• Berita
  • Jalan Berliku Banding Uang Kuliah Tunggal Mahasiswa ITB di Tengah Pandemi

Jalan Berliku Banding Uang Kuliah Tunggal Mahasiswa ITB di Tengah Pandemi

Banyak mahasiswa ITB yang kesulitan membayar uang kuliah tunggal di masa pandemi ini. Tidak sedikit pula yang ditolak saat mengajukan keringanan.  

Tugu Institut Teknologi Bandung (ITB), Jalan Ganesha, Kota Bandung, Selasa (4/12/2021). ITB sebagai kampus teknik negeri tertua di Indonesia. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Delpedro Marhaen15 Maret 2022


BandungBergerak.idSkema peninjauan ulang atau banding Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Institut Teknologi Bandung (ITB) dipandang belum memadai untuk mengatasi persoalan krisis UKT. Menteri Advokasi Kebijakan Kampus Keluarga Mahasiswa ITB (KM ITB), Andi Muhammad mengatakan jumlah mahasiswa yang mengajukan bantuan UKT melalui banding UKT meningkat drastis di masa pandemi Covid-19. Namun banyak di antaranya gagal menerima bantuan tersebut.

Banding UKT merupakan implementasi dari Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 yang pada pokoknya mengatur keringan UKT di masa pandemi Covid-19. Banding UKT memberikan skema mulai dari penundaan pembayaran UKT, penurunan UKT, pembayaran UKT melalui skema cicilan, hingga bantuan beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Didapuk sebagai juru selamat untuk meringankan beban mahasiswa selama pandemi nyatanya skema ini hanya pengaturan biasa tentang UKT, bukan jalan keluar atas krisis UKT yang melanda kampus.

Berdasarkan data yang dihimpun KM ITB pada tahun ajaran 2021-2022, tercatat sebanyak 1.691 mahasiswa mengajukan banding UKT. Namun hanya 1.031 mahasiswa yang bandingnya diterima. Pada kategori mahasiswa Tahapan Persiapan Bersama (TPB) sebanyak 229 mahasiswa menerima bantuan berupa penurunan UKT; 26 mahasiswa pembebasan UKT; dan 340 mahasiswa menerima KIP Kuliah. Sementara pada kategori Jurusan, sebanyak 199 mahasiswa diberi keringan berupa skema cicilan UKT; 108 mahasiswa penurunan UKT permanen; 112 penurunan UKT satu semester; dan 17 mahasiswa penerima KIP Kuliah. 

“Mahasiswa-mahasiswa yang ditolak pengajuan bandingnya dan mengadu ke Kementerian Advokasi Kebijakan Kampus itu benar-benar mahasiswa yang tidak mampu dari segi kondisi finansial keluarga, sehingga memang benar-benar membutuhkan,” ungkap Andi. 

Dari hasil banding UKT tersebut, diakui sebanyak 688 mahasiswa yang banding UKT-nya diterima merasa masih keberatan dengan besaran UKT tersebut. Berdasarkan jajak pendapat KM ITB, mahasiswa mengharapkan adanya banding UKT ulang terkait besaran UKT yang dirasa masih berat itu. Mahasiswa yang hanya menerima keringanan berupa cicilan UKT juga berharap agar mendapat pemangkasan UKT. 

KM ITB sudah mengupayakan dialog dengan Direktorat Kemahasiswaan ITB ihwal persoalan ini. KM ITB berharap agar kebijakan banding UKT dibuka kembali. Sayangnya, kebijakan banding tidak dibuka lagi, mahasiswa yang ingin mengajukan banding harus mengajukan di semester selanjutnya. 

“Alangkah lebih baik penyampain informasi mengenai dibuka atau tidaknya banding UKT disampaikan secara terbuka kepada mahasiswa. Karena hal ini sangat berguna bagi mahasiswa yang mendapatkan pembebanan biaya UKT yang belum sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarga,” kata Andi.

Andi berharap semua mahasiswa yang mengajukan banding UKT dapat diterima karena sudah memberikan bukti kuat yang menunjukan ketidakmampuannya membayar UKT. Kendati ITB tidak menerapkan sanksi drop out bagi mahasiswa yang belum membayar UKT, Andi menilai dengan adanya pola seperti ini tidak menutup kemungkin akan banyak mahasiswa yang mengundurkan diri. 

