini menegaskan asumsi bahwa Persib dapat merekatkan orang-orang di perantauan. Dengan demikian, beserta sejumlah atribusinya yang lain, dapat dipostulatkan sebagai gejala sosial.

Kejayaan demi kejayaan Persib kerap diwartakan. Sebelum memasuki era digital, biasanya dilakukan secara lisan. Seiring kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, narasi kedigdayaan Persib masih tetap eksis. Bahkan melabrak teritorial dan kedaerahan. Untuk menguji kebenarannya, kita bisa melihat fakta sederhana bahwa Persib adalah salah satu klub yang sering ditayangkan. Meski sulit disanggah bahwa hal demikian ini sangat dipengaruhi pengandaian tesis kepemilikan-diri yang melandasi corak produksi kapital.

Di samping itu semua, terdapat suatu soal yang mengganjal. Dalam hal ini yang kerap menjadi sebuah aib bagi klub sepak bola, terlebih supporter-nya: degradasi. Konon, beberapa menyebut bahwa Persib sempat mengalami degradasi di Kompetisi Perserikatan 1978. Tapi apa betul demikian?

Sebab, degradasi acap kali menjadi momok bagi setiap entitas yang berkompetisi. Para ahli menjabarkan bahwa penerapan seperangkat konsepsi demikian ini dinilai ideal untuk menyeleksi klub-klub terbaik di masing-masing wilayah. Artinya, degradasi adalah pemindahan satu (umumnya dua) klub terpayah dari suatu divisi yang lebih tinggi ke divisi yang lebih rendah pada akhir musim kompetisi. Untuk menjawab desas-desus ihwal keterpurukan Persib —dan karenanya degradasi— di tahun 70-an itulah kiranya buku karya kang Novan Herfiana ini dipublikasikan.

Baca Juga: BUKU BANDUNG (31): Abah Indra Thohir, Legenda Sepak Bola ASEAN asal Kota Kembang
BUKU BANDUNG (32): Petualangan Franz Wilhelm Junghuhn, dari Eropa Berakhir di Lembang
BUKU BANDUNG (33): Gedung Balai Kota Bandung dan Sekitarnya yang Berawal dari Kebun Kopi

Buku Persib dan Kisah Kompetisi Perserikatan 1978, ditulis Novan Herfiyana (Fandom Indonesia, Juli 2019). (Sumber: Penulis)
Buku Persib dan Kisah Kompetisi Perserikatan 1978, ditulis Novan Herfiyana (Fandom Indonesia, Juli 2019). (Sumber: Penulis)

Persib dan Kisah Kompetisi Perserikatan 1978

Meski catatan ihwal Persib cukup banyak beredar di publik, namun sulit untuk dapat digabungkan membentuk suatu rangkaian cerita utuh. Buku ini berupaya menyodorkan data itu, bahwa pada tahun 70-an Persib mengalami masa krisis. Yang terburuk, konon saat Kompetisi Perserikatan 1978-1979 Persib "degradasi".

Di bagian awal, buku ini mengisahkan Kompetisi Perserikatan 1975. PSMS dan Persija saat itu dinyatakan sebagai juara bersama melalui surat keputusan Ketua Umum PSSI Nomor 95 tahun 1975 tentang Dwi Juara Nasional PSSI 1973-1975 tertanggal 8 November 1975 (halaman 9).

Sebelum dinobatkan sebagai juara bersama, pertandingan kedua kesebelasan dalam babak final dihentikan di menit ke-40 karena ricuh. Sekilas terkesan biasa sebabnya hal demikian kerap eksis hingga sekarang. Yang unik, adalah gelar juara bersamanya. Apakah tagar #MenangBersama yang belakangan digaungkan pengelola klub terinspirasi dari sana? Entahlah.

Selanjutnya, pembahasan melaju pada kisah Kompetisi Perserikatan 1975. Tercatat bahwa Persib saat itu diasuh oleh Nugraha Besoes (manajer) dan Omo Suratmo (Pelatih). Kemudian melaju pada Kompetisi Perserikatan 1978 yang merupakan tantangan awal bagi kepengurusan Persib di bawah ketua umum Solihin GP, yang saat itu menggantikan Otje Djunjunan. Pada masa itu, Solihin GP adalah mantan Gubernur Jawa Barat (menjabat sampai 1975) sementara Otje Djunjunan adalah mantan wali kota (madya) Bandung (menjabat sampai 1976).

Uniknya, komposisi skuad Persib masa itu sulit untuk bisa dibilang butut. Tercatat nama beken seperti Syamsudin (penjaga gawang), Encas Tonif dan Risnandar (belakang), Djajang Nurdjaman dan Nandar Iskandar (tengah), Max Timisela (depan). Meski di klub lain pun terdapat nama-nama yang ramah di telinga publik sepakbola: Rully Nere, Ronny Pattinasarani, Sofyan Hadi, Iswadi Idris, Rony Pasla, Anwar Ramang (Anak dari Andi Ramang legenda sepak bola Makassar), Anjas Asmara, Rudy William Keltjes.

Bagian selanjutnya mengisahkan dipilihnya Rukma Sudjana sebagai arsitek Persib di Kompetisi Perserikatan 1978. Mantan pemain Persib yang masuk skuad timnas Indonesia di Olimpiade 1956 itu merupakan lulusan terbaik dalam penataran pelatih angkatan II PSSI di bawah pimpinan (kepelatihan) Wiel Coerver, pelatih timnas Indonesia untuk Olimpiade 1976 (Pikiran Rakyat, edisi 5 September 1975; Herfiyana: 29).