“Kesannya jadi seperti ITB cuci tangan,” pungkasnya.

Baca Juga: Setelah Membongkar Rumahnya Sendiri, Warga Gumuruh Kebingungan Membayar Kontrakan
Binadamai di Tengah Pusaran Radikalisme
Kabar dari Para Penyintas

Minim Transparansi

Andi juga menyoroti terkait transparansi banding Uang Kuliah Tunggal. Ia sangat mengharapkan adanya transparansi terhadap hasil penerimaan dan keputusan terkait banding UKT ini. Diakuinya, banyak mahasiswa yang pengajuan banding UKT-nya ditolak padahal sudah melampirkan keterangan dan bukti yang kuat terkait permasalahan kondisi finansialnya. 

Andi lantas mempertanyakan indikator mengenai layak atau tidaknya banding UKT diterima. Pasalnya, penjelasan dari Direktorat Kemahasiswaan ITB hanya menyebutkan banding UKT diseleksi berdasarkan dokumen mahasiswa yang dinilai meyakinkan. Andi lantas mempertanyakan apa yang dimaksud sebagai indikator meyakinkan tersebut. 

“Tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan frasa meyakinkan itu. Juga Direktorat Kemahasiswaan bilang bahwa menimbang keuangan institut, nah itu tidak dijelaskan, tidak ada transparansi, memangnya kondisi keuangan institut berapa?” ungkapnya.

Andi menyebut penerimaan banding Uang Kuliah Tunggal ini belum tepat sasaran. Pasalnya, seleksi penerimaan banding UKT dilakukan tanpa melibatkan kelembagaan mahasiswa. 

“Walaupun sempat diminta tolong untuk melakukan seleksi tapi pada ujungnya diseleksi kembali oleh pihak kampus. Kemudian yang disayangkan, pengajuan banding UKT yang diseleksi kembali oleh pihak kampus itu kita tidak diberi tahu sistem seleksinya bagaimana,” ujarnya.

Kata ITB

Direktorat Lembaga Kemahasiswaan ITB, Gregorius Prasetyo Adhitama mengatakan bahwa ITB selalu berusaha membantu mahasiswa dengan memberikan bantuan pendanaan pendidikan dengan bekerja sama dengan mitra dan alumni. Berikut bentuk-bentuk bantuan yang diberikan: 

Pertama, berupa keringanan UKT yang pengajuannya dibuka setiap semester. Bantuan keringan UKT ini meliputi, penurunan UKT permanen sampai lulus, penurunan UKT sementara (1-2 semester), kombinasi penurunan UKT dan pencicilan pembayaran, pembebasan UKT (UKT Rp 0) untuk enam mahasiswa korban bencana alam di berbagai daerah dan penundaan atau pencicilan pembayaran UKT. 

Kedua, berupa pemberian fasilitas keringanan sampai dengan 100 persen dari UKT kepada mahasiswa yang menunggak pembayaran UKT. Sekitar 400 mahasiswa yang menunggak pembayaran UKT menerima bantuan ini. 

Terakhir, setiap tahun ITB menggalang dana dari donatur swasta dan alumni untuk disalurkan ke mahasiswa. Dana yang terkumpul lebih dari Rp 50 milyar yang kemudian disalurkan kepada lebih dari 5.000 mahasiswa.

“Penentuan bentuk keringanan UKT didasarkan pada evaluasi detail atas data kekayaan orang tua/wali mahasiswa. Semakin rendah ekonominya, semakin besar keringanan yang diberikan. Selain itu pertimbangan kualitatif seperti orang tua meninggal dunia, di-PHK dan menjadi korban bencana, akan mendapatkan keringanan yang maksimal,” kata Prasetyo ketika dihubungi BandungBergerak.id, Sabtu (12/03/2022).

Prasetyo juga mengklaim bahwa dalam dua tahun terakhir ITB sudah memberikan subsidi senilai lebih dari Rp 10 miliar untuk lebih dari 6.000 mahasiswa. Diakuinya, dari jumlah total mahasiswa Strata-1 ITB sekitar 17.000 orang, lebih dari 11 ribu orang atau 64 persen di antaranya mendapatkan bantuan keringanan UKT.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//