Yang membuat layak diberi apresiasi, buku ini tidak berpretensi menyederhanakan kompleksitas persoalan menjadi sekadar angka-angka kering belaka. Barangkali karena dalam dunia literasi sepak bola, khususnya Persib dan sejarahnya, penulisnya acap kali menjadi rujukan utama. Atau memakai istilah Fajar Rahman dalam pengantar bukunya, sebagai orang yang bertungkus lumus dengan arsip sepak bola.

Buku Persib dan Kisah Kompetisi Perserikatan 1978, ditulis Novan Herfiyana (Fandom Indonesia, Juli 2019). (Sumber: Penulis)
Buku Persib dan Kisah Kompetisi Perserikatan 1978, ditulis Novan Herfiyana (Fandom Indonesia, Juli 2019). (Sumber: Penulis)

Hal ini terafirmasi dalam bukunya yang memaparkan kisah awaydays Bobotoh saat menemani Persib melawan PSM di Stadion Bima Cirebon. Pertandingan itu dipimpin wasit asal Sukabumi, Kosasih Kartadireja. Di hadapan 10 ribu penonton yang sebagian besar berangkat dari Bandung —atau yang dalam konteks kekinian sering disebut Awaydays, para pemain kedua tim tampak berjuang keras dalam pertandingan yang berlangsung di bawah hujan deras. Dikisahkan lapangan menjadi licin tetapi tidak mengurangi tempo tinggi yang disuguhkan kedua tim.

"Sampailah pada salah satu serangan balik yang tiba-tiba, Tjetjep kembali mencetak gol pada menit ke-59. Kali ini melalui tendangan jarak 25 meter. Persib unggul sementara 2-0. Pikiran Rakyat edisi 13 Januari 1978 melaporkan, gol kemenangan ini disambut dengan luapan kegembiraan oleh bobotoh Persib dengan menari-nari dan tepuk tangan. Poster-poster 'Hidup Persib' diacung-acungkan, jaket-jaket dilemparkan ke atas, menyambut gol kedua Tjetjep itu" (halaman 32-33).

Pembahasan selanjutnya mengisahkan klub asal Timur Jawa, Persebaya, yang merupakan juara kompetisi Perserikatan 1978 setelah mengalahkan Persija. Kemudian satu bab menarik lain, saat mencatat proses kompetisi sepakbola PON IX/1977 yang dinyatakan penulisnya sebagai miniatur Perserikatan.

Pada masanya, tercatat bahwa tim Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang berintikan para pemain Persiraja mampu berprestasi baik sehingga meraih medali perunggu cabang olahraga sepak bola PON IX/1977. Saat itu, mereka berhasil mengalahkan tim Provinsi Sulawesi Selatan yang berisi para pemain PSM 1-0 di Stadion Utama, Senayan, Jakarta (2 Agustus 1977), sehingga berhasil meraih peringkat ketiga. Atas dasar prestasi itulah, kemudian PSSI mengganjarnya ke Aga Khan Gold Cup 1977/1978 yang diselenggarakan 7 Desember 1977 sampai 1 Januari 1978 di Dhaka, Bangladesh.

Yang paling menarik, adalah saat menguraikan insiden keracunan makanan gulai kepiting yang disediakan panitia di Perumahan Atlet Senayan. Hal ini membuat para pemain dan ofisial Persib menjadi korban. Padahal ketika itu membutuhkan kondisi prima karena akan bertanding melawan Persija. Sebetulnya, peristiwa ini tidak hanya menimpa 13 Pemain dan dua ofisial Persib. Namun juga 7 Pemain PSM, dan 8 Pemain Persipura, yang akan bertanding melawan Persebaya.

“Pertandingan Kejuaraan PSSI yang tengah berlangsung di Jakarta ditunda mulai Minggu malam dan akan dilanjutkan kembali Selasa besok gara-gara sejumlah pemain dari beberapa kesebelasan peserta harus dirawat karena tiba-tiba menderita akibat kesalahan makanan,” tulis Pikiran Rakyat, edisi 23 Januari 1978, yang secara utuh melaporkan insiden itu dengan judul "Sejumlah Pemain Menderita Gara-Gara Salah Makanan" (halaman 35-36).

Sekurang-kurangnya, buku ini dapat memberi kita detail informasi bagaimana sistem Kompetisi Perserikatan era itu dijalankan. Sebab, sebagaimana tercatat di dalamnya bahwa sistem kompetisi persepakbolaan era itu memberlakukan semua tim —termasuk juara bertahan— harus bertanding dari tingkat bawah. Sebelum kompetisi Perserikatan 1975 tingkat nasional misalnya —terutama sejak 1969— Persib dan Persija sering berjibaku di tingkat wilayah II setelah menunggu tim lain bertanding di tingkat rayon dan/atau zona.

Dan memang terhitung sejak Kompetisi Perserikatan 1951, ada klasifikasi antar rayon, interrayon, zona, interzona, wilayah, dan akhirnya tingkat nasional. Meski pembagian tingkat kompetisi tersebut belum tentu dipakai semua, tetapi hal itu mampu menggambarkan hierarki kompetisi dalam persepakbolaan Indonesia. Jadi, apakah Persib terdegradasi di Kompetisi Perserikatan Tahun 1978?

Jawabannya hanya mungkin didapat setelah membaca buku ini secara utuh.

Informasi Buku

Penulis: Novan Herfiyana

Penerbit: Fandom Indonesia

Cetakan pertama, Juli 2019

120 halaman

14x21 cm

ISBN: 978-602-52096-1-1

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//